Berserah Diri Hanya Kepada Allah

 اَنْتَ اِلَى حِلْمِهِ اِذَا اَطَعْتَهُ اَحْوَجُ مِنْكَ اِلَى حِلْمِهِ اِذَا عَصَيْتَهُ٠ 

“Kalian lebih memerlukan penyantunan Allah, ketika kalian menjalani ketaatan, dari sifat penyantun-Nya (kesabaran-Nya), ketika kalian mengerjakan maksiat." 

Kemuliaan yang ada pada seorang hamba adalah ketika ia menyatakan dirinya hanya berserah diri bersandar kepada Allah swt. Adapun kejatuhannya ialah ketika ia merasa dirinya telah dapat mengerjakan ibadah dengan berbangga diri dengan ibadahnya itu. Yang paling menjatuhkan martabatnya ialah selain berbangga diri dengan ibadah orang yang berbangga ini setelah diteliti, ibadahnya tertolak karena dikerjakan dengan riya' tanpa keikhlasan. Amalnya di tolak karena dikerjakan karena manusia, bukan karena Allah, maka ibadah inipun sia - sia di sisi Allah swt. 

Sesungguhnya pokok seluruh ibadah (baik wajib maupun yang sunnah) hendaklah diniatkan untuk mencari keridhaan Allah swt, tanpa berharap apapun baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain. Beribadah untuk mendapatkan popularitas dari makhluk dan kepentingan bagi diri sendiri akan merusak hubungan hamba dengan Allah swt. 

Perlu dipahami bahwasanya orang yang selalu melaksanakan ketaatan kepada Allah, hendaklah berhati-hati dan terus-menerus melaksanakan taqarrub-nya, serta lebih banyak mengharapkan sifat penyantunan Allah. Sebab, orang yang senantiasa menggantungkan hidupnyu kepada Allah dan tetap dalam ketaatan, akan menghadapi banyak cobaan yang seringkali dapat merusak hubungan dengan Allah dan mengotori ibadahnya. Sifat-sifat yang mengotori ibadah si hamba dengan Allah itu di antaranya adalah sifat riya', ujub dan sifat-sifat yang sama-sama yang mirip dengan sifat seperti tersebut di atas. Sebaliknya, para hamba yang suka berbuat maksiat dan terjepit dalam dosa, dapat membuat mereka sadar karena dosa-dosa yang menyakitkan dan menghina diri mereka sendiri. Kesadaran itu mendorong si hamba mendekati Allah dan memohon santunan dan kasih sayang-Nya agar dapat keluar dari lembah kemaksiatan disebabkan karena kebodohan dan kelemahannya. 

Nabi Muhammad saw bersabda: "Katakan kepada hamba-hamba Ku yang siddiqin, janganlah mereka tertipu dengan amal ibadahmu, karena apabila Aku (Allah) tegakkan keadilan-Ku, pasti Aku akan menyiksa mereka, bukan karena kezaliman. Katakan pula kepada hamba-hamba yang berbuat dosa, janganlah mereka berputus asa dari rahmat Allah, karena sesungguhnya Aku tidak membesar-besarkan dosa orang-orang yang telah Aku ampuni." 

Abu Yazid Al Bustamy mengingatkan: 

"Tobat karena perbuatan maksiat itu hanya sekali, akan tetapi tobat karena mengerjakan ketaatan itu seribu kali tobat." 

Tobat dan memohon ampunan Allah itu adalah satu keutamaan orang yang siddiqin. Sebab manusia berada dalam perjalanan hidup yang jauh dan panjang. Ia tidak mengetahui sengaja atau tidak sengaja telah berbuat dosa dan melanggar rambu-rambu larangan Allah. Ia harus segera sadar akan dirinya, secepatnya kembali kepada Allah. Tobat tidak memilih waktu dan memilih manusia. Siapa yang merasa bersalah, orang alim atau orang bodoh, secepatnya beristigfar memohon ampunan Allah yang Maha Penyantun. 

Terutama hamba yang merasa dirinya ahli ibadah, hendaknya lebih banyak memohon maaf dan ampunan Allah yang Maha Rahman dan Maha Halim.