Daftat Isi
- Pengakuan Sadat atas Negeri Israel
- Kerusuhan Antaragama di Az-Zawiyyah Al-Hamra
- Muhammad Abdussalam Faraj dan Ide Negara Islam
- Bersatunya Jamaah Jihad dan Jamaah Islamiyah
- Perencanaan Pembunuhan Sadat dan Peran Abdussalam Faraj
- Keterlibatan Aiman Azh-Zhawahiri
- Khalid Al-Islambuli11 sang Eksekutor
- Detik-Detik Terbunuhnya Presiden Anwar Sadat
Pengakuan Sadat atas Negeri Israel
Beberapa jamaah yang mengemban fikrah dan misi jihad terus bekerja sendiri-sendiri. Hingga akhirnya pada akhir 1970- an, yaitu pada 1979, terbentuklah aliansi di antara mereka yang merencanakan pembunuhan Anwar Sadat.
Aliansi berbagai jamaah jihad ini lahir di tengah memuncaknya perseteruan antara kelompok Islam dengan Anwar Sadat. Kunjungan Anwar Sadat ke Israel dan tindakannya menandatangani perjanjian Camp David telah menginjak-injak perasaan umat Islam.
Hal itu semakin parah setelah Revolusi Iran terjadi pada 1979. Alih-alih mendukung “Revolusi Islam” itu, Anwar Sadat malah memberikan suaka politik bagi Syah Iran yang terguling. Padahal Syah Iran (Reza Pahlevi) adalah tiran yang menindas umat Islam Iran dengan dukungan Amerika Serikat.
Di tengah suasana seperti ini, terbersitlah ide untuk melakukan kudeta terhadap pemerintah. Gerakan Islam berpendapat bahwa saatnya sudah tepat untuk melakukan kudeta. Persiapan pun dilakukan dengan melakukan latihan militer bagi rakyat dan merencanakan pembunuhan Anwar Sadat.
Anwar Sadat sadar bahwa situasi ini tidak menguntungkan baginya. Maka, ia pun mempergunakan pers dan surat kabar untuk menyerang pemerintah revolusioner Iran. Sadat mulai mencela Khomeini dan orang-orangnya. Ia menyatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang mencela para sahabat. Dengan cerdik ia mengangkat isu pertentangan Syiah dan Sunni sebagai senjata. Menurutnya, Mesir adalah penganut Sunni, sementara Iran adalah penganut Syiah.
Kerusuhan Antaragama di Az-Zawiyyah Al-Hamra
Ketika ketegangan antara pemerintah dengan berbagai kelompok Islam di Mesir semakin meningkat, terjadilah tragedi di kawasan Az-Zawiyyah Al-Hamra, suatu daerah di Kairo. Konflik terjadi antara kaum Muslimin dengan kaum Nasrani (Kristen Koptik) karena perebutan sebidang tanah. Kaum Muslimin memagari sebidang tanah, lalu mereka mendirikan sebuah madrasah dan masjid untuk mengajarkan Al-Qur’an dan shalat.
Di depan madrasah itu tinggallah Kamal Iyadh, seorang Nasrani yang mempunyai senapan angin. Iyadh merasa dengki melihat kegiatan madrasah ini, kemudian ia melepaskan tembakan kepada anak-anak yang sedang belajar di madrasah, sehingga ada anak yang terbunuh.
Konflik pun segera berkobar di daerah itu; antaragama dan golongan. Opini yang berkembang di masyarakat, kaum Nasrani membunuh kaum Muslimin di dalam masjid.
Pada hari itu juga, penulis pergi ke masjid An-Nadzir, tempat terjadinya peristiwa tersebut. Penulis seperti berada di sebuah medan pertempuran; rumah-rumah terbakar dan setiap kelompok meneriakkan slogan-slogan. Pasar dan toko-toko hancur dan terbakar.
Pasukan keamanan juga tersebar di setiap jalan yang mengarah ke kawasan Az-Zawiyyah Al-Hamra; suasananya bak pangkalan militer saja. Kami shalat di sana dan bermalam di masjid tersebut. Orang-orang pun berdatangan dari segala penjuru, bahkan dari daerah Asyuth dan Aswan pun turut datang. Mereka datang ke sana untuk melindungi masjid-masjid.
Kebanyakan orang yang terlibat konflik itu adalah orang- orang awam; mereka yang suka nongkrong di kedai-kedai kopi. Ketika mereka mendengar bahwa kaum Nasrani membunuh kaum Muslimin, dengan serta merta mereka meloncat berhamburan untuk membela saudara muslim mereka. Tragedi tersebut semakin meluas sampai ke kawasan Al-Waili dengan ekskalasi yang sangat dahsyat. Sedangkan yang menjadi Menteri Dalam Negeri Mesir saat itu adalah Nabawi Ismail.
Pers dan suratkabar terlibat juga dalam masalah ini. Ada yang menuliskan bahwa di sana terdapat sebuah negara di dalam negara dan kaum Nasrani dibunuh. Mereka memutarbalikkan fakta yang sebenarnya terjadi.
Fakta yang sebenarnya adalah bahwa Kamal Iyadhlah yang pertama kali melepaskan tembakan. Namun pers dan suratkabar malah memutar-balikkan fakta ini. Pers memberitakan bahwa pasukan keamanan berpihak pada kaum muslimin, kemudian kaum muslimin membunuh orang-orang Nasrani dan membakar rumah-rumah mereka.
Padahal, ketika kaum muslimin masuk ke perkampungan Nasrani untuk menuntut balas, mereka hanya menemukan wanita dan anak-anak saja. Sedikitpun kaum muslimin tidak menyentuh mereka. Mereka memang masuk ke dalam rumah-rumah, ingin melakukan tindakan balasan terhadap pembunuhan orang Islam. Namun hal itu urung dilakukan, karena mereka hanya mendapati kaum perempuan dan anak-anak kecil.
Kemudian, pemerintah mempergunakan sebagian ulama untuk menenangkan situasi. Mereka mendatangkan Mursyid ‘Amm (Ketua Umum) Al-Ikhwanul Muslimun Syaikh Umar Tilmisani (Mungkin, bentuk kompromi dan bantuan terhadap pemerintah inilah yang menyebabkan Ikhwanul Muslimun mulai ditinggalkan oleh banyak anggotanya, termasuk Jamaah Islamiyah yang sebelumnya menjadi organisasi otonomnya di universitas.) serta beberapa juru dakwah lainnya.
Namun, sebenarnya ada tangan tersembunyi yang mengobarkan tragedi ini dengan sengaja. (Sebagaimana yang terjadi di negeri-negeri kaum muslimin lainnya. Intelijenpemerintah setempat merancang sebuah kerusuhan antar agama dengan tujuan membongkar jaringan pergerakan Islam bawah tanah, pemerintah beranggapan dengan cara inilah mereka paling mudah untuk di provokasi, meski harus mengorbankan penduduk setempat. (lihat CedSos special report, ed.)
Hampir saja kasus ini meluas dan membuat kekacauan di tubuh pemerintah. Negara hampir saja lepas kendali. Pada waktu itu, beberapa jamaah Islam sudah bermunculan, bahkan sebagiannya terlibat dalam konflik tersebut. Sebagian tokoh jamaah Islam mengatakan, “Sesungguhnya kaum muslimin membutuhkan perlindungan, mereka tidak bersenjata sementara pemerintah membiarkan mereka begitu saja. Di lain pihak, kaum Nasrani memiliki persenjataan lengkap. Mereka menyimpannya di gereja-gereja.”
Ketika kaum muslimin masuk ke rumah seorang pendeta, mereka menemukan bahwa ia menyimpan senjata tajam. Bahkan, pendeta itu juga seorang ahli beladiri. Oleh karena itu pihak Muslim mengatakan, “Kalau pemerintah sangat antusias melindungi kaum Nasrani, maka kita juga harus mempersenjatai orang-orang Islam.”
Muhammad Abdussalam Faraj dan Ide Negara Islam
Dalam situasi kacau ini, timbul gagasan penyatuan jamaah Islam. Maka, muncullah Muhammad Abdussalam Faraj7— Semoga Allah merahmatinya. Tokoh ini muncul setelah pihak penguasa menangkapi pengikut sebuah tanzhim (organisasi pergerakan) di daerah Iskandariyah (Alexandria), yaitu Tanzhim Al-Jihad.
Muhammad Abdussalam Faraj Ia dilahirkan di distrik Bhira tahun 1952. Ayahnya adalah anggota sayap militer Al-Ikhwanul Muslimun yang kemudian dibubarkan oleh pihak Al-Ikhwan sendiri. Ia ikut mendirikan organisasi jihad lokal yang dipimpin oleh Ibrahim Salamah. Ketika organisasi ini terbongkar, ia berpindah di Kairo dan membangun penyatuan organisasi jihad. Ia dihukum mati oleh pemerintah Mesir karena terlibat pembunuhan Presiden Anwar Sadat. Lihat Al-Islambuli; Ru’yah al-Jadîdah li Tandzhîm Al-Jihâd oleh Rifa’at Sayyid Ahmad, ed.)
Di antara tokoh Tanzhim Al-Jihad yang terkenal adalah Ibrahim Salamah. Para anggota pergerakan ini memiliki hubungan dengan Aiman Azh-Zhawahiri, demikian juga dengan Nabil Nu’aim (Al-Bara’i, ed.) dan Isham Al-Qamari. Meskipun pergerakan ini digulung, Muhammad Abdussalam Faraj tidak tertangkap. Bahkan, ia masih sempat meraih gelar insinyur di Universitas Kairo. Dia tinggal dekat Bolak dan menikah dengan seorang wanita asli setempat.
Abdussalam Faraj adalah salah seorang lelaki yang teraniaya, baik ketika ia masih hidup maupun setelah ia meninggal dunia. Dia dizalimi oleh saudara, rekan, dan pengikut- pengikutnya. Dialah orang yang menghidupkan ide-ide cemerlang pada diri mereka dengan berbagai risalah jihad. Dan dialah yang menulis serta membahas buku termasyhur yang berjudul Al-Faridhah Al-Gha’ibah (Kewajiban Yang Hilang).
Dalam buku itu ia menyatakan bahwa jihad merupakan sebuah kewajiban yang telah lama hilang. Ia juga menyatakan, “Tidaklah suatu kaum meninggalkan jihad, melainkan mereka akan terjerumus dalam kehinaan.”
Abdussalam mendasarkan argumennya pada beberapa dalil syar’i. Ia menentang berbagai bentuk “Jam’iyyatul Khairiyyah wal Mu`assasiyyah” (lembaga dan yayasan amal) yang menafikan permasalahan jihad. Mengomentari mereka, Abdussalam berkata, “Ketika musim haji tiba, kalian pergi menunaikan haji dan membaca fikih haji. Ketika bulan Ramadan datang, kalian membaca fikih Ramadhan dan juga fikih zakat. Sedangkan tentang jihad, kalian sama sekali tidak pernah membicarakannya, meskipun hukum Islam tidak diterapkan dan umat dizalimi.”
Sebenarnya, permasalahan ini sudah dipikirkan oleh sebagian orang, namun belum terhimpun di dalam sebuah buku. Gagasan Abdussalam menjadi fenomenal karena dituangkan dalam sebuah buku berjudul Al-Faridhah Al-Gha’ibah (Kewajiban yang Hilang) ini.
Abdussalam Faraj berkenalan dengan seseorang bernama Sya‘ban Abdul Mu’thi dari Bolak. Ia memperkenalkan orang ini kepada Karam Zuhdi, penanggung jawab Jamaah Islamiyah di daerah Sha‘id. Waktu itu Jamaah Islamiyah belum cukup dikenal seperti setelah pembunuhan Anwar Sadat.
Karakter pergerakan di daerah pedalaman berbeda dengan pesisir laut. Jamaah Islamiyah memiliki pandangan bahwa mengubah kemungkaran harus dengan kekuatan. Mereka mendiami wilayah yang memiliki penduduk Nasrani. Hal ini menambah peliknya pelaksanaan idealisme yang mereka miliki.
Waktu itu, nama Jamaah Islamiyah belum dipahami seperti pengertian sekarang. Sebagian pengamat berpendapat bahwa Jamaah Islamiyah didirikan dengan nama ini, namun sebenarnya nama ini adalah nama lain dari Jamaah Al-Ikhwanul Muslimun. Mereka memakai nama ini supaya bisa menyusup ke dalam kampus-kampus di Mesir, di antaranya Universitas Asyuth dan Al-Mania. Penggunaan nama Jamaah Islamiyah berlanjut karena nama ini terlanjur sangat populer.
Setelah Muhammad Abdussalam Faraj bertemu dengan para aktivis Jamaah Islamiyah di Sha‘id, ia berkenalan dengan Thariq Az-Zumar dan Nabil Al-Maghribi dari Jamaah Jihad di Kairo. Kepada kedua kawan baru itu, Faraj mengutarakan idenya untuk mendirikan Negara Islam. Ide itu baru dan belum dikenal oleh pergerakan jihad Islam.
Aktivitas Jamaah Islamiyah di daerah Sha‘id, Al-Bahri, dan kawasan lainnya barulah sebatas membentuk kelompok- kelompok hisbah (lembaga penegak amar ma’ruf dan nahi mungkar). Kelompok hisbah ini adalah beberapa orang yang menyerukan kaum wanita untuk memakai jilbab dan mencegah ikhtilath (campur-baur) antara lelaki dan perempuan. Mereka juga aktif membahas berbagai problematika dengan kaum Nasrani di daerah mereka. Akan tetapi mereka belum sampaipada tingkat menggagas pendirian Negara Islam, hingga akhirnya Muhammad Abdussalam Faraj memaparkan gagasan baru itu.
Abdussalam Faraj berbicara tentang ide pendirian Negara Islam dan menjelaskan berbagai syubhat mengenai hal tersebut. Ia mengambil analogi (qiyas) historis yang belum pernah dipakai orang sebelumnya. Faraj membandingkan penjajahan Tartar dengan realitas kontemporer.
Orang-orang Tartar yang menjajah kaum muslimin memang sebuah fenomena unik. Mereka menjajah umat Islam kemudian masuk Islam, tetapi mereka tidak menegakkan syariat Islam. Pemerintahan Tartar malah membuat kitab undang-undang hukum sendiri, yang mereka sebut sebagai Al-Yasiq. Imam Ibnu Taimiyah mengkritisi masalah ini. Menurutnya, berhukum kepada Al-Yasiq adalah tindakan kufur, sebagaimana juga penetapannya sebagai syariat negara.
Fatwa Ibnu Taimiyah tentang Al-Yasiq adalah fatwa salaf yang cukup terkenal. Namun, tak seorang pun yang menerapkannya untuk menilai realitas masa kini, hingga Abdussalam Faraj melakukannya. Semua kitab mengenai pergerakan jihad yang ada sekarang ini pada dasarnya hanyalah melanjutkan pembahasan buku Al-Farîdhah Al-Ghâ’ibah.
Bersatunya Jamaah Jihad dan Jamaah Islamiyah
Kajian ilmiah Abdussalam Faraj menarik simpati generasi muda dan jamaah-jamaah jihad yang ada di saat itu. Ia pun mendapat kesempatan menggulirkan gagasannya tentang negara Islam kepada khalayak ramai. Di antara para pendengarnya terdapat Abud Az-Zumar.8 Ia mulai tertarik dengan gagasan negara Islam setahun sebelum bertemu dengan Abdussalam Faraj .
Letkol. Abud Az Zumar, salah seorang perwira menengah dalam dinas ketentaraan Mesir, adalah salah seorang di antara sekian tentara yang menolak sistem sekuler di Mesir. Saat itu ia juga berperan sebagai salah seorang pemimpin Jamaah Jihad.
Selanjutnya, para pendengar dakwah Faraj berdatangan dari berbagai pelosok Mesir (dari kedua jamaah ini-ed); di antaranya dari Aswan, Asyuth, dan Kena. Mereka membentuk sebuah Majelis Syura menyatu dengan kelompok Abdussalam Faraj yang sudah terbentuk sebelumnya9. (Hasil penyatuan (tansiq) diantara beberapa jamaah jihad ini terlihat dalam komposisi Majelis Syura, yang terdiri dari para tokoh Jamaah Jihad dan Jamaah Islamiyah. Mereka adalah Muhammad Abdussalam Faraj, Abud Az- Zumar dari Jamaah Jihad, Najih Ibrahim, Ishamuddin Darbalah, Ashim Abdul Majid, Thal’at Fu’ad Qasim dari Jamaah Islamiyah, serta Fu’ad Hanafi, Ali Syarif, Hamdi Abdurrahman, dan Usamah Hafizh. Lihat Al-Islambuli: Ru’yah al-Jadîdah li Tandzhîm Al-Jihâd oleh Rifa’at Sayyid Ahmad, ed.)
Demikianlah, kelompok Islam di Mesir mulai menjalin hubungan satu sama lain. Kerja sama ini didorong juga oleh gejolak politik yang terjadi di Mesir saat itu. Waktu itu Anwar Sadat sering mencerca para ulama. Syaikh Hafizh Salamah, salah seorang pahlawan pergerakan di kawasan Terusan Suez, pernah diejek oleh Sadat sebagai “Orang Gila dari Suez.” Sadat juga berkomentar sinis tentang Syaikh Al-Mahlawi, “Apa dia tidur? Bagaimana mungkin anjing tidur dalam penjara?”
Sadat terus saja mencemooh para ulama yang kritis. Akhirnya timbullah perseteruan antara Sadat dengan jamaah- jamaah Islam Mesir. Kemudian, para tokoh jamaah memutuskan bahwa Sadat harus dihabisi (Salah satu alasan kuat koalisi kelompok Islam membunuh Anwar Sadat adalah, karena dialah yang mempelopori pengakuan negara Arab atas kedaulatan isaat tidak ada satupun negara Arab yang mengakui keberadaan Negara Israel, ed.) setelah ia mengesahkan lima keputusan pada 3 September 1981. Keputusan pemerintah ini menjadi alat untuk menangkap 1536 orang. Dalam daftar orang yang akan ditangkap itu, kebanyakan adalah para aktivis jamaah Islam.
Kemudian, pihak keamanan berusaha menangkap Muhammad Abdussalam Faraj. Terjadi kontak senjata sehingga kaki Faraj terluka, namun ia berhasil meloloskan diri dengan mengendarai sepeda motor. Faraj berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain. Dalam pelariannya, ia masih mampu menyatukan semua jamaah dan menanamkan idenya tentang pendirian negara Islam. Abdussalam Faraj adalah seorang yang sangat santun dan rendah hati. Ia tidak pernah mengaku sebagai pemimpin, meskipun ia memang pemimpin kelompoknya.
Meskipun tekanan berat dilancarkan pihak pemerintah kepada jamaah-jamaah tersebut, namun mereka tidak mengakui adanya upaya pendirian Negara Islam. Di masa itu, semua jamaah ini sibuk melatih dan membina anggota masing-masing. Kebanyakan orang yang ikut dilatih dan direkrut oleh Abud Az- Zumar. Mereka langsung dilatih oleh Abu Abbas Syanan atau Nabil Al-Maghribi di Bolak. Kebanyakan pelatih itu berasal dari daerah pesisir.
Perencanaan Pembunuhan Sadat dan Peran Abdussalam Faraj
Pada saat pengikut Abdussalam Faraj semakin bertambah, masuklah Let. Khalid Al-Islambuli sebagai anggotanya. Khalid Al-Islambuli mengutarakan ide tentang pembunuhan Anwar Sadat dan meminta izin kepada Faraj. Ketika Khalid Al-Islambuli diinterogasi, ia ditanya oleh pemeriksanya, “Mengapa kamu pergi menemui Abdussalam Faraj secara khusus?” Dia menjawab, “Karena lelaki itu seorang yang fakih (paham persoalan agama, ed.).”
Orang-orang dari berbagai kawasan memang berdatangan kepada Faraj untuk menanyakan masalah agama. Seandainya ada orang lain yang menjadi penanggung jawab, niscaya mereka tidak akan pergi kepada Abdussalam Faraj. Jadi, Abdussalam Faraj adalah pemimpin tertinggi dan penanggung jawab semua perencanaan yang terjadi di masa itu.
Seminggu sebelum pembunuhan Anwar Sadat, Abdussalam adalah orang yang menyediakan senjata yang dikhususkan bagi para tentara peserta parade militer. Dia pula yang menyediakan peluru karena Khalid Al-Islambuli sebagai eksekutor tidak bisa mengambilnya dari gudang militer. Khalid berkata kepada Abdussalam bahwa ia tidak bisa memasukkan peluru ke lokasi parade. Pengamanan pihak intelijen sangat ketat. Abdussalam Faraj pun mendatangkan semua peralatan yang dibutuhkan oleh para eksekutor operasi itu secara sembunyi-sembunyi.
Operasi pembunuhan Anwar Sadat ini nyaris terbongkar. Ketika para aktivis yang ditangkap dari daerah Al-Bahri kedapatan menyembunyikan senjata, mereka bukanlah anggota kelompok yang berasal dari kawasan sekitar ibukota.
Semua orang yang terlibat dalam operasi pembunuhan Anwar Sadat berasal dari daerah Al-Bahri. Operasi yang dilakukan sebelum pembunuhan itu berhasil menangkap Nabil Al-Maghribi. Dia ditangkap dan disiksa, akan tetapi ia tidak membuka rahasia.
Nabil ditugaskan menulis pernyataan yang rencananya akan disiarkan TV “Al-Bayan” setelah pembunuhan Anwar Sadat terjadi. Rencana penyiaran ini memang idenya bersama Muhammad Al-Baltaji. Ia direkrut Muhammad Abdussalam Faraj di daerah Mansyiyah Al-Kubra. Setelah ditangkap, ia disiksa sampai mati.
Keterlibatan Aiman Azh-Zhawahiri
Jelaslah sekarang, bahwa peran Abdussalam Faraj sangat esensial dalam menyatukan jamaah-jamaah di Mesir dan dalam perencanaan pembunuhan Anwar Sadat. Pada masa itu, Aiman Azh-Zhawahiri masuk juga ke dalam pergerakan yang berencana membunuh Sadat.
Berjumpalah Dr. Aiman Azh-Zhawahiri dengan Letkol. Abud Az-Zumar, kedua tokoh Jamaah Jihad ini berdiskusi mengenai berbagai masalah. Keduanya menyepakati bahaya besar yang menanti kalau rahasia pergerakan mereka tersingkap. Dr. Aiman menerima kotak yang berisikan granat berpeluncur roket (RPG). Ia menyembunyikan senjata itu di kliniknya sebelum memindahkannya ke rumah Nabil Al-Bara’i.
Khalid Al-Islambuli sang Eksekutor
Let. Khalid Al-Islambuli adalah anak bungsu dari keluarga pejuang Islam. Lahir 14 November 1957 di Mallawi, Mesir. Lulus dari Akademi Militer Mesir dengan predikat cum laude. Ialah yang menembakkan peluru ke dada Presiden Anwar Sadat pada saat parade militer. Setelah eksekusi hukuman matinya, sang ibu merayakan di penjara Mesir sambil membagi kue dan mengatakan, “Hari ini anakku telah menikahi bidadari surga, dan inilah hidangan walimahnya.”, ed.
Ketika Khalid Al-Islambuli memunculkan ide pembunuhan Sadat, pada awalnya Abdussalam masih ragu untuk menyetujuinya. Faraj khawatir kalau hal itu akan menyingkap gerakan tersebut. Faraj kemudian meminta pendapat penanggung jawab militer, yaitu Abud Az-Zumar, yang berpengalaman dalam masalah intelijen. Az-Zumar pun menolak operasi itu karena akan menyingkap gerakan. Ia ingin proyek itu berkesinambungan, paling sedikit lima tahun lagi untuk menyiapkan generasi (kader penerus) sebanyak-banyaknya.
Sebelum operasi pembunuhan Sadat, koalisi kelompok Islam tersebut juga pernah merancang beberapa rencana pembunuhan, tetapi karena pertimbangan strategis, akhirnya ditunda, termasuk rencana menembak rumah peristirahatan Sadat dengan meriam penangkis serangan udara, ed.
Namun takdir berbicara lain. Khalid mendesak untuk memanfaatkan momen parade militer untuk membunuh Anwar Sadat. Ia menjamin bahwa para eksekutornya akan terbunuh secara bergilir. Khalid Al-Islambuli mengatakan, “Mereka akan membunuh kami (para eksekutor), untuk selanjutnya pergerakan ini tidak akan tersingkap.” Para pelaksana pembunuhan itu adalah Khalid sendiri, Atha’ Thayyal Hamidah (sahabat Faraj sejak di Tsanawiyah), Abdul Hamid Abdus Salam, serta Hasan Abbas. Beginilah operasi pembunuhan tersebut direncanakan, dan operasi itu pun berhasil dilaksanakan []
DETIK-DETIK TERBUNUHNYA PRESIDEN ANWAR SADAT
Jumat 2 Oktober 1981
- Agenda : Pembagian tugas eksekusi
- Tempat : Rumah Abdul Hamid bin Abdussalam (perwira desertir)
- Pimpinan eksekutor : Letnan Khalid Al-Islambuli (24 tahun)
- Anggota : Sersan Atha Thayyal Hamidah (27 tahun), sie peralatan, Sersan Abbas Muhammad (25 tahun), sie penembak jitu.
Selasa 6 Oktober 1981
- 03.00 Persiapan persenjataan
- 06.00 Persiapan kendaraan (truk) parade dan persenjataan.
- 09.00 Aba-aba Parade Militer diberikan.
- 10.00 Truk kelompok Khalid berjarak 40 yard dari mimbar kepresidenan.
- Khalid menodongkan pistol dan menyuruh pengemudi turun.
- Khalid melemparkan granat dan menimbulkan kekacauan.
- Abbas Muhammad bangkit dan menembak Anwar Sadat, mengenai lehernya.
- Atha Thayyal melemparkan granat dan meledak antara truk dan mimbar kepresidenan.
- Khalid melompat dan mencari Anwar Sadat di mimbar kepresidenan.
- 12.12 Letnan Khalid Al-Islambuli menembak Anwar Sadat secara telak untuk menghindari risiko kegagalan.
Komentar Para Eksekutor :
“Saya memohon kepada Allah agar diberi kehormatan untuk membuat diktator itu membayar dosa-dosanya. Saya tidak benci terhadapnya. Saya seorang muslim dan saya bersembahyang. Saya berbuat demikian hanya demi kejayaan Islam.” (Abbas Muhammad)
“Saya membunuh Sadat, tetapi saya tidak bersalah. Saya telah melakukan perbuatan itu dengan niat jihad demi agama dan demi negeri saya.” (Khalid Al-Islambuli)
Posting Komentar untuk "Peristiwa Fenomenal Pembunuhan Anwar Sadat"