Keutamaan Shalat Nafilah, macam dan Pembagiannya

Shalat Nafilah atau shalat tambahan yang tidak tidak disunnatkan berjamaah dibagi menjadi dua: sebagian merupakan pengiring dari shalat-shalat fardhu yang telah diterangkan di atas. Dan sebagian lain¬nya adalah shalat nafilah yang tidak mengiringi shalat fardhu. Masing- masing akan diterangkan sendiri-sendiri. 

A. SHALAT NAFILAH YANG MENGIRINGI SHALAT FARDHU 

Shalat Nafilah jenis ini ada dua macam: yang mu'akkad, dan yang tidak mu'akkad. 

Adapun yang mu'akkad (ditekankan) ialah: 2 rakaat sebelum shalat Shubuh, 2 rakaat sebelum shalat Zhuhur, 2 rakaat sesudahnya, 2 rakaat sesudah shalat Maghrib, dan 2 rakaat sesudah shalat 'Isya. 

Al-Bukhari (1126) dan Muslim (729) telah meriwaiyatkan dari Ibnu Umar RA, dia berkata:

 حَفِظْتُ مِنَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَشْرَ رَكَعَاتٍ: رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الظُّهْرِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَهَا، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ فِى بَيْتِهِ، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعِشَاءِ فِى بَيْتِهِ، رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ صَلاَةِ الصُّبْحِ كَانَتْ سَاعَةً لاَيُدْخَلُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْهَا 

Saya hafal dari Nabi SAW 10 rakaat: 2 rakaat sebelum Zhuhur, 2 rakaat sesudahnya, 2 rakaat sesudah Maghrib di rumah beliau, 2 rakaat se¬sudah 'Isya di rumah beliau, dan 2 rakaat sebelum shalat Shubuh, ada¬lah saat di mana Nabi SAW tak bisa ditemui.

Yang paling mu'akkad di antara rakaat-rakaat tersebut ialah 2 rakaat Fajar (sebelum Shubuh). Karena, menurut riwayat al-Bukhari (1116) dan Muslim (724), dari 'Aisyah RA, dia berkata:

 لَمْ يَكُنِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى شَيْئٍ مِنَ النَّوَافِلِ اَشَدَّ تَعَاهُدًا مِنْهُ عَلَى رَكْعَتَيِ الْفَجْرِ


 Tidak ada satu pun di antara shalat-shalat Nafilah yang lebih ditekuni oleh Nabi SAW daripada dua rakaat Fajar. 

Adapun yang tidak mu'akkad ialah: 

— 2 rakaat lagi sebelum shalat Zhuhur. Menurut riwayat al- Bukhari (1127), dari 'Aisyah RA:

 كَانَ لاَيَدَعُ اَرْبَعًا قَبْلَ الظُّهْرِ، وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْغَدَاةِ 

Bahwasanya Nabi S A W tidak meninggalkan empat rakaat sebelum Zhuhur, dan dua rakaat sebelum pagi. 

Maksudnya, shalat Fajar. Sedang menurut Muslim (730):

 كَانَ يُصَلِّى فِى بَيْتِ قَبْلَ الظُّهْرِ اَرْبَعًا ، ثُمَّ يَخْرُجُ فَيُصلِّى بِالنَّاسِ، ثُمَّ يَدْخُلُ فَيُصَلِّى رَكْعَتَيْنِ 

Nabi shalat di rumahku sebelum Zhuhur empat rakaat, sesudah itu ke¬luar lalu shalat bersama orang banyak. Kemudian masuk lagi lalu shalat dua rakaat. 

Dan ditambah 2 rakaat lagi sesudah shalat Zhuhur. Karena, me¬nurut al-Khamsah (lima periwayat), yang disahkan pula oleh at-Tirmidzi (427, 428), dari Ummu Habibah RA, dia berkata: Pernah aku men¬dengar Nabi SAW bersabda: 

مَنْ صَلّى اَرْبَعَ رَكَعَاتٍ قَبْلَ الظُّهْرِ اَرْبَعًا بَعْدَهَا، حَرَّمَهُ اللهُ عَلَى النَّارِ 

Barangsiapa shalat empat rakaat sebelum Zhuhur, dan empat rakaat se¬sudahnya, maka Allah mengharamkannya terhadap neraka. 

Hal-hal tersebut di atas dalam kaitannya dengan shalat Jum'at, sama seperti halnya dengan shalat Zhuhur. Karena shalat Jum'at adalah pengganti shalat Zhuhur. Jadi, disunnatkan sebelum Jum'at 4 rakaat: 2 rakaat mu'akkad dan 2 rakaat lainnya tidak mu'akkad. Demikian pula sesudahnya. 

Menurut riwayat Muslim (881), dari Abu Hurairah RA, dia berkata: Sabda Rasulullah SAW:

 اِذَا صَلَّى اَحَدُُكمُ الْجُمُعَةَ فَلْيُصَلِّ بَعْدَهَاَ اَرْبَعًا 

Apabila seorang dari kamu sekalian shalat Jum'at, maka hendaklah shalat sesudahnya empat rakaat. 

Sedang at-Tirmidzi (523) meriwayatkan, bahwa Ibnu Mas'ud RA melakukan shalat 4 rakaat sebelum Jum'at, dan 4 rakaat sesudahnya. Tampaknya, hal itu merupakan tauqif, maksudnya dia ketahui dari per¬buatan Nabi SAW. 

-- 4 rakaat sebelum shalat 'Ashar. Karena, menurut riwayat at- Tirmidzi (430), yang juga dia nyatakan hasan, dari Ibnu Umar RA, bahwa Nabi SAW bersabda:

 رَحِمَ اللهُ امْرَءًاصَلَّى قَبْلَ الْعَصْرِاَرْبَعًا 

Allah merahmati seseorang yang shalat empat rakaat sebelum 'Ashar. 

Empat rakaat sebelum 'Ashar ini dilakukan dua rakaat- dua raka'at. Karena, menurut riwayat at-Tirmidzi (429) dan lainnya, dari Ali RA:

 كَانَ لنَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّى قَبْلَ الْعَصْرِ اَرْبَعَ رَكَعَاتٍ يَفْصِلُ بَيْنَهُنَّ بِالتَّسْلِيْمِ 

Nabi SAW melakukan shalat empat rakaat sebelum 'Ashar, yang beliau pisahkan di antaranya dengan salam. 

Dan 2 rakaat pendek sebelum shalat Maghrib. Karena, menurut riwayat al-Bukhari (599) dan Muslim (837), sedang lafazh hadits menurut Muslim, dari Anas RA, dia berkata:

 كُنَّا بِالْمَدِيْنَةِ، فَاِذَا اَذَّنَ الْمُؤَذِّنُ لِصَلاَةِ الْمَغْرِبِ ابْتَدَرُواالسَّوَارِىَ، فَيَرْكَعُوْنَ رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ، حَتَّى اِنَّ الْغَرِيْبَ لَيَدْخُلُ الْمَسْجِدَ فَيَحْسِبُ اَنَّ الصَّلاَةَ قَدْ صُلِّيَتْ، مِنْ كَثْرَةِ مَنْ يُصَلِّيْهِمَا 

Kami berada di Madinah. Apabila mu'adzdzin menyeru untuk shalat Maghrib, maka orang-orang segera menuju tiang-tiang, lalu shalat dua rakaat - dua rakaat, sampai orang asing benar-benar akan menyangka ketika masuk masjid, bahwa shalat telah terlaksana, karena banyaknya orang yang shalat dua rakaat itu. 

As-Sawari: jamak Sariyah, artinya: tiang yang menyangga atap bersama yang lain-lain, dan disebut pula Usthuwanah. Ibtadaru 's-Sawari: mereka cepat-cepat menuju tiang-tiang itu, lalu masing-masing berdiri di belakang salah satu diantaranya. - Rak'ataini 

rak'ataini: dua rakaat - dua rakaat. Maksudnya tiap-tiap orang shalat dua rakaat, tidak lebih. 

Adapun yang dimaksud, bahwa kedua rakaat itu pendek ialah, bahwa shalat itu dilakukan asal tetap memenuhi rukun-rukun, sunnah- sunnah dan kesopanan-kesopanannya.

Dan mustahab pula melakukan shalat 2 rakaat pendek sebelum ahalat 'Isya. Karena,֊ menurut riwayat al-Bukhari (601) dan Muslim (838), dari Abdullah bin Mughaffal RA, dia berkata: Sabda Nabi SAW:

 بَيْنَ كُلِّ اَذَانَيْنِ صَلاَةٌ، ثَلاَثًا لِمَنْ شَاءَ 

Antara tiap-tiap dua seruan ada shalat, -demikian beliau katakan tiga kali-, bagi orang yang mau. 

Dan menurut riwayat lain:

 بَيْنَ كُلِّ اَذَانَيْنِ صَلاَةٌ، بَيْنَ كُلِّ اَذَانَيْنِ صَلاَةٌ، ثُمَّ قَالَ فِى الثَّالِثَةِ: لِمَنْ شَاءَ 

"Antara tiap-tiap dua seruan ada shalat, antara tiap-tiap dua seruan ada shalat". Kemudian, pada kali yang ketiga beliau։ mengatakan: "..... bagi orang yang mau." 

AI-Adzanain: dua seruan. Maksudnya, adzan dan iqamat.

A. SHALAT NAFILAH YANG TIDAK MENGIRINGI SHALAT FARDHU. 

Shalat Nafilah jenis ini pun terbagi dua: shalat-shalat Nafilah yang bernama dan mempunyai waktu-waktu tertentu, dan shalat-shalat Nafi¬lah mutlak, yang tidak mempunyai nama maupun waktu tertentu. 

Adapun shalat-shalat Nafilah yang bernama dan mempunyai waktu-waktu tertentu, ialah: 

1. Tahiyatul Masjid. 

Shalat ini dua rakaat sebelum duduk pada tiap kali masuk masjid. Dalilnya ialah hadits riwayat al-Bukhari (433) dan Muslim (714):

 فَاِذَا دَخَلَ اَحَدُكُمُ الْمَسْجِدَ، فَلاَ يَجْلِسْ حَتَّى يُصَلِّىَ رَكْعَتَيْنِ 

Apabila seorang dari kamu sekalian masuk masjid, maka janganlah duduk sebelum shalat dua rakaat. 

Tahiyatul Masjid itu bisa juga dilakukan dengan shalat fardhu, atau dengan shalat nafilah apa saja yang lain. Karena tujuannya, agar orang jangan langsung duduk di masjid sebelum shalat. 

2. Witir Shalat ini sunnah mu'akkadah. 

Disebut witir (gasal), karena diakhiri dengan satu rakaat, berlainan dengan shalat-shalat lainnya. At-Tirmidzi (453) dan lainnya meriwayatkan dari Ali RA, bahwa dia berkata:

 اِنَّ الْوِتْرَ لَيْسَ بِحَتْمٍ كَصَلاَتِكُمُ الْمَكْتُوْبَةِ، وَلَكِنْ سَنَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ 

Sesungguhnya shalat Witir itu tidak wajib seperti halnya shalat fardhu kamu sekalian. Tetapi, menjadi kebiasaan Rasulullah SA W. 

Dan juga menurut at-Tirmidzi dan Abu Daud (1416); Sabda Rasu¬lullah SAW:

 يَااَهْلَ الْقُرْاَنِ اَوْتِرُوْا، فَاِنَّ اللهَ وِتْرٌ يُحِبُّ الْوِتْرَ 

Hai Ahli Qur'an, berwitirlah. Sesungguhnya Allah itu Maha Gasal, menyukai yang gasal. 

Adapun waktu shalat Witir adalah antara shalat 'Isya dan terbit fajar. Dan lebih utama jika diakhirkan pada akhir dari shalat malam. 

Menurut Abu Daud (1418), bahwa Nabi SAW bersabda:

 اِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ اَمَدَّكُمْ بِصَلاَةٍ وَهِيَ خَيْرٌ لَكُمْ مِنْ حُمْرِ النَّعَمِ، وَهِىَ الْوِتْرُ، فَجَعَلَهَالَكُمْ فِيْمَا بَيْنَ الْعِشَاءِ اِلَى طُلُوْعِ الْفَجْرِ 

Sesungguhnya Allah 'Azza Wa Jalla menganugerahi kamu sekalian shalat yang lebih baik bagimu daripuda unta merah ), yaitu shalat Witir. Allah meletakkan shalat Witir itu bagimu di antara 'Isya sampai terbit fajar.

Sedang al-Bukhari (953) dan Muslim (749) meriwayatkan dari Nabi SAW, beliau bersabda:

 اِجْعَلُوااَخِرَ صَلاَتِكُمْ مِنَ الَّيْلِ وِتْرَا 

Jadikanlah shalat kamu yang terakhir pada waktu malam, gasal (witir}. 

Yang sedemikian itu apabila seseorang berharap bisa bangun pada akhir malam. Tetapi bagi orang yang khawatir takkan bisa bangun, maka boleh shalat Witir sesudah shalat fardhu dan suakah 'Isya. 

Menurut riwayat Muslim (755), dari Jabir RA, dia berkata: Sabda Rasulullah SAW:

 مَنْ خَافَ اَنْ لاَيَقُوْمَ اَخِرَالَّيْلِ فَلْيُوْتِرْ اَوَّلَهُ، وَمَنْ طَمَعَ اَنْ يَقُوْمَ اَخِرَهُ فَلْيُوْتِرْ اَخِرَالَّيْلِ، فَاِنَّ صَلاَةَ اَخِرِالَّيْلِ مَشْهُوْدَةٌ، وَذَلِكَ اَفْضَلُ 

Barangsiapa khawatir takkan bisa bangun pada akhir malam, maka hen¬daklah shalat Witir pada awal malam. Dan barangsiapa berharap akan bisa bangun pada akhir malam, maka hendaklah shalat Witir pada akhir malam. Karena, sesungguhnya shalat pada akhir malam itu disaksikan. Dan itu lebih baik. 

Masyhudah: disaksikan para malaikat. Sedang menurut riwayat al-Bukhari (1880) dan Muslim (721), dari Abu Hurairah RA, dia berkata:

 اَوْصَانِى خَلِيلِى بِثَلاَثٍ: صِيَامِ ثَلاَثَةِ اَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ، وَرَكْعَتَىِ الضُّحَى، وَاَنْ اُوْتِرَ قَبْلَ اَنْ ارْقُدَ، اَى اُصَلِّى الْوِتْرَ قَبْلَ اَنْ اَنَامَ 

Aku mendapat wasiat dari kekasihku (Nabi Muhammad SA W) tiga perkara: puasa tiga hari pada setiap bulan, shalat Dhuha dua rakaat, dan agar melakukan shalat Witir sebelum tidur.

Shalat Witir sedikit-dikitnya satu rakaat. Tetapi, kalau hanya se¬kian, makruh hukumnya. Adapun yang sempurna, sekurang-kurangnya tiga rakaat: 2 rakaat disambung, dan 1 rakaat lagi tersendiri. Sedang kesempurnaan yang sebanyak-banyaknya untuk shalat Witir adalah 11 rakaat, dengan salam t|ap-tiap kali 2 rakaat, kemudian diakhiri dengan 1 rakaat. 

Muslim (752) telah meriwayatkan dari Abu Hurairah RA, dia ber¬kata: Sabda Rasulullah SAW: اَلْوِتْرُ رَكْعَةٌ مِنْ اَخِرَالَّيْلِ 

Shalat Witir itu satu rakaat pada akhir malam. 

Sedang menurut riwayat al-Bukhari (1071), Muslim (736) dan lain¬nya -sedang lafazh hadits ini menurut Muslim-, dari 'Aisyah RA, dia berkata:

 كاَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلّىَ اللهُ عَلَيْهِ يُصَلِّى مَابَيْنَ اَنْ يَفْرُغَ مِنْ صَلاَةِ الْعِشَاءِ اِلَى الْفَجْرِ اِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً، يُسَلِّمُ بَيْنَ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ، وَيُوتِرُ بِوَاحِدَةٍ، فَاِذَاسَكَتَ الْمُؤَذِّنُ مِنْ صَلاَةِالْفَجْرِ، وَتَبَيَّنَ لَهُ الْفَجْرُ، وَجَاءَهُ الْمُؤَذِّنُ، قَامَ فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ خَفِيْفَتَيْنِ ثُمَّ اضْطَجَعَ عَلَى شِقِّهِ اْلاَيْمَنِ حَتَّى يَأْتِيَهُ الْمُؤَذِّنُ لِْلاِقَامَةِ 

Nabi SAW shalat antara seusainya dari shalat 'Isya sampai dengan fajar, sebanyak sebelas rakaat, dengan mengucapkan salam di antara tiap-tiap dua rakaat, lalu menggasalkan dengan satu rakaat. Apabila mu 'adzdzin pada shalat Fajar telah diam, dan telah nampak pula fajar bagi beliau, sedang mu 'adzdzin itu datang kepada beliau, maka beliau pun bangkit lalu shalat dua rakaat pendek, sesudah itu berbaring miring pada sisi kanannya, sampai mu 'adzdzin datang pula kepada beliau untuk iqamat. 

Rak'ataini khafifatain: dua rakaat ringan (pendek), yaitu shalat sunnah Fajar. 

Dalam pada itu, Abu Daud (1422) juga meriwayatkan dari Abu Ayyub RA, dia berkata: Sabda Rasulullah SAW:

 اَلْوِتْرُ حَقٌّ وََجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ، فَمَنْ اَحَبَّ اَنْ يُوْتِرَ بِخَمْسٍ فَلْيَفْعَلْ وَمَنْ اَحَبَّ اَنْ يُوْتِرَ بِثَلاَثٍ فَلْيَفْعَلْ، وَمَنْ اَحَبَّ اَنْ يُوْتِرَ بِوَاحِدَةٍ فَلْيَفْعَلْ 

Shalat Witir adalah haq atas setiap muslim. Maka, barangsiapa ingin shalat Witir lima rakaat, maka lakukanlah. Dan barangsiapa ingin shalat Witir tiga rakaat, maka lakukanlah. Dan barangsiapa-ingin shalat Witir satu rakaat, juga lakukanlah. 

Haq: disyari'atkan dan diperintahkan. 

3. Shalat Malam (Qiyamu 'I-Lail) 

Shalat ini disebut juga Tahajjud, manakala dilakukan sesudah tidur. Tahajjud memang artinya: meninggalkan hujud (tidur). 

Qiyamu '1-Lail hukumnya sunnah, berapa rakaat saja, tanpa batas. Dilakukan sesudah bangun tidur, selagi belum terdengar adzan fajar. 

Adapun dalil tentang disyari'atkannya Qiyamu 'l-Lail, adalah fir¬man Allah Ta'ala: 

Dan pada sebagian malam, bertahajjudlah kamu, sebagai suatu ibadat tambahan bagimu. Mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. (Q.S. al-Isra': 79) 

Tahajjad: tinggalkanlah hujud (tidur), bangunlah lalu shalat dan membaca al-Qur'an. 

Nafilatan laka: tambahan khusus bagimu (Nabi Muhammad) selain shalat-shalat fardhu yang diwajibkan. 

Dan menurut riwayat Muslim (1163) dan lainnya, dari Abu Hurai- rah RA, dia berkata:

 سُئِلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلّىَ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اَيُّ الصَّلاَةِ اَفْضَلُ بَعْدَ الْمَكْتُوْبَةِ، قَالَ الصَّلاَةُ فَىْ جَوْفِ الَّيْلِ 

Pernah Rasulullah SA W ditanya, * 'Shalat apakah yang paling utama se¬sudah shalat fardhu?" Jawab Rasul: "Shalat di tengah malam." 

Jaufu '1-Lail: tengah malam, saat-saat memusatkan perhatian untuk ibadat. 

4. Shalat Dhuha. 

Shalat ini scdikit-dikitnya 2 rakaat, dan sebanyak-banyaknya 8 rakaat. Al-Bukhari (1880) dan Muslim (721) telah meriwayatkan dari Abu Hurairah RA, dia berkata:

 وَاَنْتَ عَلاَّهُ الْغُيُوْبِ، اَللَهُمَّ اِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ اَنَّ هَذَااْلاَمْرَ خَيْرٌ لِى فِى دِيْنِى وَمَعَاشِى وَعَاقِبَةِ اَمْرِى، فَاقْدرْهُ لِى وَيَسِّرْهُ لِى ثُمَّ بَارِكْ لِى فِيْهِ، اَللَهُمَّ اِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ اَنَّ هَذَااْلاَمْرَ شَرٌّ لِى فِى دِيْنِى وَمَعَاشِى وَعَاقِبَةِ اَمْرِى فَاصْبِرْهُ عَنِّى وَاصْرِفْنِى عَنْهُ، وَاقْدُرْلِىَ الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ، ثُمَّ رَضِّنِى بِهِ، قَالَ: وَيُسَمِّ حَاجَتَهُ 


Ya Allah, sesungguhnya aku memohon pilihan kepada-Mu dengan pe¬ngetahuan Engkau; dan aku memohon kekuatan kepada-Mu dengan ke¬kuasaan Engkau; dan aku memohon kepada-Mu kemurahan Engkau yang luas. Karena, sesungguhnya Engkau berkuasa, sedang aku tidak; dan Engkau mengetahui, sedang aku tidak; dan Engkau Maha Menge-tahui perkara-perkara yang gaib. 

Ya Allah, sekiranya telah Engkau ketahui, bahwa perkara ini baik bagi¬ku mengenai agamaku, penghidupanku dan kesudahan nasibku, maka betikanlah perkara itu kepadaku, dan mudahkanlah ia bagiku, kemu¬dian berkatilah ia bagiku. 

Ya Allah, sekiranya telah Engkau ketahui, bahwa perkara ini tidak baik bagiku mengenai agamaku, penghidupanku dan kesudahan nasibku, maka jauhkanlah ia dariku, dan jauhkanlah aku darinya, dan berilah aku yang lebih baik di mana saja adanya, dan jadikanlah aku menyukai¬nya. 

Kata Rasul: "Dan hendaklah ia menyebut hajatnya". 

Sedang shalat-shalat Nafilah Mutlak, yang tidak mempunyai nama dan waktu tertentu, ialah shalat-shalat Nafilah yang boleh dilakukan se¬luka hati kapan saja, asal tidak pada waktu-waktu tertentu yang makruh untuk melakukan shalat. Pada keterangan lalu, waktu-waktu ini sudah pernah kami jelaskan. 

Menurut riwayat Ibnu Majah, bahwa Nabi SAW pernah berkata kepada Abu Dzar RA:

 اَلصَّلاَةُ خَيْرُ مَوْضُوْءٍ، اِسْتَكْثِرْ اَوْاَقِلَّ 

Shalat adalah sebaik-baik perkara yang diadakan orang. Lakukanlah banyak-banyak atau sedikit. 

Begitulah. Dan ketahuilah, bahwasanya dalam melakukan shalat Nafilah Mutlak, disunnatkan agar tiap-tiap dua rakaat, salam, baik malam maupun siang. Adapun dalilnya ialah hadits riwayat al-Bukhari (946) dan Muslim (749):

  صَلاَةُ الَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى 

Shalat malam itu dua-dua, dua-dua. (Hadits serupa dikeluarkan pula oleh Abu Daud: 129S, dan lainnya).

Sedang yang dimaksud dua-dua ialah agar mengucapkan salam tiap-tiap dua rakaat.