Adapun hikmah dari disyari’atkannya cara-cara shalat seperti ini adalah agar memudahkan bagi mukallaf. Karena dengan demikian, ia tetap dapat menunaikan kewajiban ini pada saat dia sangat memerlukan hubungan dengan Allah ‘Azza Wa Jalla, untuk memohon pertolongan dan kemenangan kepada-Nya, yaitu saat ia bertempur melawan orang-orang kafir di medan perang. Maka, tenteramklah hatinya dengan mengingat Tuhannya Yang Maha Agung lagi Maha Luhur, dan bertambahlah kepercayaannya akan pertolongan dan bantuan-Nya, sedang telapak kakinya mantap menginjak bumi pertempuran, sehingga porak-porandalah kebatilan, sedang kejayaan dan kemenangan dapat diraih oleh para pembela kebenaran. Dan Maha Benarlah Allah Yang Agung dengan firman-Nya:
Hai orang-orang yang beriman. apabila kamu memerangi pasukan (musuh), Maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung. (Q.S. al-Anfaal: 45).
Dan patut diterangkan di sini, bahwa shalat Khauf dengan cara-cara tersebut di atas, memungkinkan tentara muslim tetap menegakkan shalat tanpa kesulitan, meski cara-cara dan sarana-sarana perang berbeda-beda menurut waktu dan tempat, apalagi jika sifat peperangan tidak memerlukan berhadap-hadapannya secara terang-terangan antara unsur-unsur manusia yang saling bertempur, sebagaimana yang terjadi sekarang ini di berbagai medan perang.
BETAPAPUN, SHALAT TIDAK BOLEH DIGUGURKAN
Bari keterangan dia atas jelaslah, bahwa bagaimana pun kewajiban shalat tidak bisa gugur, betapapun hebatnya uzur, selagi orang masih mukallaf dan masih hidup. Hanya saja, Allah ‘Azza Wa Jalla memberi kemurahan berupa penangguhan, seperti jamak antara dua shalat, berupa peringkasan seperti shalat dalam perjalanan, atau berupa pemudahan dalam cara pelaksanaannya, seperti shalat Khauf dan shalat dalam keadaan sakit, yang semua itu disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta penyebab-penyebabnya.