Tuntutan Berlaku Jujur dalam Islam

Apa arti jujur, pengertian jujur dalam islam, apa dalil atau haditsnya? Mengapa kita dituntut berlaku jujur dalam ajaran agama islam? Pengertian jujur adalah perkataan atau perbuatan yang sesuai dengan kebenaran. Maka, jujur segaris dengan kebenaran. Orang yang berlaku jujur, selain menguntungkan bagi orang lain, maka dirinya sendiri yang mendapatkan manfaatnya, baik di dunia maupun di akhirat, sebagaimana hadits sabda Nabi Muhammad Rasulullah saw. yang artinya : 

Kamu wajib berlaku benar, karena sesungguhnya kebenaran itu membawa kepada kebaikan, dan kebaikan itu membawa ke surga. Seseorang yang selalu berlaku benar dan mengusahakan sungguh-sungguh akan kebenaran akan dicatat dia di sisi Allah sebagai seorang shiddiq (ahli benar) (H.R. Bukhari dan Muslim).

Jika dusta itu menuturkan sesuatu yang berlainan dengan yang sebenarnya, maka jujur itu memberitahukan sesuatu dengan sebenarnya. Telah banyak orang jatuh korban akibat ganasnya si dusta, bagaimana rasanya hati jika didustai orang yang kita percayai, teman, kenalan atau lainnya.

Orang yang sehat rohaninya, mesti senang kepada kejujuran. Dalam bahasa sehari-hari jujur sering diartikan atau diterjemahkan sebagai sikap terbuka, yakni tidak ada sesuatu yang perlu dirahasiakan atau di tutup-tutupi. Jujur juga berarti pula menempatkan sesuatu pada tempat yang selayaknya sesuai dengan tuntutan dan tuntunan. Kejujuran merupakan sifat terpuji dan kunci sukses dalam pergaulan. Tidak diragukan lagi bahwa semua orang menuntut adanya sifat jujur, baik kepada diri sendiri maupun kepada orang lain, tidak terbatas apakah dia seorang siswa atau guru, seorang pimpinan atau bawahan, orang tua atau anak-anak, dan semua orang dalam segala lapisan di mana pun mereka berada dituntut untuk berlaku jujur. Begitu besar tuntutan untuk berlaku jujur, namun dalam kenyataan sehari-hari, tidak semua orang melakukan kejujuran ini.

Jika disimak benar-benar hadis Rasulullah di atas, maka jujur sebenarnya merupakan induk dari sifat-sifat terpuji lainnya. Apabila sifat jujur ini tidak diwujudkan pada diri seseorang, maka sulitlah sifat-sifat terpuji lainnya dapat dicapai. Firman Allah swt. dalam Al-Qur'an surat Al-Ahzab (33) ayat 70- 72 yang artinya sebagai berikut : 

"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar, niscaya Allah akan memperbaiki amal-amalmu dan mengampuni dosa-dosamu". "Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, tetapi semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir tidak akan melaksanakannya (berat), lalu dipikullah amanat itu oleh manusia. Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat bodoh."

Sehubungan dengan masalah kejujuran ini, Imam Ahmadi mengetengahkan sebuah riwayat bersumber dari Abdullah bin Umar, bahwa pada suatu ketika ada seorang lelaki datang kepada Rasulullah saw., seraya bertanya: "Ya Rasulullah, apakah amal penghuni surga"? Jawab Rasulullah: 

"Berkata benar. jika seorang berkata benar, berarti dia telah berbakti kepada Allah. Jika dia berbakti kepada Allah berarti dia beriman. Dan jika dia beriman; sudah barang tentu dia masuk surga". Lelaki itu kemudian bertanya lagi: "Ya Rasul Allah, apakah amal penghuni neraka?" Jawab Rasulullah: "Berdusta. Jika seorang berdusta, berarti dia telah durhaka kepada Allah, berarti dia telah melakukan tindak kekufuran. Dan jika dia kufur sudah barang tentu dia masuk neraka ".

Membiasakan diri untuk selalu berkata yang benar merupakan sesuatu yang lebih baik dan pada segala yang ada di atas bumi, baik berupa kesenangan maupun kebendaan. Abdullah bin Umar mengetengahkan sebuah riwayat, bahwa Rasulullah saw. telah bersabda: "Empat perkara bila dirimu telah memilikinya, maka segala urusan duniawi tidak akan pernah lepas dari jangkauanmu: Memelihara amanat, berkata benar, berkelakuan baik, dan menjaga diri dari makanan haram ".

Dalam realitas kehidupan bermasyarakat, menunjukkan bahwa orang yang berbuat jujur selalu disenangi oleh orang lain. Bahkan orang yang jujur dengan mudah dapat meningkatkan martabatnya. Kita dapat mengambil contoh salah satu dari sikap Nabi Muhammad saw. ketika beliau diamanati tugas oleh Siti Khadijah RA untuk menjalankan usaha dagangannya. Oleh karena kejujuran beliau dalam berdagang, maka usaha tersebut berhasil dengan meraih keuntungan yang besar. Di samping itu nama beliau sebagai seorang yang jujur semakin terkenal di mana-mana, bahkan orang yang sesungguhnya menjadi musuhnya tetapi menyimpan uangnya kepada Nabi saw, padahal mereka itu ada yang dari Nasrani dan Yahudi.

Adapun contoh lain tentang kejujuran ini adalah yang dilakukan oleh seorang budak penggembala kambing pada zaman Khalifah Umar bin Khaththab. Ketika budak itu sedang menggembalakan kambing-kambing milik tuannya, datang Khalifah Umar bin Khaththab membujuk dan merayunya untuk membeli salah seekor dari kambing- kambing itu. Namun ternyata anak muda itu tidak mau menjualnya, karena kambing itu bukan miliknya, tapi milik tuannya. Padahal jika dia mau menjual kambing itu hanya seekor saja, tuannya tentu tidak akan mengetahuinya. Ia tidak mau melakukan perbuatan yang tidak jujur itu, karena Allah pasti mengetahuinya. Oleh karena terpojok dan tidak dapat banyak bicara, dibandingkan dengan sifat jujur keimanan yang menggelora dalam dirinya, lalu mengucapkan kata kunci ke hadapan Umar: "Fa aina Allah"? (Maka di manakah Allah?). Khalifah Umar sangat terharu menyaksikan kejujuran budak itu. Beliau lalu membebaskan budak itu, sebagai imbalan dari kejujurannya, budak itu menjadi merdeka dan dicintai banyak orang, disuruh Umar untuk menyebarkan sifat kejujuran itu kepada siapapun yang dihadapinya.

Posting Komentar untuk "Tuntutan Berlaku Jujur dalam Islam"