Menerapkan Sikap Saling Pengertian dalam Islam

Saling pengeritan atau tafahum berasal dari bahasa arab. Tentang tafahum, Nabi Muhammad saw. pemah bersabda yang artinya: "Perbedaan paham di antara umatku adalah suatu rahmat".

Kata "tafahum" artinya saling pengertian. Suatu realitas kehidupan sosial menunjukkan bahwa di dalam masyarakat, kita banyak menemukan apa yang kita sebut multi perbedaan, seperti perbedaan dalam keyakinan dan beribadah, perbedaan dalam adat istiadat, perbedaan dalam bahasa, perbedaan pendapat, dan sebagainya. Semua perbedaan itu bukan harus dibantah dan dipertentangkan, tetapi harus saling dipahami. Kita harus menghadapinya dengan cara tafahum terhadap segala perbedaan yang ada.

Kita yakin, bahwa dengan menerapkan sifat dan sikap tafahum dalam kehidupan sehari-hari terhadap sesama teman, sesama umat Islam dan terhadap sesama anggota masyarakat, maka hidup kita akan rukun dan damai. Dengan tafahum berarti kita telah mengamalkan kebaikan. Allah menyuruh kita untuk berbuat kebaikan sebagaimana firman-Nya dalam surat Al-Baqarah (2) ayat 195 yang artinya:

... dan berbuat baiklah. Sungguh, Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik".

Sabda Nabi Muhammad saw. bahwa perbedaan faham merupakan potensi untuk mendatangkan rahmat dari Allah swt adalah benar. Setelah saling memahami, maka langkah selanjutnya adalah berfastabiqu al-khairaat, berlomba-lomba berbuat kebaikan, karena ujung-ujungnya adalah siapa yang lebih baik amalannya.

Tafahum atau saling pengertian dalam Hal Keyakinan Beribadah

Para Ulama' Mujtahid besar Imam Malik, Imam Ibnu Hambal, Imam Syafi'ie dan Imam Abu Hanifah, keempatnya telah mewariskan karya besar mereka kepada kita umat Islam. Allah yarhamhum. Di sisi lain dalam Islam banyak terdapat empat madzhab mereka. Mazhab adalah paham atau aliran yang merupakan hasil pemikiran para ulama melalui ijtihad atas dasar Al-Qur'an dan Al-Hadits. Empat mazhab yang terkenal adalah, mazhab Syafi'i, Maliki, Hambali dan Hanafi. Dalam berijtihad adakalanya para ulama berbeda pendapat. Namun perbedaan pendapat atau perselisihan tersebut pada hakikatnya adalah sebagai rahmat Allah bagi umat Islam, karena semuanya untuk kebaikan umat Islam dalam melaksanakan perintah Allah.

Kita tidak perlu menyebutkan bahwa kitalah yang paling benar, sedangkan yang lain salah. Dengan demikian, jika di antara umat Islam memilih cara beribadah mengikuti salah satu mazhab yang tidak sama dengan mazhab yang kita ikuti, tidak perlu disalahkan. Misalnya ketika shalat Subuh, kita membaca doa qunut, sedangkan teman kita tidak membaca doa qunut, maka kita tidak boleh saling menyalahkan, tidak boleh saling mengakui bahwa kitalah yang paling benar, sedangkan teman kita yang salah.

Oleh karena itu, dalam menghadapi hal-hal seperti itu sebaiknya kita tafahum atau saling mengerti. Perlu dipahami bahwa tujuan kita sama yaitu beribadah kepada Allah dan mencari keridhaan-Nya. Dalam masalah aqidah dan syari'ah, sering umat Islam harus menguras pikiran dan tenaga untuk menyelesaikan masalah-masalah khilafiah dalam hal yang merupakan cabang-cabangnya, atau furu'iyahnya saja.

Saling pengertian atau Tafahum dalam Hal Adat-Istiadat dan Berbahasa

Dari berbagai sisi, Indonesia termasuk negeri yang kental dengan pluralitasnya, baik dari segi agama dan keyakinan, adat istiadat, dan sebagainya. Indonesia adalah negara yang banyak memiliki adat-istiadat. Setiap daerah memiliki adat-istiadat yang berbeda dengan adat istiadat daerah yang lain. Banyaknya adat-istiadat yang terdapat di Indonesia merupakan kekayaan budaya negara Indonesia. Oleh sebab itu, perbedaan adat-istiadat antara daerah yang satu dengan daerah lainnya tidak untuk dipertentangkan, tidak untuk saling dicemoohkan, tetapi untuk saling dipahami. Dengan memahami adat- istiadat suatu daerah, maka kita akan menghargai dan menghormati masyarakat daerah tersebut. Perbedaan adat istiadat merupakan keragaman budaya Indonesia untuk saling hormat menghormati.

Begitu pula dalam hal bahasa, di mana bahasa merupakan akar budaya bangsa kita. Negara kita banyak sekali memiliki bahasa daerah. Antara bahasa daerah yang satu dengan bahasa daerah yang lain berbeda. Misalnya, bahasa Jawa berbeda dengan bahasa Sunda, berbeda pula dengan bahasa Minang, bahasa Dayak, Maluku, dan sebagainya. Inilah salah salah satu kekayaan kita bersama di bumi pertiwi ini.

Al-hamdu li Allah, kita telah dibekali dengan sifat dan perilaku yang terpuji, sehingga walaupun kita tidak mengerti bahasa daerah lain, kita tidak akan menganggap bahwa bahasa daerah lain tersebut tidak baik, susah, berbelit-belit dan sebagainya. Kita sebaiknya bersikap tafahum. Lebih baik lagi kalau kita mau mempelajari bahasa daerah lain, tentu akan banyak manfaatnya, terutama jika pada suatu waktu kita berkunjung ke daerah lain di Indonesia yang kaya akan bahasa daerahnya ini.

Saling pengertian atau Tafahum Dalam Hal perbedaan berpendapat

Mengenai tafahum atau saling pengertian dalam hal berbeda pendapat, untuk menjelaskannya kita munculkan sebuah contoh arena di mana orang sering berlawanan arah dalam menyampaikan pendapat, dalam hal ini adalah rapat tentang "Pembentukan Panitia PHBI Madrasah Tsanawiyah" untuk upacara Peringatan Maulid Nabi Muhamma saw. Rapat dihadiri oleh Ustadz dan utusan dari masing-masing kelas, semuanya berjumlah 21 orang. Yang dibahas adalah apa yang akan diagendakan sebagai susunan acara dari rapat itu sendiri.

Apa yang dapat kita agendakan untuk kita bahas dalam rapat ini? Tanya salah seorang dari utusan kelas IX A, yang kemudian disusul dengan pertanyaan lainnya lagi. Ustadz sebagai pendamping dan pembina langsung menawarkan. Bagaimana kalau kita ketahui lebih dahulu susunan acara pada rapat ini? Hampir semuanya menjawab secara spontan: Baik Ustadz, kalau bisa seperti itu. Kata Ustadz: Baiklah, susunannya sebagai berikut (menurut urutannya): pembukaan, pembentukan panitia, biaya dan teknis pelaksanaan, dan penutup.

Ketua OSIS sebagai pimpinan rapat memulainya dengan mengajak bersama-sama membuka rapat itu dengan membaca Surat Al-Fatihah atau Ummu Al- Qur'an, disertai harapan, semoga rapat ini berlangsung dengan baik dan lancar serta dapat menghasilkan sesuatu yang sesuai harapan mereka bersama. Acara pertama, pembukaan berlangsung cepat, baik dan lancar, serta tampak pada peserta adanya semangat untuk mensukseskan acara tersebut.

Ketika acara kedua dimulai, awalnya biasa-biasa saja, namun ketika pembahasan sekitar susunan personalia panitia, mulai timbul pro kontra di antara peserta rapat. Mereka mulai beda pendapat, beda pandangan yang menimbulkan beda pilihan. Bahkan ada yang mengatakan: "Kalau menurut saya begini, dan kalau tidak setuju, bubar saja, atau saya keluar". Sedangkan yang lain, lain lagi gaya dan maunya. Selisih paham di antara mereka tampak jelas pada acara yang kedua, dan sedikit pada acara ketiga. Beberapa kali Ustadz menawarkan solusi pemecahan masalah. Akhimya rapat berhasil ditutup dengan membawa hasil yang cukup memuaskan mereka semua, termasuk Ustadz.

Dari sebuah contoh yang kita muncul di atas, terdapat beberapa catatan yang dapat kita jadikan pegangan, antara lain: pertama, tujuan mereka sama, dan ini fokus utama dan penting, sehingga dalam perselisihan pendapat tidak harus menggagalkan tujuan itu. Kedua, perbedaan paham itu sesuatu yang sangat wajar, karena didukung oleh semangat untuk meraih kesuksesan dari rapat itu sendiri. Ketiga, saling memahami adanya perbedaan pendapat, tetapi satu tujuan, maka itu merupakan kekayaan yang harus ditampung kemudian dijadikan bahan pertimbangan bersama. Keempat, berbeda pendapat itu indah, jika dikemas dengan saling menghormati, santun dalam berdialog, serta tidak memaksakan kehendak. Tafahum seperti itu termasuk akhlak yang terpuji.

Dalam berbagai rapat diskusi perbedaan faham atau pendapat adalah sesuatu yang wajar. Hal yang seperti ini termasuk contoh yang kecil dari apa yang disabdakan Nabi Muhammad SAW, bahwa "perbedaan pendapat di antara umatku adalah sebuah rahmat".

Posting Komentar untuk "Menerapkan Sikap Saling Pengertian dalam Islam"