Ada tiga tingkat atau derajat mengenai shiddiq, yaitu antara lain:
1. Shidq dalam tujuan.
Seorang hamba berhak untuk bergabung dalam perjalanan ini, segala rintangan akan sirna, sehingga yang tertinggal itu akan ketahuan dan yang rusak bisa diperbaiki, hanya dengan shidq.
Adapun tanda orang yang shadiq ialah tidak membawa penyeru yang mengajaknya untuk membatalkan suatu perjanjian, yang telah membuatnya menjadi tidak sadar di dalam menghadapi musuhnya dan tidak membuatnya mengendorkan semangat. Sehingga shidq di dalam tujuan artinya adalah kesempurnaan hasrat dan kekuatan kehendak. Untuk mengadakan suatu perjalanan, maka di dalam hati telah ada pendorong yang paling benar dan suatu kecenderungan yang sangat keras.
Dan untuk bergabung dengan hal demikian maka belumlah dianggap shah kecuali dengan shidq ini.
2). Tidak mengangan-angankan kehidupan kecuali untuk kebenaran, tidak mempersaksikan dirinya kecuali pengaruh kekurangan dan tidak merasa senang karena ada keringanan.
Artinya adalah, kecuali untuk menyebarkan apa yang telah disenangi oleh kekasihnya, maka seorang hamba tidak akan suka hidup. Sebab dengan hidup itu seorang hamba dapat melaksanakan Ubudiyah kepada Allah SWT. serta dengan memperbanyak sebab yang dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT., bukan sebab alasan keduniaan dan bukan pula karena dorongan hawa nafsu, sebagaimana yang telah dikatakan oleh Umar bin Al-Khaththab : "Jika tidak karena tiga perkara, tentu saja aku (Umar) tidak akan suka hidup.
Adapun tiga perkara itu antara lain adalah : Memegang kendali kuda fi sabilillah, menghidupkan waktu malam, berkumpul bersama dengan orang yang memilih perkataan-perkataan yang sangat bagus, seperti di dalani hal memilih kurma-kurma yang bagus.
Sedangkan maksud dari tidak mempersaksikan dirinya kecuali pengaruh kekurangan itu adalah melihat diri sendi ri itu selalu di dalam kekurangan, terlalu banyak aibnya juga hina.Dan barangsiapa yang telah melihat Allah, pasti telah melihat dirinya sendiri yang berarti dia telah melihat dirinya sendiri dari kaca mata kekurangan.
Dan tidak merasa senang karena ada keringanan, ini terjadi sebab kesempurnaan Shidqnya. Dan yang membuat dirinya tidak melihat kepada kesenangan karena ada keringanan, adalah sebab adanya kekuatan kehendak dan juga hasrat untuk melangkah maju ke depan.
Dan disebut Shidq jika keringanan itu lebih disukai daripada hasrat yang sangat kuat, kemudian dia mempunyai keinginan untuk menenangkan dirinya. Sesuatu hal yang tidak mengurangi shidq yaitu apabila seorang hamba tidak berpuasa di dalam perjalanan, mengqashar dan juga menjama' shalat pada waktu diperlukan, mempercepat shalat karena ada kesibukan, ataupun keringanan-keringanan lain yang lebih disukai oleh Allah SWT, untuk senantiasa diamalkan, sedangkan hal yang bisa menafikan shidq itu adalah keringanan yang bersifat ta'wil dan yang dilandaskan kepada perbedaan pendapat di kalangan madzhab- madzhab juga pendapat-pendapat yang bisa benar dan juga bisa salah.
3). Shidq dalam mengetahui shidq
Menurut ilmu orang-orang yang khusus, Shidq itu belum dianggap betul kecuali dengan satu kalimat, bahwa sesungguhnya ridha Allah itu haruslah sesuai dengan amal, keya-kinan, tujuan dan juga keadaannya benar serta tujuannya lurus.
Adapun mengenai arti shidq yang sebenarnya ialah hanyalah dapat diperoleh oleh orang yang benar di dalam pengetahuannya mengenai shidq. Dengan arti lain adalah kecuali setelah mendalami ilmu shadiq, maka keadaan shidq itu tidak bisa diperolehnya.
Dan shidiq itu tidak akan menjadi lurus kecuali jika ridha Allah SWT. sangat sesuai sekali dengan amal, keyakinan, keadaan dan juga tujuan seorang hamba. Hal ini adalah merupakan keharusan bagi seorang shidq, faedah serta hasilnya. Allah SWT. akan meridhai amal, keadaan, keyakinan dan juga tujuannya, jika seorang hamba telah membenarkan Allah SWT.. Akan tetapi bukannya ridha Allah SWT. itu berupa shidq, artinya shidq itu dapat diketahui dengan cara menyesuaikan dengan ridha Allah SWT., namun akan timbul suatu pertanyaan bahwa dari mana seorang hamba itu akan memperoleh ridha Allah SWT..
Seorang hamba telah menjadi ridha dan juga diridhai, sebab dia telah menjadi ridha kepada Allah SWT. itu sebagai Rabb, ridha kepada Islam itu sebagai Agama, serta telah menjadi ridha kepada Nabi Muhammad saw. itu sebagai Rasul dan nabi Allah, oleh karena itu Allah SWT. telah meridhai kepada hamba-Nya beserta amal-amalnya.
Adapun mengenai maksud dari perkataan Syaikh, "Jika seorang hamba akan mengenakan pakaian pinjaman", dan seterusnya, itu maksudnya adalah dia mengenakan pakaian orang-orang yang shadiqin. Akan tetapi hati serta ruhnya tidak seperti mereka, namun mereka bagaikan seorang yang kenyang padahal belum diberi apa-apa, sehingga diibaratkan orang yang mengenakan dua pakaian yang palsu, dan inilah amal yang paling bagus, oleh karenanya dia telah disiksa, bagaikan siksa yang diberikan kepada orang yang berjihad atau membaca Al-Qur'an hanya karena riya'.