Pada suatu kali teman seorang penulis buku Keajaiban Doa yang bernama lengkap Safni Sari Dewi menderita penyakit aneh yang dirasakan bersarang di perutnya, dan mengalir dalam bentuk darah haid yang tiada henti mengucur setiap hari. Bahkan, kasur yang ditidurinya di malam hari pun basah kuyup karena pendarahan tersebut. Lebih menyedihkan lagi darah itu tidak hanya mengalir bagai air, melainkan keluar berbongkah-bongkah sebesar jari tangan, sehingga mengharuskan Dewi menarik bongkahan itu keluar dari tempat asalnya. Hal itu membuat Dewi tidak bisa bergerak, tubuhnya lemah, dan dia hanya mampu tidur telentang di atas kasur. Kalau dia bergerak miring sedikit saja, maka darah akan berlomba mengalir keluar.
Dewi dilarikan ke rumah sakit di Batam oleh keluarganya, kemudian pindah ke sebuah rumah sakit di Solok Selatan, Sumatera Barat, hingga akhimya di sebuah rumah sakit di Padang. Berkantung-kantung darah telah disuntikkan dokter ke tubuh Dewi. Berjuta rupiah habis demi pengobatannya. Tapi tidak satu pun dari ahli medis di banyak rumah sakit itu yang mampu menyembuhkannya secara total. Dewi hanya sempat merasa segar sesaat setelah mendapat suntikan darah, namun beberapa saat kemudian merasa lesu kembali.
Jawaban yang diterima mengenai diagnosis penyakit Dewi dari setiap dokter yang menanganinya selalu berbeda-beda. Bahkan, ada ahli medis rumah sakit yang mendiagnosis penyakitnya adalah leukemia, sedangkan yang lain menyebutkan kanker rahim. Juga ada yang mengharuskan tulang dadanya dibor untuk mengetahui lebih jauh jenis penyakitnya. Ada pula yang memvonis Dewi keguguran. Tentu saja hal ini membuatnya kaget. Pertama, dia masih gadis dan tidak pernah berzina. Ia bahkan tidak pernah berpacaran dengan siapa pun. Vonis dokter tidak hanya membuatnya hilang harapan sembuh, tapi juga melukai perasaannya begitu rupa. Kedua, jika dilakukan pengeboran tulang dadanya karena anggapan adanya penyakit lain yang bersarang di tubuh mungilnya, Dewi merasa akan menjadi kelinci percobaan para insan medis saja, tanpa mendapat kepastian akan kesembuhannya. Apalagi alasan pengeboran itu pun tak jelas. Bisa dibayangkan betapa mirisnya hati Dewi ketika membayangkan tubuhnya harus dibongkar tanpa kepastian yang jelas mengapa itu harus dilakukan.
Dewi juga sempat apatis dapat terus hidup. Namun, bila benar-benar terjadi, dia merasa belum siap. Banyak hal yang belum diselesaikannya, terutama pengabdian kepada kedua orang tuanya yang menginginkannya menikah di usianya yang sudah kepala dua (28 tahun). Belum lagi pengabdian untuk agama yang masih sekadarnya saja dilakukan. Dia merasa belum siap bertemu Allah SWT.
Namun, Allah SWT tiada pemah jauh dari hamba-Nya. Apalagi hamba-Nya yang sebaik Dewi. Meski tidak tergolong muslimah yang taat, Dewi seorang yang tulus dan pemurah dengan membantu sesama. Akhimya, pertolongan pun datang dari seorang tabib yang dicari ayahnya ke salah satu sudut kota Padang. Ayahnya tidak tega mendengar tulang dada anaknya akan dibor. Ada keheranan di hati ayahnya, mengapa setiap adzan berkumandang di masjid rumah sakit di Padang (rumah sakit tempat terakhir Dewi dirawat), penyakit Dewi mendadak hilang. Ayahnya berpikir ada yang tidak beres dengan penyakit Dewi atau penyakit Dewi adalah penyakit kiriman atau gangguan dari setan.
Benar saja, dari analisis tabib pun diketahui kalau penyakit Dewi akibat ulah jin yang marah karena Dewi pernah menumpahkan air panas ke lubang pembuangan air kotor di kamar mandinya di Batam, tanpa permisi. Seharusnya ketika Dewi melakukan hal itu,dia mengucapkan asma Allah SWT atau membaca "astagfirullah ‘al ‘azhim”, agar jin yang berkumpul di tempat itu pergi. Entah dari mana tabib itu bisa menebak perihal yang dibenarkan oleh Dewi, bahwa dia pemah menumpahkan air panas ke lubang pembuangan kamar mandi kosnya di Batam seusai meracik mi rebus.
Sejak diobati sang tabib, kondisi Dewi mulai membaik dan akhirnya sembuh. Namun, Dewi masih lalai dalam melaksanakan kewajibannya pada Sang Khalik, dan kurang berdzikir, sehingga dia pun masih kerap ‘didatangi’ oleh penyakitnya itu. Sekian lama sang penulis Buku Keajaiban Doa berpisah dengan Dewi karena bekerja di kota yang berbeda. Secara tidak sengaja, mereka bertemu di Padang. Sang Penulis Buku tersebut yakin ini masih bentuk pertolongan Allah SWT buat Dewi dan sang penulis.
Baca juga
Kapankah sebaiknya berdzikir?
Dzikir Pelindung dari api neraka
Pengertian dan hakikat Dzikir
Memang, semula Dewi tidak ingin dihubungi oleh teman-temannya karena merasa malu dan takut semakin down bila mendapatkan perhatian, atau rasa empati dari siapa pun yang mengenalnya. Dewi merasa semakin tergiring pada gerbang kematian yang belum sanggup disongsongnya. Salah seorang adik Dewi justru berpikir sebaliknya. Jika Dewi bertemu dengan teman-temannya, apalagi bertemu sahabat dekatnya (yaitu sang penulis), itu akan membantu kesembuhannya dan akan membuatnya melupakan penyakitnya, sehingga semangat untuk sembuh. Adik Dewi lah yang menghubungi sang penulis secara diam-diam melalui telepon genggamnya. Lalu meminta sang penulis merahasiakan hubungan telepon kami saat itu.
Sang Penulis sangat kaget dan prihatin begitu mengetahui kondisi Dewi. Penulis langsung menanyakan di mana Dewi dirawat. Keesokan harinya penulis langsung mendatangi rumah sakit tempat Dewi dirawat. Dalam benak kepala penulis, sudah terpahat keinginan mengajarkan doa untuk kesembuhan itu kepada Dewi. Kemudian bertemulah mereka, saling melepas kangen dan saling bercerita.
Bagi sang penulis, apa yang diceritakan Dewi panjang-lebar membuat penulis menjadi hamba yang kian bersyukur kepada Allah SWT, karena tidak mengalami penyakit berat seperti yang dialaminya. Pertemuan itu pun memberi hikmah, bahwa Allah SWT terus membukakan kesempatan kepada sang penulis untuk menambah pahala dengan menyampaikan hadis pengobatan yang penulis ketahui kepada Dewi. Bagi Dewi, pertemuan itu pun ikut mengubah hidupnya. Dia ikut mempraktikkan anjuran penulis tentang pengobatan ala Islami tersebut, di samping dengan rajin berdzikir, tepat waktu dalam beribadah, serta memperbanyak ibadah sunah.
Baca juga
Pengertian Syukur dan macamnya
Cara bersyukur dengan hati, lisan dan perbuatan
Bacaan dan Doa sujud syukur
Dewi dilarikan ke rumah sakit di Batam oleh keluarganya, kemudian pindah ke sebuah rumah sakit di Solok Selatan, Sumatera Barat, hingga akhimya di sebuah rumah sakit di Padang. Berkantung-kantung darah telah disuntikkan dokter ke tubuh Dewi. Berjuta rupiah habis demi pengobatannya. Tapi tidak satu pun dari ahli medis di banyak rumah sakit itu yang mampu menyembuhkannya secara total. Dewi hanya sempat merasa segar sesaat setelah mendapat suntikan darah, namun beberapa saat kemudian merasa lesu kembali.
Jawaban yang diterima mengenai diagnosis penyakit Dewi dari setiap dokter yang menanganinya selalu berbeda-beda. Bahkan, ada ahli medis rumah sakit yang mendiagnosis penyakitnya adalah leukemia, sedangkan yang lain menyebutkan kanker rahim. Juga ada yang mengharuskan tulang dadanya dibor untuk mengetahui lebih jauh jenis penyakitnya. Ada pula yang memvonis Dewi keguguran. Tentu saja hal ini membuatnya kaget. Pertama, dia masih gadis dan tidak pernah berzina. Ia bahkan tidak pernah berpacaran dengan siapa pun. Vonis dokter tidak hanya membuatnya hilang harapan sembuh, tapi juga melukai perasaannya begitu rupa. Kedua, jika dilakukan pengeboran tulang dadanya karena anggapan adanya penyakit lain yang bersarang di tubuh mungilnya, Dewi merasa akan menjadi kelinci percobaan para insan medis saja, tanpa mendapat kepastian akan kesembuhannya. Apalagi alasan pengeboran itu pun tak jelas. Bisa dibayangkan betapa mirisnya hati Dewi ketika membayangkan tubuhnya harus dibongkar tanpa kepastian yang jelas mengapa itu harus dilakukan.
Dewi juga sempat apatis dapat terus hidup. Namun, bila benar-benar terjadi, dia merasa belum siap. Banyak hal yang belum diselesaikannya, terutama pengabdian kepada kedua orang tuanya yang menginginkannya menikah di usianya yang sudah kepala dua (28 tahun). Belum lagi pengabdian untuk agama yang masih sekadarnya saja dilakukan. Dia merasa belum siap bertemu Allah SWT.
Namun, Allah SWT tiada pemah jauh dari hamba-Nya. Apalagi hamba-Nya yang sebaik Dewi. Meski tidak tergolong muslimah yang taat, Dewi seorang yang tulus dan pemurah dengan membantu sesama. Akhimya, pertolongan pun datang dari seorang tabib yang dicari ayahnya ke salah satu sudut kota Padang. Ayahnya tidak tega mendengar tulang dada anaknya akan dibor. Ada keheranan di hati ayahnya, mengapa setiap adzan berkumandang di masjid rumah sakit di Padang (rumah sakit tempat terakhir Dewi dirawat), penyakit Dewi mendadak hilang. Ayahnya berpikir ada yang tidak beres dengan penyakit Dewi atau penyakit Dewi adalah penyakit kiriman atau gangguan dari setan.
Benar saja, dari analisis tabib pun diketahui kalau penyakit Dewi akibat ulah jin yang marah karena Dewi pernah menumpahkan air panas ke lubang pembuangan air kotor di kamar mandinya di Batam, tanpa permisi. Seharusnya ketika Dewi melakukan hal itu,dia mengucapkan asma Allah SWT atau membaca "astagfirullah ‘al ‘azhim”, agar jin yang berkumpul di tempat itu pergi. Entah dari mana tabib itu bisa menebak perihal yang dibenarkan oleh Dewi, bahwa dia pemah menumpahkan air panas ke lubang pembuangan kamar mandi kosnya di Batam seusai meracik mi rebus.
Sejak diobati sang tabib, kondisi Dewi mulai membaik dan akhirnya sembuh. Namun, Dewi masih lalai dalam melaksanakan kewajibannya pada Sang Khalik, dan kurang berdzikir, sehingga dia pun masih kerap ‘didatangi’ oleh penyakitnya itu. Sekian lama sang penulis Buku Keajaiban Doa berpisah dengan Dewi karena bekerja di kota yang berbeda. Secara tidak sengaja, mereka bertemu di Padang. Sang Penulis Buku tersebut yakin ini masih bentuk pertolongan Allah SWT buat Dewi dan sang penulis.
Baca juga
Kapankah sebaiknya berdzikir?
Dzikir Pelindung dari api neraka
Pengertian dan hakikat Dzikir
Memang, semula Dewi tidak ingin dihubungi oleh teman-temannya karena merasa malu dan takut semakin down bila mendapatkan perhatian, atau rasa empati dari siapa pun yang mengenalnya. Dewi merasa semakin tergiring pada gerbang kematian yang belum sanggup disongsongnya. Salah seorang adik Dewi justru berpikir sebaliknya. Jika Dewi bertemu dengan teman-temannya, apalagi bertemu sahabat dekatnya (yaitu sang penulis), itu akan membantu kesembuhannya dan akan membuatnya melupakan penyakitnya, sehingga semangat untuk sembuh. Adik Dewi lah yang menghubungi sang penulis secara diam-diam melalui telepon genggamnya. Lalu meminta sang penulis merahasiakan hubungan telepon kami saat itu.
Sang Penulis sangat kaget dan prihatin begitu mengetahui kondisi Dewi. Penulis langsung menanyakan di mana Dewi dirawat. Keesokan harinya penulis langsung mendatangi rumah sakit tempat Dewi dirawat. Dalam benak kepala penulis, sudah terpahat keinginan mengajarkan doa untuk kesembuhan itu kepada Dewi. Kemudian bertemulah mereka, saling melepas kangen dan saling bercerita.
Bagi sang penulis, apa yang diceritakan Dewi panjang-lebar membuat penulis menjadi hamba yang kian bersyukur kepada Allah SWT, karena tidak mengalami penyakit berat seperti yang dialaminya. Pertemuan itu pun memberi hikmah, bahwa Allah SWT terus membukakan kesempatan kepada sang penulis untuk menambah pahala dengan menyampaikan hadis pengobatan yang penulis ketahui kepada Dewi. Bagi Dewi, pertemuan itu pun ikut mengubah hidupnya. Dia ikut mempraktikkan anjuran penulis tentang pengobatan ala Islami tersebut, di samping dengan rajin berdzikir, tepat waktu dalam beribadah, serta memperbanyak ibadah sunah.
Baca juga
Pengertian Syukur dan macamnya
Cara bersyukur dengan hati, lisan dan perbuatan
Bacaan dan Doa sujud syukur
Macam dan pembagian syukur nikmat
Tiap kali Dewi merasakan kelainan di badannya, dia langsung ingat untuk melafalkan doa kesembuhan yang diajarkan Rasul SAW, lalu menambahkannya dengan dzikir-dzikir. Dia sangat yakin kalau penyakit atau kelainan apa pun yang dideritanya sejak vonis leukemia itu datangnya pasti karena ulah setan. Doa kesembuhan dan dzikir menjadi satu-satunya jalan untuk lepas dari belenggu berbagai penyakit tersebut. Alhamdulillah, mereka berdua kini Insya Allah tidak lagi berkutat dengan penyakit.
Tiap kali Dewi merasakan kelainan di badannya, dia langsung ingat untuk melafalkan doa kesembuhan yang diajarkan Rasul SAW, lalu menambahkannya dengan dzikir-dzikir. Dia sangat yakin kalau penyakit atau kelainan apa pun yang dideritanya sejak vonis leukemia itu datangnya pasti karena ulah setan. Doa kesembuhan dan dzikir menjadi satu-satunya jalan untuk lepas dari belenggu berbagai penyakit tersebut. Alhamdulillah, mereka berdua kini Insya Allah tidak lagi berkutat dengan penyakit.
Baca Juga
Bacaan Dzikir sholat lengkap
Kini sang penulis dan Dewi tengah sama-sama berusaha menyiarkan apa yang mereka ketahui. Kadang sang penulis ikut mengobati teman yang sakit manakala mereka masih belum yakin pada kekuatan doa itu. Apapun itu, yang penting sang penulis sudah menjalankan kewajiban penulis untuk membagikan ilmu kepada mereka. Bukankah ilmu akan bermanfaat bila dibagi dan dipraktikkan kepada orang lain?
Bacaan Dzikir sholat lengkap
Kini sang penulis dan Dewi tengah sama-sama berusaha menyiarkan apa yang mereka ketahui. Kadang sang penulis ikut mengobati teman yang sakit manakala mereka masih belum yakin pada kekuatan doa itu. Apapun itu, yang penting sang penulis sudah menjalankan kewajiban penulis untuk membagikan ilmu kepada mereka. Bukankah ilmu akan bermanfaat bila dibagi dan dipraktikkan kepada orang lain?
Posting Komentar untuk "Sembuh dari Leukemia dengan Kekuatan Doa"