Dalil Haramnya Berjudi & Contoh Berjudi

Salah satu permainan atau hiburan yang diharamkan menurut pandangan Islam adalah berjudi dengan segala macam dan bentuknya. Judi adalah se­tiap permainan yang dilakukan lebih dari satu orang, yang dapat menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak yang lain dengan jalan kebetulan dan nasib.

Dalil yang menerangkan tentang haramnya berjudi adalah firman Allah Tabaraka wa Ta'ala dalam Al Qur'an Al Karim:

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (minuman) khamr, berjudi, (berkurban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lan­taran (meminum) khamr dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu). (Q.S. 5:90-91)

Hikmah-hikmah diharamkannya berjudi

Judi mengakibatkan manusia menggantungkan perhitungan­nya pada nasib (spekulasi), angan-angan kosong, bukan pada pekerjaan dan kesungguhan, dan dengan cara-cara yang disyari'at- kan.

Judi merupakan alat yang menghancurkan rumah-rumah yang makmur, menguras kantong-kantong baju, mengakibatkan keseng­saraan keluarga kaya, membuat jiwa yang terhormat menjadi hina. Berapa banyak kita mendengar seorang terhormat menjadi hina? Berapa banyak keluarga kaya yang jatuh miskin ?

Judi dapat menimbulkan permusuhan dan kebencian di an­tara pelakunya, karena mereka makan harta benda orang lain de­ngan cara batil, mendapatkan harta benda tersebut bukan dengan cara yang benar.

Judi adalah menghalangi ingat kepada Allah swt. dan shalat. Juga mendorong para pelakunya untuk melakukan yang paling jahat dan kebiasaan yang paling buruk.

Al-Baihaqi meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. lewat kepada suatu kaum yang sedang bermain "backgammon" (nard), maka beliau bersabda:

قُلُوْبٌ لاَهِيَةٌ وَأَيْدٍ عَامِلَةٌ وَأَلْسِنَةٌ لاَغِيَةٌ٠

"Hati yang lalai, tangan yang bekerja, lidah yang sia-sia" Yaitu mengatakan yang tidak ada faedahnya dan batil.

Judi merupakan hobbi berdosa yang menyita waktu dan perhatian, membiasakan kemalasan, membuat bangsa enggan bekerja dan berproduksi.

Judi memotivasi pelakunya untuk mengerjakan kejahatan, karena kelompok yang dirugikan ingin mendapatkan harta dengan cara apa pun, meski dengan jalan mencuri, merampas, menyuap dan menipu.

Judi menimbulkan kegundahan dan sakit, menegangkan syarat, menimbulkan kedengkian, dan seringkah menimbulkan tindak kriminal, dosa bunuh diri, gila atau penyakit parah lainnya.

Dan tidaklah aneh lagi sebagaimana dikatakan Ustadz Al-Qardhawi, bahwa yang asyik dengan "santapan hijau" [salah satu peristilahan judi] akan menjual agama, kehormatan dan tanah airnya, untuk sekedar mengejar harta benda dan kepuasan seksual.

Contoh-contoh permainan judi yang diharamkan

Membeli kartu undian

Karena undian itu bergantung kepada faktor kebetulan dan nasib, sedang kartu undian merupakan salah satu bentuk perjudian yang diharamkan, maka sama sekadi tidak boleh dilakukan dan mempermudahnya. Sekalipun mengatas­namakan perkumpulan kebaikan (chartible organization) dan tujuan-tujuan kemanusiaan. Sebab, perjudian yang melanda bangsa Arab pada jaman jahiliyah juga bertujuan untuk "kebaik­an", tanpa mengambil keuntungan untuk dirinya sendiri. Perjudian mereka ini mirip benar dengan proyek-proyek undian yang ber­tujuan untuk "kebaikan" dan "kemanusiaan" yang banyak ter­sebar pada masa kita sekarang.

Islam memandang prinsip "Tujuan Menghalalkan segala Cara" sebagai prinsip destruktif atau prinsip yang merusak untuk mencapai tujuan mereka. Prinsip yang dipegang Islam dalam upaya mencapai tujuan adalah sangat mulia, dengan cara terhor­mat. Sumbangan, umpamanya untuk proyek kemanusiaan apa saja, untuk kebaikan apa saja, tidak diakui oleh Islam kecuali jika cara yang dipakainya itu suci dan terhormat. Sedang cara perjudian yang diharamkan itu korupsi dan manipulasi, tidak dapat diakui oleh Islam karena haram. Apa nilai sumbangan jika caranya tidak didasarkan kebaikan, tidak dengan jalan kebajikan dan kemuliaan ?

Apa hukum infaq jika sumbernya tidak diambil dari keiman­an yang jernih murni, pada sumber Islam yang asli ?

Karenanya, hendaknya kita melatih anak-anak untuk menge­luarkan harta secara ikhlas berpedoman pada ilmu ikhlas, infaq menurut syari'at, hingga ter­cuat dari kedalaman jiwanya semangat partisipasi dalam mengarah­kan kebaikan, dan mendapatkan pahala yang sesuai dengan amal kebajikannya itu.

Salah satu bentuk perjudian yang diharamkan adalah per­mainan dengan taruhan.

Permainan bertaruh itu, termasuk per­mainan bole, burung dara, catur atau permainan lainnya.

Gambarannya: Setiap pemain menentukan persyaratan atas pemain yang lain, atau salah seorang menentukan bahwa pe­menang akan mendapatkan hadiah. Bentuk serupa ini adalah jelas, merupakan perjudian karena adanya kerugian di satu pihak dan keuntungan di pihak lain, atau memakan harta di antara mereka dengan jalan yang tidak hak.

Taruhan ini ada yang dikecualikan, yakni permainan untuk mempersiapkan prasarana perang dan jihad, seperti lomba unta, kuda dan memanah, atau prasarana perang modern yang lainnya. Perkecualian ini didasarkan sabda Rasulullah saw. dalam hadits yang diriwayatkan Ashhabu 's-Sunan dan Imam Ahmad:

"Tidak ada taruhan kecuali dalam lomba unta atau kuda atau memanah".

Tetapi dalam taruhan ini disyaratkan bahwa hadiah yang disediakan adalah dari selain orang yang berlomba atau selain dari salah seorang yang ikut lomba.

Jika semua pengikut lomba memberikan saham dalam hadiah, dengan ketentuan bahwa yang menang akan mendapatkan hadiah yang dikumpulkan itu, maka taruhan seperti ini adalah diharam­kan karena termasuk judi. Rasulullah saw. menamakan kuda yang dipersiapkan untuk taruhan seperti ini sebagai "kuda setan".

Jika hadiah yang disediakan itu bukan dari pengikut lomba, seperti dari kepala negara, menteri atau lembaga pendidikan, maka pemberian dari pihak-pihak ini dibolehkan oleh syari'at, karena tidak adanya gejala perjudian. Di sini justru memberikan stimulan, baik untuk persiapan semangat perang, seperti memanah, atau keunggulan olahraga, seperti gulat atau permainan bola.

Dibolehkan permainan seperti ini berdasarkan hadits yang diri­wayatkan Imam Ahmad dari Ibnu Uma ra. bahwa Rasulullah saw. melombakan kuda dan memberikan hadiah kepada pemenang.

Jika Islam mengharamkan permainan dan hiburan tertentu karena bahaya spiritual, kejiwaan (psikologi), moral dan sosial, maka Islam dalam pada itu membuka pintu untuk permainan yang dibolehkan, sebagai hiburan sehat bagi anak-anak Islam. Sehingga dapat mengembalikan semangat untuk menunaikan kewajiban dan tanggung jawab. Dari segi lain, agar mereka berlatih pada nilai-nilai kekuatan dan prasarana jihad di jalan Allah.

Ali ra. mengatakan, "Sesungguhnya hati itu merasa jemu sebagaimana badan merasa jemu, maka carilah hiburan yang mulia".

Katanya pula, "Senangkanlah hati dari satu saat ke saat yang lain, karena sesungguhnya hati itu, jika ia merasa terpaksa maka ia akan menjadi buta".

Al-Bukhari dari Al-Adabu '1-Mufrid meriwayatkan:
 
كَانَ أَصْحَابُ النَّبِيِّ صَلَّى اﷲُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَبَادَ حُوْنَ ﴿يَتَرَامَوْنَ﴾ بِالْبَطِِّيْخِ ٬ فَإِذَا كَانَتِ الْحَقَائِقُ كَانُوْا هُمُ الرِّجَالُ ٠

"Para sahabat Rasulullah saw. pernah saling lempar-melempar dengan semangka. Jika mereka dalam situasi yang serius mereka adalah orang-orang dewasa".

Dengan demikian, dibolehkan bagi orang Islam untuk ber­main, bercanda dan bergurau, dengan syarat tidak dijadikan adat kebiasaan yang dilakukan pagi dan petang, sehingga dalam situasi serius juga bercanda, berbuat iseng dan santai dalam bekerja.

Sungguh indah perkataan seseorang, "Berilah waktu itu hak­nya berupa permainan (hiburan) yang dibolehkan sebanyak garam yang ditaburkan untuk makanan".

Posting Komentar untuk "Dalil Haramnya Berjudi & Contoh Berjudi"