لاَ يَسْتَحْقِِرُ الْوِرْدَ اِلاَّ جَهُوْلٌ ٬ الْوَرِدُ يُوْجَدُُ فِى الدَّرِ الأَخِرَةِ ٬ الْوِرْدُ يَنْطَوِى بِانْطِوَاءِ هَذِهِ الدَّرِ وَ اَوْلَى مَايُعْْتَنَى بِهِ مَالاَ يُخْلَفُ وُجُوْدُهُ ٬ الْوِرْدُ هُوَ طََالِبُهُ مِنْكَ وَ الْوَرِدُ اَنْتَ تَطْلُبُهُ مِنْهُ ٬ وَاََيْنَ مَا هُوَ طََالِبُهُ مِنْكَ مِمَّا هُوَ مَطْلَبُُكَ مِنْهُ ٠
“Tidak akan meremehkan wirid, kecuali orang yang bodoh. Karena Allah [Al Warid) itu diperoleh diakhirat, sedangkan Al Wirid, akan selesai dengan musnahnya dunia. Yang paling baik diperhatikan oleh manusia, adalah yang tidak pernah musnah. Wirid yang menjadi perintah Allah kepadamu, serta karunia yang kalian terima, adalah merupakan hajatmu sendiri terhadap Allah swt. Dimanakah letaknya perbedaan antara perintah Allah kepadamu dengan pengharapan kalian kepada-Nya."
Yang dimaksud wirid ialah perbuatan seorang hamba yang berbentuk ibadah,lahir dan batin. Sedangkan Al Warid adalah karunia Allah ke dalam batinnya si hamba ibarat cahaya yang halus, yang bersinar- sinar di dalam aadanya dan memberi nur ke dalam dadanya. Semuanya sebagai karunia Allah yang wujudnya dalam ibadah si hamba. Al Warid itu adalah dari Allah swt, merupakan muamalah dan ibadah.
Adapun wirid adalah amalan yang dikerjakan di dunia secara tetap dan tertib di dunia ini juga berupa ibadah secara tertib termasuk zikir yang dikerjakan terus menerus, tidak pernah ditinggalkan. Warid merupakan karunia Allah kepada para hamba berupa penjelasan, nurullah, kenikmatan merasakan ibadah, hidayah dan taufiq Allah, semuanya merupakan amalan batin yang kuat. Kenikmatan warid itu berkelanjutan hingga hari akhirat. Antara Wirid dan Al Warid mempunyai kaitan yang kuat. Apabila Al Warid itu karunia Allah maka Wirid adalah ibadah yang tetap dan tertib.
Orang yang melaksanakan wirid dalam ibadah, adalah orang yang memelihara hubungannya dengan Allah secara tetap, tidak pernah tertutup dalam saat dan waktu yang tetap pula. Dalam keadaan apa pun dan di manapun, ia senantiasa menjaga ibadah rutinnya itu dengan baik dan dikerjakan sebagus-bagusnya. Contoh ibadah yang diwiridkan seperti salat sunah yang dipilih untuk diwirid, zikir yang diwiridkan, puasa sunat yang diwiridkan, dan lain-lainnya. Hamba yang wirid selalu membasahi jiwa dan lidahnya dengan zikrullah. Karena dikerjakan secara rutin, maka ibadah tersebut sudah menjadi kebiasaan serta dikerjakan dengan senang hati dan dirasakan kenikmatannya.
Kedua-duanya, Wirid dan Warid, ibarat saudara kembar yang saling berlomba menjadi ibadah yang sangat dicintai untuk mendapatkan keridaan Allah swt. Yang satu (wirid) ibadah untuk menghiasi lahir yang satu ibadah (warid) untuk menghiasi batin. Wirid adalah hak Allah yang diperintahkan agar diamalkan oleh para hamba. Sedangkan Warid adalah hak hamba yang disampaikan kepada Allah swt.
Menghidupkan wirid dalam hidup hamba Allah diperlukan, agar si hamba tetap kontak dengan Allah di waktu-waktu yang sudah ditentukan oleh si hamba sendiri. Sebab amal ibadah yang paling baik, ialah dikerjakan terus menerus, walaupun sedikit (kecil). Amal seperti ini sangat disukai oleh Allah
Diriwayatkan bahwasanya Al Jundi adalah seorang ahli makrifat yang membiasakan dirinya membaca Al-Qur'an dalam waktu yang telah ditetapkan, sehingga waktu ia.wafat bertepatan dengan ia menghatamkan Al-Qur'an, dan menghatamkan bacaannya di saat itu. Disebutkan juga dalam beberapa riwayat oleh Abu Qasim Ad Daraj, bahwa Al Jundi adalah seorang ahli makrifat yang senang beribadah dan mewiridkan ibadah-ibadahnya itu, dan ia mendapat inayah karena wiridan atas ibadahnya itu.
Abu Talib Al Makky berkata: "Orang yang senantiasa men-dawam-kan (membiasakan ibadah rutin), termasuk akhlak orang beriman, dan jalan para abidin, sebab cara ini akan memperkokoh iman, termasuk hal ini juga yang menjadi amalan Rasulullah saw.
Di samping wirid yang dikerjakan secara tetap dan tertib, seorang hamba memerlukan warid, yang disebut imdad, artinya warid yang tidak terputus-putus dan senantiasa bersambung yang dipersiapkan. Dengan persiapan melalui wirid ini barulah warid itu masuk menjadi hiasan kalbu para ahli makrifat. Tanpa wirid maka tidak ada warid.
Syekh Ahmad Ataillah menjelaskan lagi:
وُرُوْدُ الإِمْْدَادِ بِحَسَبِ الإِسْتِِعْدَادِ وَ شُرُوْقُُ الأَنْوَارِ عَلَى حَسَبِ صَفَاءِ الأََسْرَارِِ٠
“Masuknya Warid imdad menurut persiapannya (wirid), dan terbitnya cahaya atas hati sesuai kebersihan hati itu pula.”
Warid itu dapat memasuki hati dan rasa seorang hamba, apabila hati si hamba telah bersih dari pengaruh duniawi yang meresahkan dan mengendorkan iman. Hati akan menjadi bersih menurut wirid yang di lakukan oleh si hamba dengan terus menerus, tertib, dan kontinyu. Memelihara terlaksananya wirid sangat diperlukan bagi terangnya hati manusia dengan nurullah.