Lanjutan ke-4 : Pernikahan yang Dilarang

Pernikahan Lima Orang Wanita Yang Hurrah (Mengumpulkan Lebih dari Empat Orang Isteri) 

Syariat membolehkan laki-laki menikahi empat orang wanita saja. Seorang laki-laki tidak diperkenankan menikah dengan wanita yang kelima selagi dalann naungannya terdapat empat orang isteri kecuali apabila salah satunya diceraikan atau wafat, maka dibolehkan menikahi wanita lain. Allah SWT berfirman: 

"Maka kawinilah wanita-wanita lain yang kamu senangi dua, tiga atau empat." (Q.S.An Nisa':3) 

 Pada masa nabi Muhammad SAW, Ghailan al Tsaqafi masuk agama Islam sementara ia mempunyai sepuluh orang isteri, lalu Rasulullah memerintahkannya untuk memilih empat orang dan menceraikan yang lainnya. (H.R.At Turmidzi, Ibnu Majah, Ahmad dan Malik dalam al- Mua'tha) 

Qais bin Harits berkata: Aku masuk agama Islam sementara aku memiliki delapan isteri lalu aku datang menemui nabi Muhammad SAW lalu aku katakan kepadanya. Lalu beliau berkata: Pilihlah dari sepuluh orang tersebut empat orang isteri saja. 

Apabila seorang bertanya: Mengapa harus empat? Katakan kepadanya: Bahwa tanpa membatasi laki-laki dengan mempersilahkan mereka menikah sesuai dengan kehendaknya, akan menghantarkan pada kerusakan, kedzaliman dan ketidakmampuan dalam memenuhi hak-hak wanita. 

Demikian pula membatasi laki-laki hanya pada satu orang isteri saja menghantarkan pada kejahatan dan pelampiasan hawa nafsu dengan jalan-jalan yang diharamkan. Bilangan empat ini adalah bilangan yang memungkinkan pada seorang laki-laki dalam rangka merealisasikan keadilan dan melaksanakan hak pemikahan dan menutup kebutuhan laki- laki apabila membutuhkan lebih dari seorang isteri. 

Rasulullah menikah melebihi bilangan ini karena yang demikian adalah keistimewaan bagi Rasul kita, Muhammad SAW dan disana terdapat pandangan yang jauh kedepan dan hal yang terpenting adalah dakwah ftasulullah pada para kepala kabilah untuk mengikat mereka dengan kalimatullah. Dan telah dilakukan penelitian bahwa Rasulullah bukanlah seorang yang bernafsu besar sebagaimana yang dituduhkan oleh sebagian filosof sesat. Oleh karena itu seluruh isteri nabi seorang wanita janda kecuali Siti Aisyah. 

Menikah dengan Orang Kafir Yang Bukan Ahli Kitab 


Allah SWT mengharamkan menikahi orang kafir secara mutlak kecuali apabila ia termasuk ahli kitab (orang-orang Yahudi dan Nasrani) disertai dengan batasan-batasan syariat. 

Firman Allah SWT: 

"Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik walaupun dia menarik hatimu." (Q.S.A1 Baqarah:221) 

Hal yang demikian karena mustahil dapat bertemu pasangan suami-isteri dengan dua akidah yang berlainan yang menyebabkan perceraian dan membahayakan akidah anak-anak dan kerusakan mereka kecuali apabiia isterinya seorang ahli kitab dengan syarat tidak ada sisi-sisi negatif yang membahayakan sebagaimana yang kita sebutkan dahulu. 

Allah SWT berfirman: 

"Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka." (Q.S.Al Mumtahanah: 10) 

Mengumpulkan Dua Saudara Perempuan atau Dua Kerabat Yang Diharamkan 

Tidak diperbolehkan bagi seorang laki-laki mengumpulkan dua orang yang telah diharamkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya. Allah SWT berfirman, setelah menyebutkan wanita yang diharamkan: 

"Dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara. " (Q.S.An Nisa':23) 

Nabi Muhammad SAW bersabda: “Janganlah kalian menghimpun antara seorang perempuan dan bibinya.” (H.R.Muttafaq 'Alaih dari Abu Hurairah) 

Sebagian ulama telah mengemukakan satu kaidah fiqih yaitu: Seorang laki-laki tidak diperkenankan menghimpun antara dua orang wanita meskipun salah satunya adalah laki- laki yang tidak diperkenankan untuk menikahinya. Contoh ini akan memperjelas ungkapan tersebut: Seorang wanita dan cucunya, apakah diperbolehkan bagi seorang laki-laki untuk menghimpun antara keduanya? Jawabannya, tidak. Karena wanita itu, apabila ia berwujud laki-laki apakah diperbolehkan ia menikah dengan cucunya? Tidak, karena berarti ia adalah kakeknya. Artinya, laki-laki itu tidak diperkenankan menikah dengan cucunya. Maka ia juga tidak diperkenankan menghimpun antara seorang wanita dan cucunya. 

Apabila hal tersebut tidak termasuk dalam kaidah yang ada, maka diperbolehkan menghimpun. Misalnya, seorang wanita dan anak wanita pamannya. Apakah diperkenakan bagi seorang laki-laki menghimpun keduanya? Jawabnya: Boleh. Karena wanita itu, bila ia seorang laki-laki, boleh baginya menikah dengan anak bibinya. Artinya laki-laki itu diperkenankan menikah dengan wanita itu. Maka ia juga diperbolehkan menghimpun antara seorang wanita dan anak perempuan bibinya. 

Pernikahan Yang Tidak Ada Salah Satu Syaratnya 

Misalnya penikahan tanpa ridha dari saiah satu pengantin atau tidak adanya wali perempuan bagi yang mensyaratkannya, tidak jelasnya calon isteri, tidak adanya dua orang saksi. Hal ini menjadikan pernikahan bathil dan akad nikah tidak sah. Sebagian ulama menempatkan pernikahan ini dengan perbuatan zina bukan nikah, bahkan sebagian ulama menyatakan apabila suami mengetahui tentang ini, maka hubungan seksualnya dianggap zina. 

Menikahi Wanita Yang Masih Bersuami 

Tidak diperkenankan pernikahan selagi seorang wanita masih memiliki suami. Islam tidak memperkenankan selamanya prinsip poliandri. Adapun di masa jahiliyah, hal ini berlaku umum sebagaimana penjelasan dahulu. 

Menikah dengan Wanita Pezina 

Diharamkan menikah dengan wanita pezina karena firman Allah SWT: 

 "Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki yang musyrik dan yangdemikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin." (Q.S.An Nur:3) 

Menikahi Isteri Yang Telah Ditalak Ba'in 

Tidak boleh bagi seorang suami menikahi mantan isterinya itu apabila ia telah mentalak isterinya tiga kali kecuali setelah wanita tersebut dinikahi oleh laki-laki lain yang ia sukai dan bukan nikah tahlil. Disyaratkan terjadinya hubungan seksual antara keduanya. Kemudian apabiia ia mentalaknya, maka diperbolehkan baginya untuk melakukan akad nikah dengan suami pertama. 

Firman Allah SWT: 

"Kemudian jika suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua). Maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikanya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali." (Q.S.Al Baqarah:230) 

Adapun syarat hubungan seksual pada suami yang kedua adalah hadits nabi: Sampai laki-laki itu merasakan kemaluan pihak wanita sebagaimana yang dirasakan oleh suami pertama sebagaimana keterangan terdahulu. 

Akad Nikah di Tengah Ihram 

Diharamkan bagi seorang laki-laki menikah selagi ia sedang melaksanakan ihram haji atau ihram umrah. Menikah dalam kondisi demikian termasuk hal-hal yang diharamkan pada pelaksanaan ihram karena hal yang demikian menghilangkan makna ihram. 

Sabda nabi Muhammad SAW: "Orang yang sedang ihram tidak boleh menikah, dinikahi dan dilamar." (H.R. Muslim)