جَلَّ رَبُّنَا اَنْ يُعَامِلَهُ الْعَبْدُ نَقْدًا فَيُجَازِيْهِ نَسِيْئَةً
“Maha Agung Allah Tuhan kami, apabila seorang hamba beramal akan dibalas kontan didunia, dan juga pembalasan kelak di akhirat."
Pembalasan pahala dari Allah kepada para hamba-Nya, tidak lurus diperoleh kelak di negeri akhirat. Akan tetapi Allah swt secara tunai dapat membalasnya langsung di dunia ini juga, terutama untuk para hamba Allah yang saleh dan sangat dekat dengan Allah (para Waliyullah) dengan anugerah dan keagungan Allah mengizinkan memperoleh pembalasan pahala sebagai rahmat dunia.
Semua ini adalah karena dekatnya seorang hamba dengan Tuhannya. Ia mendapat kehormatan untuk menerima rahmat dan anugerah Allah di dunia ini juga dan kelak akan memperolehnya berlipat ganda di akhirat.
Bagi seorang hamba Allah yang saleh, ia merasa bersyukur dan berbahagia apabila di dunia ini ia dapat menerima anugerah Allah, sebelum ia memasuki negeri akhirat. Pemberian Allah itu dimaksudkan agar seorang hamba selalu meningkat taqarrub-nya kepada Allah serta memanfaatkan semua rahmat Allah untuk melaksanakan muamalah bagi sesama hamba-Nya. Allah tidak memberi pahala seorang hamba di dunia ini juga, apabila si hamba bukan termasuk manusia yang sangat dekat dengan Allah. Taqarrub dan ketaatan si hamba telah memberinya rahmat yang besar dari Allah swt. Syekh Ahmad Ataillah mengingatkan:
كَفَى مِنْ جَزَائِهِ اِيَّاكَ عَلَى الطَّاعَةِ اَنْ رَضِيَكَ لَهَا اَهْلاً٠
"
Cukup Allah yang memberi pahala karena ketaatanmu, karena ia telah rida kepadamu sebagai ahli ibadah."
Inilah karunia besar dari Allah kepada hamba-hamba-Nya yang ahli ibadah. Hamba yang mendahulukan Allah swt dari kepentingan duniawinya. Selain itu, ketaatan kepada Allah dengan tulus dan tekun itu sendiri sudah menjadi suatu kenikmatan bagi si hamba,dan kenikmatan itulah pahala dan rahmat yang besar bagi si hamba yang saleh.
Seorang hamba Allah yang saleh dan taqarrub kepada-Nya sudah menerima rahmat dari-Nya. Sebab, kalau tidak karena rahmat dan hidayah-Nya, tidak seorang pun yang dapat mengerjakan amal ibadah dengan tekun dan hati tulus ikhlas. Mereka mendapatkan kebahagiaan dalam ketaatan mereka sendiri. Syekh Ahmad Ataillah menjelaskan:
كَفَى الْعَامِلِيْنَ جَزَاءً مَاهُوَ فَاتِحُهُ عَلَى قُلُوْبِهِمْ فِى طَاعَتِهِ وَ مَاهُوَ مُوْرِدُهُ عَلَيْهِمْ مِنْ وُجُوْدِ مُؤَانَسَتِهِ٠
"Kiranya cukuplah sebagai pembalasan, dari apa yang Allah swt bukakan ke dalam hati nurani mereka kegemaran melaksanakan ibadah, dan memberikan mereka kenikmatan dari amal ibadahnya itu."
Inilah suatu pemberian dari Allah sebagai pahala yang sangat mulia, agar dapat dinikmati dalam hatinya pembalasan Allah tersebut, suatu perasaan halus yang bernilai. Itulah keridaan Allah yang besar, karena begitu taqarrub-nya si hamba dan ketaatannya. Pemberian rahmat Allah sebenarnya adalah surga. Tidak ada yang melebihi surga itu, hanyalah nikmat seorang yang beribadah sajalah yang akan melebihi surga tersebut.
Orang yang merasakan nikmat dan lezatnya beribadah adalah orang yang beribadah semata-mata tidak hanya mencari kenikmatan surga. Ia memperbagus ibadahnya dan merasakan pula kenikmatan ibadah inia ini juga sebelum ia merasakan kenikmatan surga di akhirat. Memperbagus ibadah itu termasuk kesempatan yang diberikan Allah kepada hamba-hamba-Nya. Seperti di waktu munajah tengah malam salat lail akan memberi kekhususan nikmat bagi hamba yang melakukannya. Ia akan memperoleh hawalah dari munajah itu. Dalam munajah malam, orang akan mendapatkan sesuatu kelezatan yang jarang ia temui. Kenikmatan itu akan memberi bimbingan baginya terus mendekati Allah swt.