“Apabila cahaya keyakinan telah menerangi hatimu, pasti engkau akan dapat melihat akhirat sangat dekat denganmu, daripada perjalananmu menuju ke sana. Kalian akan melihat pula keindahan dunia ini telah ditutupi kesuraman yang mencekam yang datang menimpanya."
لَوْْ اَشْرَقَ لَكَ نُوْرُ
اََلْيََقِيْنِ لَرَأََيْتَ الأَخِرَةَ اَقْرَبُ اِلَيْكَ مِنْ اَنْ
تَرْحَلََ اِلََيْهَا وَلَرَ أَيْتَ مََحَاسِنَ الدُّنْيَا قَدْ ظَهَرَتْ
كِسْفَةَ الْفَنَاءِ عَلَيْهَا
Nurul yaqin adalah cahaya yang menembus hati manusia akan kebenaran hari akhirat yang tetap menjelma kelak. Kebenaran hari akhirat yang bakal datang itu adalah kebenaran mutlak yang tak dapat pungkiri. Dunia ini fana dan penuh kebatilan, itupun tak mungkin dibantah.
Nurul yaqin yang bercahaya dari hati hamba Allah menunjukkan kebenaran adanya hari akhirat yang gaib dari penglihatan, pendengaran dan pengetahuan manusia. Hari akhir itu jauh, akan tetapi dekat di hati hamba yang yakin bakal datangnya hari itu. Perjalanan menuju akhirat adalah perjalanan yang panjang, akan tetapi menjadi pendek dan singkat bagi hamba yang makrifat. Hamba Allah yang hatinya terpercik sinar ilahiyah, memandang hidup dunia ini sementara, penuh dengan kepalsuan, kebatilan dan banyak kerusakan. Dunia ini ditempuh sesuai dengan usia yang telah ditetapkan oleh Allah swt untuk manusia. Batas usia yang tertentu itu dimanfaatkan seefektif mungkin oleh para hamba Allah dengan amal ibadah serta kepatuhan si hamba pada perintah dan larangan Allah.
Pancaran sinar iman dan cahaya keyakinan dari dada hamba Allah, akan menembus alam kegaiban negeri akhirat. Dadanya yang bersinar iman, seperti sabda Nabi Muhammad saw: "Sesungguhnya cahaya keyakinan itu apabila telah masuk ke dalam hati, maka lapanglah dada menerimanya." Ditanyakan kepada Rasulullah: "Apakah hal seperti itu ada tanda-tandanya?" Jawab Nabi saw "Ya, engkau menghindarkan dirimu dari tipuan dunia, serta bersegera mendekati akhirat yang abadi dan bersiap-siaplah menunggu datangnya maut."
Sahabat Anas bertutur, ketika Rasulullah saw dalam suatu perjalanan berjumpa dengan seorang pemuda Ansar, beliau bertanya: "Bagaimana keadaanmu pada pagi ini Ya Haritsah?"Ia menjawab: “Aku menjadi seorang mukmin yang bersungguh-sungguh." Mendengar ini Rasulullah saw mengingatkan: "Wahai Haritsah, perhatikanlah ucapanmu, karena setiap yang engkau ucapkan hendaklah sesuai dengan amalanmu. Haritsah menjelaskan kepada Rasulullah saw: 'Ya Rasulullah, jiwaku ini sangat bosan melihat keadaan dunia ini, lalu bangun tengah malam dan berpuasa siang hari. Saat ini seakan-akan aku berhadapan dengan Arasy Allah, dan melihat ahli surga yang sedang bersilaturahmi. Demikian juga terbayang olehku bagaimana ahli neraka itu disiksa dan merintih kesakitan.
Rasulullah pun menjelaskan: "Engkau telah melihat itu semua maka hendaklah tetap pendirianmu. Engkau telah menjadi hamba yang dianugerahi cahaya keimanan dalam hatimu." Haritsah memohon kepada Rasulullah agar didoakan untuk mendapat mati syahid. Lalu Rasulullah saw berdoa untuk Haritsah. Ketika pada suatu masa datanglah perintah dari Rasulullah bagi para pemuda untuk bersiap jihad fi sabilillah, maka Haritsahlah yang pertama mendaftarkan dirinya.
Ia pun syahid dalam suatu pertempuran melawan orang kafir. Ketika ibunya mendengar berita tewasnya Haritsah sebagai syuhada, ia segera menjumpai Rasulullah saw. Sang ibu yang sangat mencintai putranya ini bertanya: "Ya, Rasulullah, benarkah berita tentang kematian Haritsah? Jika ia di surga aku tidak akan menyesal dan tidak akan menangis. Akan jika lain dari itu, maka aku akan menyesal dan menangis selama hidupku di dunia. Rasulullah saw pun menyenangkan hati ibu ini, dengan jawaban, "Haritsah telah masuk surga, bukan hanya satu surga akan tetapi surga dalam surga-surga. Ia telah mencapai surga Firdaus yang sangat tinggi. Ibu Haritsah ini pun kembali dengan senyum-senyum sambil berkata, "Sangatlah beruntung engkau wahai anakku."
Sahabat Anas menjelaskan pula: "Pada suatu hari sahabat Mu'adz bin Jabal menemui Rasulullah saw sambil menangis. Mu'adz ditanya oleh Rasulullah saw: "Bagaimana pagi ini wahai Mu'adz?""Aku pagi ini merasakan benar-benar keimananku," jawabnya. Rasulullah mengingatkan agar perkataannya harus sesuai dengan hakikat amalnya, Rasulullah bertanya pula: "Bagaimana perasaanmu itu?" Mu'adz menjawab: "Apabila berada di waktu pagi, aku merasa tidak akan sampai petang, dan bila aku berada di waktu petang tidak mungkin sampai pagi. Setiap melangkahkan kakiku, aku merasa tidak dapat melangkahkan kakiku yang lain. Aku melihat dalam hayalanku manusia telah dipanggil menerima suratan amalnya bersama para Nabi dan berhala-berhala yang mereka sembah selain Allah. Aku pun seperti telah melihat siksaan dan rintihan ahli neraka, dan kesenangan yang diterima ahli surga serta kenikmatannya. Nabi saw bersabda: "Engkau telah mengetahui itu semua, maka jangan beranjak dari imanmu itu."
Rasulullah memberitakan kepada kami perihal tewasnya para sahabat, seperti Zaid bin Harisah, Ja'far bin Abi Thalib, Abdullah bin Rawahah ra, Dalam sabda beliau: "Mereka adalah syuhada'. Mereka tidak akan senang, apabila mereka masih berada di tengah-tengah kita. Rasulullah bertutur dengan wajah sedih, dan nampak air matanya menetes bagaikan manik lepas dari talinya."
Para sahabat yang dipaparkan di atas telah menunjukkan, bagaimana mereka telah melihat dan membayangkan kehidupan akhirat dalam makrifat mereka, seperti yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw.
Para sahabat biasanya mendapat kasyaf dari Allah swt karena makrifat yang mereka miliki begitu tinggi. Bayangan tentang masa depan dan negeri akhirat, tentang surga dan neraka, seperti mereka melihat situasi hari akhirat itu dengan sungguh-sungguh. Hal ini dibenarkan oleh Rasulullah saw. Mereka sangat senang mendengarkan penjelasan dari Rasulullah saw, tentang apa yang telah nampak dalam kasyaf mereka.
Para sahabat melihat keindahan dunia ramai ini begitu memukau yang dapat menghanyutkan setiap orang yang mamandangnya, bahkan sangat memikat. Kehati-hatian para hamba Allah yang saleh akan mampu mengarahkan mereka kepada pengetahuan yang hakiki tentang dunia yang sangat mempesona itu.
Siapa yang tidak hati-hati dalam hidup dunia, ia akan mudah tergelincir dalam perangkap yang sangat indah, akan tetapi menyesatkan. Perangkap yang indah itu akan menyilaukan penglihatannya, yang lama kelamaan akan menjadikan buta dan kehilangan jalan kebenaran menuju Allah swt. Ia akan kehilangan jalan menuju ke negeri yang aman tenteram, yaitu negeri akhirat. Dunia adalah jembatan menuju akhirat. Karena negeri akhirat itulah tujuan perjalanan manusia yang terakhir. Camkanlah.