Siapakah Para ahli Ilmu dan Berkedudukan Mulia, Andakah?

Siapakah yang benar-benar mendapatkan sebutan ahli ilmu dalam Islam berdasarkan dalil firman Allah di dalam AL-Qur’an? Ahlul ilmi atau ahli ilmu sebagaimana yang telah disebutkan oleh dalil­dalil dalam AL-Quran dengan menerangkann keutamaan­keutamaan bagi mereka ahlul ilmu dan tingginya kedudukan mereka serta besarnya pahala untuk mereka, mereka adalah para pengemban ilmu yang mulia ini, yang mereka amalkan dan terapkan pada diri mereka sendiri dan pada manusia dengan menyebarkan dan menyampaikannya.

Serta telah disebutkan dalil-­dalil di dalam Al-Quran bagi orang-orang yang mengetahui ilmu akan tetapi tidak mengamalkannya atau menerapkannya sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Swt dalam surat Ash Shaf ayat 3:

كَبُرَ مَقۡتًا عِندَ ٱللَّهِ أَن تَقُولُواْ مَا لَا تَفۡعَلُونَ ٣

Artinya: Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa­apa yang tiada kamu kerjakan” (QS. Ash Shaf : 3).

Siapakah orang-orang yang ahli ilmu atau terpuji serta orang yang tercela?


Maka dapat kita ketahui dari keterangan di atas bahwa orang­-orang yang terpuji ialah mereka para ulama’ yang menerapkan dan mengamalkan ilmunya, dan bahwa orang yang tidak menerapkan dan mengamalkan ilmunya dia termasuk orang yang tercela, bukan orang yang mendapat keutamaan.

walisongo para ahli ilmu
walisongo


Bahkan Allah swt juga menurunkan ayat berkaitan dengan mereka yang tidak menerapkan dan mengamalkan ilmunya, maka mereka menduduki kedudukan orang-orang yang bodoh yang tidak memiliki ilmu sama sekali, yaitu di dalam Firman Allah SWT sebagai berikut:

وَلَقَدۡ عَلِمُواْ لَمَنِ ٱشۡتَرَىٰهُ مَا لَهُۥ فِي ٱلۡأٓخِرَةِ مِنۡ خَلَٰقٖۚ وَلَبِئۡسَ مَا شَرَوۡاْ بِهِۦٓ أَنفُسَهُمۡۚ لَوۡ كَانُواْ يَعۡلَمُونَ ١٠٢

Artinya: “Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barang siapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya sendiri dengan sihir, kalau mereka mengetahui” (QS. Al Baqarah : 102).

Allah SWT telah memulai dengan mensifati ahlil kitab dengan ilmu melalui huruf taukid qasami (penekanan dan sumpah) (Wa laqad alimu) kemudian menghilangkan ilmu dari mereka (Wa lau kaanuu ya’lamun) karena mereka tidak melaksanakan dan mengamalkan ilmu mereka, maka mereka menduduki kedudukan orang­orang yang bodoh.

Syaikhul islaam Ibnu Taimiyyah Rh mengatakan: (Termasuk sesuatu yang tetap tertanam di dalam pikiran kaum muslimin: Bahwa pewaris para Rasul dan pengganti para Nabi mereka adalah orang­orang yang menegakkan agama secara ilmu dan amal dan dakwah kepada Allah dan Roasul-Nya, mereka itulah sebenar­benar pengikut para nabi, mereka itu kedudukannya menduduki suatu kelompok yang baik di atas muka bumi ini yang telah bersih dan menerima air lalu tumbuhlah rerumputan dan pepohonan yang banyak, sehingga dia dapat membersihkan dirinya sendiri dan membersihkan manusia, mereke itulah  yang mengumpukan antara  bashirah  tentang  agama  dan  kuatnya  dakwah,  oleh  karena  itu mereka adalah para pewaris nabi sebagaimana Allah SWT berfirman tentang mereka:

وَاذْكُرْ عِبَادَنَآ اِبْراهِيْمَ وَاِسْحَاقَ وَيَعْقُوْبَ اُوْلِى الْاَيْدِيْ وَالْاَبْصَارِ

Artinya: “Dan ingatlah hamba­hamba Kami: Ibrahim, Ishak dan Ya'qub yang mempunyai perbuatan­perbuatan yang besar dan ilmu­ilmu yang tinggi”

Al aidy Adalah kekuatan pada urusan Allah SWT sedangkan Al Abshaar adalah Bashaa­ir (pandangan hati) tentang agama Allah, dengan bashirahlah akan dapat mengetahui dan menemukan kebenaran, dan dengan kekuatan akan meneguhkan penyampaian, pelaksanaannya dan dakwah kepadanya). (Majmu’ Al Fataawa IV/65).

Asy Syathibi Rh berkata: (Ilmu itu termasuk salah satu dari wasilah­ wasilah, bukan maksudnya untuk dirinya sendiri jika dilihat dari segi pandangan syar’I, akan tetapai ilmu itu adalah wasilah (sarana) untuk beramal, dan setiap apa yang disebutkan tentang keutamaan ilmu sesungguhnya itu untuk menguatkan ilmu dilihat dari sisi hal­hal yang harus dilakukan oleh seorang mukallaf (orang yang mendapatkan beban) untuk melaksanakannya) (Al Muwaafaqaat I/65) cet. Daarul Ma’rifah.

Asy Syaathibi juga berkata: (Ilmu yang dianggap merupakan ilmu syar’iy ­­­ yaitu ilmu yang dipuji oleh Allah Swt dan RosulNya secara umum ­­­ yaitu ilmu yang memotivasi diri untuk beramal, yang tidak membiarkan pemiliknya untuk mengamalkan sesuai dengan hawanafsunya bagaimanapun keadaannya, akan tetapi ilmu itu mengikat pemiliknya dengan tuntutan­tuntutannya, yang membawanya diatas undang­undangnya baik senang maupun terpaksa. (Al Muwaafaqaat I/69).

Maka dengan demikian telah kita ketahui bahwa ahlul ilmi atau ahli ilmu yang telah disebutkan di dalam dalil-dalil dan firman Allah SWT dengan menerangkan keutamaan mereka adalah para ulama’ yang mengamalkan dan menerapkan ilmunya.

Perlu kita ketahui bersama masih banyak sekali disebutkan di dalam Al Kitab Al-Quran dan dan As Sunnah (hadits Nabi) yang menunjukkan akan keutamaan ilmu serta keutamaan orang­orang yang mengamalkan dan menerapkan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari.

Posting Komentar untuk "Siapakah Para ahli Ilmu dan Berkedudukan Mulia, Andakah?"