Ulama dan Ilmu adalah Kepemimpinan yang Sesungguhnya

Ilmu adalah kepemimpinan yang sesungguhnya, karena kepada orang yang berilmulah tempat kembali dan mengadu ketika terjadi perselisihan, dan telah kami sebutkan dalil­-dalilnya dari Kitab Allah Al-Qur'an, diantaranya firman Allah:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَأَطِيعُواْ ٱلرَّسُولَ وَأُوْلِي ٱلۡأَمۡرِ مِنكُمۡۖ فَإِن تَنَٰزَعۡتُمۡ فِي شَيۡءٖ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمۡ تُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِۚ ذَٰلِكَ خَيۡرٞ وَأَحۡسَنُ تَأۡوِيلًا  

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. An Nisaa’ : 59).

ulama ilmu kepemimpinan

Jadi mengembalikan kepada Allah dan Rasululullah Saw adalah mengembalikan kepada Al Qur­aan dan As Sunnah, dan mengembalikan kepada Al Qur­aan dan As Sunnah adalah mengembalikan kepada para ulama’ yang mengamalkan keduanya, yang menunjukkan itu adalah firman Allah Swt:

وَإِذَا جَآءَهُمۡ أَمۡرٞ مِّنَ ٱلۡأَمۡنِ أَوِ ٱلۡخَوۡفِ أَذَاعُواْ بِهِۦۖ وَلَوۡ رَدُّوهُ إِلَى ٱلرَّسُولِ وَإِلَىٰٓ أُوْلِي ٱلۡأَمۡرِ مِنۡهُمۡ لَعَلِمَهُ ٱلَّذِينَ يَسۡتَنۢبِطُونَهُۥ مِنۡهُمۡۗ وَلَوۡلَا فَضۡلُ ٱللَّهِ عَلَيۡكُمۡ وَرَحۡمَتُهُۥ لَٱتَّبَعۡتُمُ ٱلشَّيۡطَٰنَ إِلَّا قَلِيلٗا 

Artinya: Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu). (QS. An Nisaa’ : 83).

Karena para ulama’ dan para penguasa sebenarnya dengan perkataan mereka yang mengatakan ini boleh dan ini tidak boleh, ini benar dan ini salah. Asy Syaathibi rh berkata: (Oleh karena itu para ulama’ menjadi penguasa bagi seluruh manusia baik keputusan atau fatwa atau bimbingan karena mereka disifati dengan ilmu syar’iy yang merupakan seorang hakim secara mutlak) (Al I’tishaam II/341) karangan Asy Syathibi.

Dalil akan hal ini dari sunnah adalah sabda Nabi Saw:

إِنَّ اللهَ لاَ يَقْبِضُ العِلْمَ انْتِزاَعاً يَنْتَزِعُهُ مِنَ العِباَدِ وَلَكِن يَقْبِضُ العِلْمَ بِقَبْضِ العُلَماَءِ حَتَّى إِذاَ لَم يَبْقَ عاَلِماً اتَّخَذَ رُءُوساً جُهاَّلاً فَسُئِلُوا فَأَفْتَوا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَ لُّوا وَأَضَلُّوا

Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dengan mencabut ilmu tersebut dari para hamba, akan tetapi mencabut ilmu dengan mencabut nyawa para ulama’, hingga jika tidak ada lagi seorang alim maka manusia mengambil pemimpin­ pemimpin yang bodoh, sehingga mereka ditanya lalu mereka berfatwa tanpa ilmu maka dia sesat dan menyesatkan) (HR. Muttafaqun Alaihi).

Hadits itu dengan bimbingannya menunjukkan akan wajibnya mengutamakan para ulama’ di dalam kepemimpinan dan peringatan dari mengambil pemimpin yang bodoh.

Diriwayatkan oleh Muslim di dalam Shahihnya dari Nafi’ Bin Abdullah Al Khuza’I ­­­ dia adalah pegawai Umar di Makkah ­­­ bahwa dia menemuinya di Usfaan. Maka dia berkata kepadanya: Siapakah yang menggantikanmu? Lalu dia menjawab: Yang menggantikan aku adalah Ibnu Abza salah seorang maula kami. Umar bertanya kepadanya: Yang menggantikanmu seorang maula? Dia menjawab: Sesungguhnya dia adalah Qaari (pembaca) kitab Allah, seorang alim tentang faraidh, maka Umar berkata: Sesungguhnya Nabi kalian telah bersabda:

إِنَّ اللهَ يَرْفَعُ بِهَذاَ الكِتاَبِ أقْواَماً وَيَضَعُ بِهِ آخَرُونَ

“Sesungguhnya dengan Kitab ini Allah akan mengangkat derajat suatu kaum dan menghinakan kaum yang lain”.

Maka ilmu Ibnu Abza mengakibatkan dia dijadikan sebagai pemimpin dan didahulukan dari pada yang lainnya.

Begitu juga Kitab Allah telah menunjukkan untuk menjaga (memperhatikan) syarat ilmu bagi orang yang diangkat menjadi pemimpin bagi manusia, hal itu terdapat pada firman Allah Swt:

وَقَالَ لَهُمۡ نَبِيُّهُمۡ إِنَّ ٱللَّهَ قَدۡ بَعَثَ لَكُمۡ طَالُوتَ مَلِكٗاۚ قَالُوٓاْ أَنَّىٰ يَكُونُ لَهُ ٱلۡمُلۡكُ عَلَيۡنَا وَنَحۡنُ أَحَقُّ بِٱلۡمُلۡكِ مِنۡهُ وَلَمۡ يُؤۡتَ سَعَةٗ مِّنَ ٱلۡمَالِۚ قَالَ إِنَّ ٱللَّهَ ٱصۡطَفَىٰهُ عَلَيۡكُمۡ وَزَادَهُۥ بَسۡطَةٗ فِي ٱلۡعِلۡمِ وَٱلۡجِسۡمِۖ وَٱللَّهُ يُؤۡتِي مُلۡكَهُۥ مَن يَشَآءُۚ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٞ  

Artinya: Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu". Mereka menjawab: "Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?" Nabi (mereka) berkata: "Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa". Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui. (QS. Al Baqarah : 247).

Para ulama adalah orang­orang yang dipercaya terhadap agama ini: mereka mengajari orang bodoh, membantah orang yang berlebih­lebihan, menyingkap penyelewengan orang­orang yang menyeleweng dan orang­ orang bid’ah, sebagaimana terdapat di dalam hadits:

يَحْمِلُ هَذاَ العِلْمَ مِنْ كُلِّ خَلْفِ عُدُوْلِه , يَنْفَوْنَ عَنْهُ تَحْرِيْفَ الغاَلِيْنَ وَانْتِحاَلِ المُبْطِلِينَ وَتأْوِيْلِ الجاَهِلِينَ

“Sesungguhnya yang mengemban ilmu ini adalah orang­orang yang adil, dengannya mereka menghilangkan penyelewengan­penyelewengan orang­orang yang extrimis, pendapat orang­orang yang menyeleweng dan takwilnya orang­ orang yang bodoh”

(HR. Ibnu Adi dari Ali dan Ibnu Umar, juga diriwayatkan oleh Al Khathiib dari Muadz, juga oleh Ath Thabari dari Usamah Bin Zaid, juga diriwayatkan dari Abu Hurairah dan Ibnu Mas’uud, Imam Ahmad Bin Hambal berkata: hadits ini shahih sebagaimana yang disebutkan Al Khallal di dalam kitab Al Ilal, semua ini disebutkan oleh Ibnul Qayyim di dalam kitab (Miftaahu Daarus Sa’aadah I/163), dan Al Khathiib Al Baghdaadi menukil penshahihannya dari Ahmad di dalam kitabnya (Syarfu Ash­haabul Hadiits hal. 29).

Hadits ini digunakan oleh Ahmad di dalam muqaddimah kitabnya (Ar Rad Ala Az Zanaadiqah Wal Jahmiyyah) lalu dia berkata: (Al Hamdulillah (segala puji bagi Alloh) yang menjadikan pada setiap zaman kosong dari diutusnya Rosul dan tinggal hanya orang­orang yang berilmu yang mengajak dari kesesatan kepada petunjuk, mereka bersabar dengan siksaan dalam hal itu, menghidupkan kitab Alloh yang telah mati, memberi sinar dengan cahaya Alloh kepada orang­orang yang bodoh, berapa banyak orang­orang yang dibunuh oleh iblis telah dia hidupkan, dan berapa banyak orang yang sesat dalam kebingungan yang telah dia beri petunjuk, sungguh sangat baik pengaruh mereka terhadap manusia namun menusia membuat pengaruh yang jelek terhadap mereka.

Mereka menghilangkan penyelewengan­penyelewengan orang­orang yang extrimis, pendapat orang­orang yang menyeleweng dan takwilnya orang­orang yang bodoh. Yang mereka telah mengingkat bendera­ bendera bid’ah, melepaskan tali­tali fitnah, mereka adalah orang­orang yang berselisih di dalam Al Kitab, Menyelisihi Al Kitab, berkumpul untuk memisahkan Al Kitab, mereka berkata dengan nama Alloh, tentang Alloh dan di dalam kitab Alloh tanpa ilmu, mereka selalu membicarakan tentang perkataan­perkataan yang mutasyabih, dan menipu orang­orang yang bodoh dengan yang mutasyabih pada mereka. maka Naudzibillahi dari fitnah orang­orang yang sesat) lihat dalam kitab (Maj’muu’atu Aqaa­ idis Salaf, hal. 52) cetakan Daarul Ma’rifah di Iskandariyah tahun 1971 M, dan  dalam  kitab  (Minhaajus  Sunnah  V/273)  oleh  Ibnu  taimiyyah, ditahqiq oleh DR. Muhammad Rasyad Salim, juga di dalam kitab (Al I’laamul Muwaaqi’iin I/9) oleh Ibnul Qayyim.

Posting Komentar untuk "Ulama dan Ilmu adalah Kepemimpinan yang Sesungguhnya"