Tingkatan Manusia yang Mendapatkan Keutamaan bagi Ahlil Ilmi

Telah dipaparkan pada penjelasan sebelumnya tentang keutamaan besar yang diperuntukkan bagi ahlul ilmi, pahala mereka dan tempat mereka di dunia maupun di akhirat.

Manusia berbeda­beda di dalam mendapatkan keutamaan ini sesuai dengan kadar pencarian mereka terhadap ilmu dan pemanfaatan mereka bagi diri mereka sendiri dengan mengamalkannya dan pada manusia dengan menyebarkan ilmu serta mengajarkannya. Perbedaan tingkatan manusia di dalam menerima keutamaan ini terdapat jarak yang sangat besar sebagaimana yang terdapat pada dalil­dalil sebagai berikut:

Firman Allah Swt:

۞أَفَمَن يَعۡلَمُ أَنَّمَآ أُنزِلَ إِلَيۡكَ مِن رَّبِّكَ ٱلۡحَقُّ كَمَنۡ هُوَ أَعۡمَىٰٓۚ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُوْلُواْ ٱلۡأَلۡبَٰبِ  

Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar sama dengan orang yang buta? Hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran, (QS. Ar Ra’du : 19).

Firman Allah Swt:

أَمَّنۡ هُوَ قَٰنِتٌ ءَانَآءَ ٱلَّيۡلِ سَاجِدٗا وَقَآئِمٗا يَحۡذَرُ ٱلۡأٓخِرَةَ وَيَرۡجُواْ رَحۡمَةَ رَبِّهِۦۗ قُلۡ هَلۡ يَسۡتَوِي ٱلَّذِينَ يَعۡلَمُونَ وَٱلَّذِينَ لَا يَعۡلَمُونَۗ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُوْلُواْ ٱلۡأَلۡبَٰبِ  

Artinya: (Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. (QS. Az Zumar : 9).

Dan telah disebutkan di dalam hadits secara tersendiri dari Nabi Saw di dalam menjelaskan tingkatan manusia dalam permasalah ini, yaitu sabda Nabi Saw:

مَثَلُ ماَ بَعَثَنِيَ اللهُ بِهِ مِنَ الهُدَى وَالعِلْمِ كَمَثَلِ الغَيْثِ الكَثِيْرِ أَصاَبَ أَرْضا : فَكاَنَ مِنهاَ نَقِيَّةٌ قُبِلَتِ الماَءَ فَأَنْبَتَتِ الكَلَأَُ وض العُشْبَ الكَثِيْرَ وَكاَنَت مِنهاَ أَجاَدِبُ أَمْسَكَتِ الماَءَ فَنَفَعَ اللهُ بِهاَ النَّاسَ فَشَرِبوُا وَسَقَوا وَزَرَعُوا وَأَصاَبَت مِنهاَ طاَئِفَةً أُخْرَى إِنَّماَ هِيَ قِيعاَنٌ لاَ تُمْسِكُ ماَءً وَلاَتُنْبِتُ كَلَأً فَذ لِكَ مَثَلُ مَن فَقَهَ فِي دِينِ اللهِ وَنَفَعَهُ ماَ بَعَثَنِيَ اللهُ بِهِ فَعَلِمَ وَعَلَّمَ وَمَثَلُ مَن لَم يَرْفَعُ بِذَلِكَ رَأْساً وَلَم يُقْبَلْ هُدَى اللهِ الذِّي أُرْسِلْتُ بِهِ

“Permisalan dari apa yang Allah mengutusku yang berupa petunjuk dan ilmu seperti hujan yang lebat yang mengenai tanah: diantara tanah itu ada tanah yang subur yang menerima seluruh air lalu rerumputan dan tumbuh­tumbuhan yang banyak, diantaranya ada tanah yang tandus yang menahan air sehingga manusia mengambil manfaat darinya lalau mereka minum, mengairi dan menanam dengannya, dan diantaranya ada tanah yang lain yaitu tanah yang ……. Yang tidak dapat menampung air dan tidak dapat menumbuhkan tanaman, itu semua permisalan dari orang yang memahami agama dan memberi manfaat dengan apa yang telah Allah mengutusku maka dia mempelajarinya dan mengajarkannya, dan permisalan orang yang tidak dihiraukan tidak diberii petunjuk Allah yang aku diutus dengannya) (HR. Muttafaqun Alaihi dari Abu Musa Ra, dan lafadz milik Al Bukhaari hadits ke 79).

keutamaan ahli ulmu

Ibnu Hajar Rh berkata di dalam menjelaskan hadits ini (Al Qurthubi dan yang lainnya berkata: Nabi Saw memberi permisalan ketika datang agama kepadanya dengan permisalan hujan yang lebat yang datang kepada manusia sesuai dengan keadaaan kebutuhan mereka kepada ilmu tersebut, begitulah keadaan manusia sebelum beliau diutus, sebagaimana hujan dapat menghidupkan negeri yang mati begitu juga ilmu­ilmu agama dapat menghidupkan hati yang mati, kemudian beliau menyamakan orang­orang yang mendengarkan ilmu seperti tanah yang bermacam­macam yang air hujan turun kepadanya, diantara mereka ada yang alim dan mengamalkan ilmunya serta mengajarkannya, dan itu kedudukannya seperti tanah yang baik dia serap airnya sehingga bermanfaat bagi dirinya dan dapat menumbuhkan tanaman sehingga bermanfaat bagi yang lainnya, diantaranya jiga ada yang mengandung seluruh ilmu yang dibutuhkan pada zamannya namun dia tidak melakukan yang sunnah­sunnah atau belum memahami seluruhnya namun meriwayatkan kepada yang lainnya, itu kedudukannya seperti tanah yang dapat menahan air sehingga manusia dapat memanfaatkannya, itulah yang ditunjukkan dengan sabdanya (Allah akan melihat seseorang yang mendengar perkataanku lalu meriwayatkannya sebagaimana dia mendengarnya). Dan diantara mereka ada yang mendengar ilmu namun dia tidak menghafalnya dan tidak mengamalkannya serta tidak menukil untuk yang lainnya, maka itu kedudukannya seperti tanah yang mengandung air yang asin (payau) atau tanah yang tidak ada tumbuh­tumbuhannya yang tidak dapat menyerap air dan merusak yang lainnya, sesungguhnya digabungkan menjadi satu permisalan dari dua kelompok awal yang terpuji karena adanya keterkaitan antara keduanya di dalam mengambil manfaat keduanya, dan menyendirikan satu permisalan dari kelompok ketiga yang tercela karena tidak ada manfaat di dalamnya. Wallahu A’lam. 

Kemudian menurut pendapatku bahwa pada masing­masing dari satu permisalan kedua kelompok tersebut, untuk yang pertama telah kami jelaskan, lalu yang kedua dari kelopok pertama adalah orang yang masuk kedalam agama namun dia tidak mendengar ilmu atau mendengarnya namun tidak mengamalkannya dan tidak mengajarkannya, dan permisalannya seperti tanah yang mengandung air yang asin yang ditunjukkan oleh Sabda Nabi Saw artinya dia berpaling darinya sehingga dia tidak mengambil manfaat dengannya dan tidak dapat memberikan manfaat, yang kedua adalah orang yang tidak masuk ke dalam agama sama sekali, akan tetapi sampai kepadanya namun dia kafir dengannya, dan permisalannya adalah seperti tanah yang tidak ada tumbuhan dan tandus serta rata yang air melewatinya namun tanah itu tidak dapat memanfaatkan air tersebut yang ditunjukkan oleh sabda Nabi Saw .

Ath Thayyibi berkata: Tinggallah manusia itu menjadi dua macam: pertama yang manusia mengambil manfaat ilmu bagi dirinya sendiri namun tidak dia ajarkan kepada yang lainnya, kedua orang yang tidak mengambil manfaat ilmu bagi dirinya sendiri namun dia ajarkan kepada yang lainnya. Saya katakan: Untuk yang pertama masuk pada macam pertama karena manfaat dapat dicapai secara umum walaupun berbeda­ beda tingkatannya, begitu juga dengan apa­apa yang ditumbuhkan oleh tanah, diantaranya ada yang dimanfaatkan oleh manusia dan diantaranya ada yang menjadi layu, sedangkan untuk kedua jika dia mengamalkan yang wajib dan meremehkan yang sunnah maka dia masuk kepada macam yang kedua sebagaimana yang telah kami tetapkan, namun jika dia meninggalkan yang wajib juga maka dia termasuk orang yang fasik yang tidak boleh mengambil ilmu darinya, dan dia masuk kedalam keumuman sabda Nabi wallahu A’alam. (Fat­hul Baari I/177).

Al Khathiib Al Baghdaadi berkata: ­ tentang hadits yang sama – (Rosululloh telah mengumpulkan di dalam hadits ini tingakatan para fuqaha’ dan orang­orang yang bertafaquh tanpa ada kecacatan sedikitpun, maka tanah yang baik adalah permisalan orang faqih yang dhabidh (kuat hafalannya) dengan apa yang diriwayatkan, yang paham dengan maknanya dan baik di dalam mengembalikan apa yang diperselisihkan kepada Al Kitab dan As Sunnah. Sedangkan tanah tandus yang dapat menampung air yang dapat mengairi manusia adalah permisalan dari suatu kelompok yang menghafal apa yang dia dengar saja lalu mengikat dan menahannya sampai dia meriwayatkannya kepada yang lainnya tanpa mengubah hafalannya namun dia tidak faqih (paham) dengannya dan tidak paham untuk mengembalikan apa yang telah disebutkan serta bagaimana melakukannya namun Allah memberi manfaat dengannya di dalam menyampaikannya kepada orang yang mungkin lebih paham dengan apa yang dia dengar sebagaimana sabda Nabi Saw: “Bisa jadi orang yang disampaikan lebih paham dengan orang yang mendengarkannya dan bisa jadi orang yang menyampaikan fiqh tidak paham dengan apa yang dia sampaikan” dan barang siapa yang tidak hafal dengan apa yang dia dengar maka dia bukan seperti tanah yang baik dan juga bukan seperti tanah tandus yang dapat menampung air akan tetapi dia terhalang dari ilmu dan permisalannya seperti tanah kering yang rata yang tidak dapat menumbuhkan tanaman juga tidak dapat menampung air dan Allah Swt telah berfirman:

قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لاَيَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُوا اْلأَلْبَابِ

“Katakanlah:"Adakah sama orang­orang yang mengetahui dengan orang­orang yang tidak mengetahui"

Juga firman Allah Swt:

أَفَمَن يَعْلَمُ أَنَّمَآ أُ نزِلَ إِلَيْكَ مِن رَّبِّكَ الْحَقُّ كَمَنْ هُوَ أَعْمَى

“Adakah orang yang mengetahui bahwasannya apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu itu benar sama dengan orang yang buta” 

dan perumpaan orang yang meninggalkan ilmu karena membencinya dan meremehkannya serta mendustakannya dengan penuh kesinisan maka Allah Swt berfirman:

وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِيْ ءَاتَيْنَاهُ ءَايَاتِنَا فَانْسَلَخَ مِنْهَا

“Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat­ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al­Kitab), kemudian dia melepaskan diri dari pada ayat­ayat itu”

… hingga firmanNya:

فَمَثَلُهُ كَمَثَلُ الْكَلْبِ

 “maka perumpamaannya seperti anjing”… hingga akhir ayat) (Al Faqiih Wal Mutafaqqih I/49).

Dan akhirnya demikianlah penjelasan tentang tingkatan manusia di dalam menuntut ilmu dan beramal dengannya, dan kebalikan dari tingkatan­ tingkatan mereka bagi yang berhak untuk mendapatkan keutamaan. Maka lihatlah wahai saudaraku sesama muslim dimanakah kedudukanmu dari tingkatan­tingkatan ini? dan bersungguh­sungguhlah untuk mencari keutamaan yang lebih bnayak dari sebelumya, sebelum datang hari dimana tidak bisa lolos dari Allah, dihari yang tidak bermanfaat harta dan anak kecuali orang yang datang kepada Allah dengan hati yang sehat.

Posting Komentar untuk "Tingkatan Manusia yang Mendapatkan Keutamaan bagi Ahlil Ilmi"