Mencintai Kebenaran Melebihi Kecintaan Kepada Para Ulama

Allah berfirman di dalam AL-Qur’an dalam Surat A-Jatsiyah sebagai berikut:

هَٰذَا بَصَٰٓئِرُ لِلنَّاسِ وَهُدٗى وَرَحۡمَةٞ لِّقَوۡمٖ يُوقِنُونَ  

Artinya: Al Quran ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang meyakini. (Q.S Al- Jatsiyah :20)

Dan juga firman-Nya;

لَّقَدۡ كَانَ لَكُمۡ فِي رَسُولِ ٱللَّهِ أُسۡوَةٌ حَسَنَةٞ لِّمَن كَانَ يَرۡجُواْ ٱللَّهَ وَٱلۡيَوۡمَ ٱلۡأٓخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرٗا  

Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Q.S Al-Ahzab : 21)

Dan firman-Nya lagi di dalam Kitabullah:

قَدۡ كَانَتۡ لَكُمۡ أُسۡوَةٌ حَسَنَةٞ فِيٓ إِبۡرَٰهِيمَ وَٱلَّذِينَ مَعَهُۥٓ إِذۡ قَالُواْ لِقَوۡمِهِمۡ إِنَّا بُرَءَٰٓؤُاْ مِنكُمۡ وَمِمَّا تَعۡبُدُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ كَفَرۡنَا بِكُمۡ وَبَدَا بَيۡنَنَا وَبَيۡنَكُمُ ٱلۡعَدَٰوَةُ وَٱلۡبَغۡضَآءُ أَبَدًا حَتَّىٰ تُؤۡمِنُواْ بِٱللَّهِ وَحۡدَهُۥٓ إِلَّا قَوۡلَ إِبۡرَٰهِيمَ لِأَبِيهِ لَأَسۡتَغۡفِرَنَّ لَكَ وَمَآ أَمۡلِكُ لَكَ مِنَ ٱللَّهِ مِن شَيۡءٖۖ رَّبَّنَا عَلَيۡكَ تَوَكَّلۡنَا وَإِلَيۡكَ أَنَبۡنَا وَإِلَيۡكَ ٱلۡمَصِيرُ  

Artinya: Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: "Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja. Kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya: "Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatupun dari kamu (siksaan) Allah". (Ibrahim berkata): "Ya Tuhan kami hanya kepada Engkaulah kami bertawakkal dan hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali". (Q.S Al-Mumhatanah : 4)

mencintai kebenaran

Sesungguhnya umat islam di Indonesia saat ini terpecah menjadi jam‘ah-jam‘ah dan partai-partai, masing-masing mempunyai metode tersendiri dalam memperbaiki umat ini. Masing-masing dari mereka mengusung ulama-ulama yang ―sejalan‖ dengan pemikiran mereka. Namun sayangnya, ada segelintir orang diantara mereka yang menabur perpecahan dengan cara menanamkan sikap fanatisme dan kebencian. Yang diajarkan bukanlah untuk mencintai kebenaran, melainkan membenci ulama yang dinilai bersebrangan dengan pemikiran mereka, yang diajarkan bukanlah untuk mencintai kebenaran, melainkan membenci jam‘ah-jam‘ah atau partai-partai diluar jam‘ah mereka. Bahkan ada yang dengan lantangnya meneriakkan bahwa yang tak sependapat dengan mereka telah menyimpangi ahlus sunnah wal jam‘ah.

Sesungguhnya Syaikh Muhammad Nashirudin Al Albani, Syaikh Abdul Aziz Ibnu Baz, Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani,Syaikh Hasan Al-Banna,dan ulama-ulama yang menjadi rujukan kita semua adalah para ulama diantara ulama-ulama terbaik yang dimiliki umat islam. Tak seorangpun mengingkari keutamaan mereka selain orang yang mendustakan atau arogan. Mereka telah mengabdikan dirinya untuk mendalami hadits Rasulullah dan bekerja keras untuk menyebarkan sunah, memberantas bid‘ah serta menyebarkan ilmu salaf di tengah umat. Saya berdoa semoga Allah membalas semua jasa mereka dengan sebaik-baik balasan.

Namun Allah enggan untuk menjadikan seorang manusia selain para rasul-Nya sebagai seorang yang maksum (bebas dari kesalahan). Mereka para ulama-ulama itu adalah manusia juga, mereka kadang benar dan kadang salah. Orang yang mengikuti tulisan-tulisan mereka tentu akan menemukan ada juga kesalahan atau ketergelinciran di dalamnya.

Kami, Insyallah, kami bukanlah orang-orang yang mencari-cari ketergelinciran orang, membesar- besarkannya dan banyak menyebut-nyebutnya. Karena itu, bukan termasuk kebiasaan kami mencari ketergelinciran-ketergelinciran tersebut. Tetapi bila kami mendapati ketergelinciran dalam pelajaran atau pembahasan mereka, kami berpaling dari kesalahan yang kami dapatkan dan kami beramal dengan yang benar. Dan kami mengingatkan kesalahan tersebut dalam sebagian majlis kami dan umat dengan bahasa yang baik dan metode yang santun, bukan meributkannya.

Berangkat dari sini, saya memberanikan diri untuk merangkum lembaran-lembaran ini meskipun harus melewati kesulitan yang berat, karena saya tak pernah sekalipun menginginkan mengambil sikap membantah atau menentang mereka.

Namun  kebenaran yang  diajarkan  oleh Dien  kami  menyatakan,  kebenaran lebih  kami cintai
melebihi para ulama dan masayikh kami serta seluruh umat manusia.

Dalam kesempatan ini saya ingin menerangkan bahwa ketika kami berbeda pendapat dengan mereka dalam sebagian persoalan, kami berlepas diri kepada Allah Ta‘ala dari orang-orang yang memusuhi mereka dan membenci mereka disebabkan mereka berpegang teguh dengan As Sunah dan membela aqidah yang benar. Saya memohon kepada Allah semoga perbedaan kami dengan mereka tetap berada dalam koridor ahlu sunah wal jama‘ah, ahlul haq wal ‗adl, mereka adalah orang-orang yang berjalan di atas jalan Rasulullah dan para sahabatnya.

Sungguh kebenaran hanya pada Allah dan Rasulnya. tidak dimonopoli oleh sebuah jam‘ah, partai,
organisasi, maupun seorang ulama.

Posting Komentar untuk "Mencintai Kebenaran Melebihi Kecintaan Kepada Para Ulama"