Keutamaan dalam Memanjatkan Doa

Sebagaimana telah dipaparkan pada bahasan adab-adab dalam berdoa bahwa intonasi suara turut memegang peranan penting dalam berdoa. Intonasi suara ketika berdoa dianjurkan sebaiknya bernada tidak keras, lirih dan tidak pula terlalu pelan. Nabi Muhammad Rasulullah SAW pernah bersabda, yang artinya:

Wahai manusia, sesungguhnya zat yang kalian berdoa kepada-Nya tidaklah tuli dan tidak pula gaib.” Allah SWT juga tidak menyukai segala sesuatu yang berlebilian, sebagaimana firman-Nya di dalam Al-Qur’an:

ٱدۡعُواْ رَبَّكُمۡ تَضَرُّعٗا وَخُفۡيَةًۚ إِنَّهُۥ لَا يُحِبُّ ٱلۡمُعۡتَدِينَ ٥٥

Artinya: Berdoalah kepada Tuhan kalian dengan paruh rendah diri dan takut (tidak dikabulkan). Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang yang melampaui batas.”
(QS. Al-A’raf, 7: 55)

Yang dimaksud dengan melampaui batas pada ayat di atas adalah bahwa dalam berdoa atau memanjatkan doa tidak diperbolehkan mengajukan permohonan agar disegerakan adzab bagi orang lain maupun diri sendiri, atau doa yang berisi dosa serta permohonan untuk memutuskan silaturahmi, dan yang semacamnya. Allah SWT tentu sangat tidak menyukai hal-hal yang melampaui batas seperti itu.

Tentang rendah diri, terdapat banyak pendapat yang mengatakan bahwa sikap rendah diri akan menghancurkan diri sendiri untuk melangkah maju. Pendapat ini memang benar apabila hal ini diterapkan dalam segala aspek kehidupan. Namun hal ini berbeda ketika di dalam berdoa, hendaknya rendah diri kepada Allah swt. Dalam berdoa, dan juga pada pelaksanaan ibadah-ibadah yang lainnya, justru sangat diutamakan untuk menunjukkan perasaan dan sikap rendah diri dan khusyuk di hadapan Allah SWT, untuk menunjukkan bahwa seseorang benar-benar bersungguh-sungguh meminta sesuatu kepada Allah SWT.

Setiap hamba Allah SWT juga sebaiknya menyegerakan sesuatu yang bisa membawa mereka kepada posisi terdekat dalam pandangan Allah SWT. Yang artinya adalah bahwa, setiap hamba harus menyegerakan untuk melakukan segala sesuatu yang bernilai pahala dan kebaikan, agar kebaikan dan pahala yang sama atau yang melebihi dari itu menghampirinya.

Hal ini dijelaskam oleh Allah SWT dalam finnan-Nya di dalam Al-Qur’an sebagai berikut:

فَٱسۡتَجَبۡنَا لَهُۥ وَوَهَبۡنَا لَهُۥ يَحۡيَىٰ وَأَصۡلَحۡنَا لَهُۥ زَوۡجَهُۥٓۚ إِنَّهُمۡ كَانُواْ يُسَٰرِعُونَ فِي ٱلۡخَيۡرَٰتِ وَيَدۡعُونَنَا رَغَبٗا وَرَهَبٗاۖ وَكَانُواْ لَنَا خَٰشِعِينَ ٩٠

Artinya: Maka Kami memperkenankan doanya, dan Kami anugerahkan kepadanya Yahya, dan Kami jadikan istrinya dapat mengandung. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik, dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada Kami.” (QS. Al-Anbiya, 21: 90)

Dari ayat di atas menerangkan, bahkan Nabi Yahya AS yang dala hal ini adalah nabi dan rasul, yang merupakan orang yang dekat dengan Allah SWT, beliau dengan penuh khusyuk dan kerendahan diri ketika berdoa kepada Allah SWT.

Juga Nabi Yahya AS dan istrinya pun masih merasa cemas kalau-kalau permohonannya tidak dikabulkan oleh Allah SWT, padahal mereka selalu menyegerakan kebaikan kepada umatnya tanpa menunda-nunda.

Oleh sebab itu, kita yang derajatnya hanya manusia biasa, maka sudah sepantasnya dan sepatutnya serta seharusnya kita merendahkan diri serendah-rendahnya di hadapan Allah SWT. Allah SWT Yang Maha Tinggi, sehingga wajar kita sebagai manusia yang punya banyak kelemahan merendahkan diri di hadapan Allah SWT, bersungguh-sungguh dan khusyuk dalam berdoa, meminta kebaikan-Nya. Selayaknya pula kita menyegerakan kebaikan agar mendapat perhatian Allah SWT Yang Maha Baik.

Maka dapat kita tarik suatu kesimpulan bahwa begitu pentingnya kesungguhan dalam berdoa, dan meyakini bahwa segala permohonan yang dipanjatkan pasti akan dikabulkan oleh Allah SWT, asalkan tidak menyimpang dari anjuran dan ajaran agama.

Abu Hurairah RA meriwayatkan hadits dari Nabi Rasulullah SAW yang artinya:

Berdoalah kepada Allah, sedangkan kalian vakin akan dikabulkan doa kalian. Ketahuilah bahwa Allah tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai."(HR. Ahmad)

Juga Rasulullah SAW menegaskan :

Jika salah satu di antara kalian berdoa, maka jangan berkata, ‘Ya Allah, ampuni saya jika Engkau berkenan’ Akan tetapi, hendaknya bersungguh-sungguh dalam meminta, dan menunjukkan kebutuhan.

Disamping itu Sufyan bin ‘Uyainah pernah menambahkan,

Janganlah salah seorang dari kalian menahan doa apa yang diketahui oleh hatinya (dikabulkan), karena Allah SWT mengabulkan doa makhluk terkutuk, iblis laknatullah ‘alaih. Allah SWT berfirman:

 قَالَ رَبِّ فَأَنظِرۡنِيٓ إِلَىٰ يَوۡمِ يُبۡعَثُونَ ٣٦ قَالَ فَإِنَّكَ مِنَ ٱلۡمُنظَرِينَ ٣٧

Artinya: Berkata iblis, ‘Ya Tuhanku, (kalau begitu) maka beri tangguhlah kepadaku sampai hari (manusia) dibangkitkan’. ‘(Kalau begitu) maka sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang diberi tangguh.’” (QS. Al-Hijr, 15: 36-37)

Dalam berdoa, seorang hamba sudah selayaknya kita menyampaikannya dengan cara memelas, dan mengulang-ulang apa yang diminta untuk menunjukkan betapa besar keinginan yang kita sampaikan kepada Allah SWT. Kepada sesama manusia saja kita seringkali memohon-mohon dalam menyampaikan permintaan agar segera terpenuhi, apalagi meminta kepada Allah SWT Dzat Yang Maha Tinggi, Yang Maha Hebat, dan pemilikalam semesta dan segala-galanya.

Dari Ibnu Mas’ud RA pernah meriwayatkan, “Adalah Rasulullah SAW apabila berdoa, diulang sebanyak tiga kali. Dan ketika meminta, meminta tiga kali. Rasulullah SAW bersabda, ’Apabila salah satu di antara kalian meminta, maka perbanyaklah atau ulangilah, karena ia sedang meminta kepada Tuhannya.”

Posting Komentar untuk "Keutamaan dalam Memanjatkan Doa"