Memutuskan Silaturahmi-Terputus dari Tujuh Langit

Silaturahim Di antara perkara-perkara yang beliau ingatkan adalah masalah silaturahim. Maka jika seseorang memutuskan silaturahim, Allah akan memutuskannya dari atas tujuh langit. 

"Allah menciptakan rahim sebagai suatu yang lemah dan tergantung di arsy sebagaimana tersebut di dalam hadits shahih. Ia berkata, 'Wahai Tuhan, ini adalah kedudukan yang meminta perlindungan kepada-Mu dari pemutusan hubungan.' Allah bertanya, Tidaklah engkau rela aku sambungkan orang yang menyambungkanmu dan aku putuskan orang yang memutuskanmu?' Ia menjawab, "Ya." Allah lalu mengatakan, "Demikian itulah untukmu." Kemudian Allah menurunkannya ke bumi. Maka barangsiapa yang menyambungkannya, akan disambungkan oleh Allah dan barangsiapa yang memutuskannya, akan diputuskan oleh Allah." 

Allah SWT berfirman, "Maka apakah kiranya jika kalian berkuasa kalian akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? Mereka itulah orang-orang yang dilaknat oleh Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka." (QS. Muhammad: 22-23) Jadi, orang yang memutuskan silaturahmi adalah seorang yang tuli, bisu, buta, dan tidak mengerti apa-apa. 

Seorang yang memutuskan silaturahim akan mendapatkan laknat sebagaimana disebutkan dalam Kitabullah. Seorang yang memutuskan silaturahmi berarti melakukan kejahatan terbesar dalam sejarah setelah kejahatan meninggalkan shalat. Seandainya hujan turun dari langit ia akan meratai manusia kecuali orang yang memutuskan silaturahim. Seandainya rahmat dari sisi Tuhan Yang Maha Esa turun niscaya setiap orang akan mendapatkannya kecuali orang yang memutuskan silaturahim. Karena itulah, Rasulullah saw merupakan orang yang paling menyambungkan silaturahmi. Setelah kerabat beliau memusuhi dan memboikot beliau dan kemudian beliau memasuki Mekkah sebagai pihak yang menang, maka putra pamannya, Abu Sufyan bin al-Harits membawa anak-anaknya dan keluar menuju padang pasir karena ia telah menyakiti, memerangi, dan mencaci Rasulullah. Para sahabat bertanya, "Hendak ke mana engkau, wahai Abu Sufyan?" Ia menjawab, "Aku akan pergi bersama anak-anakku. Biarlah aku mati bersama mereka karena kelaparan, kehausan, dan tidak berpakaian di padang pasir." 

Para sahabat lalu berkata, "Kembalilah kepada Rasulullah dan katakanlah kepadanya sebagaimana yang dikatakan saudara- saudara Yusuf kepadanya sebagaimana termaktub dalam Al-Qur'an, "Demi Allah, sesungguhnya Allah telah melebihkan kamu atas kami, dan sesungguhnya kami adalah orang-orang yang ber-salah (berdosa)" (QS. Yusuf: 91) Maka Abu Sufyan datang dengan anak-anaknya dan mengatakan, "Hai Rasulullah, kesejahteraan dari Allah semoga senantiasa dilimpahkan kepadamu. Demi Allah, sesungguhnya Allah telah melebihkan kamu atas kami, dan se-sungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa)." (QS. Yusuf: 91) 

Maka menangislah Rasulullah dan beliau menyebutkan firman Allah, "Pada hari ini tak ada cercaan terhadap kalian. Mudah- mudahan Allah mengampuni [kalian], dan Dia adalah Maha Penyayang di antara para penyayang." (QS. Yusuf: 92) 

 Makna silaturahim bukanlah Anda menyambungkan hubungan dengan orang yang menyambung hubungan dengan Anda. Tidak, melainkan menyambungkan hubungan dengan orang yang memutuskan hubungan dengan Anda, memaafkan orang-orang yang menzalimi Anda, dan memberi kepada orang yang tak mau memberi kepada Anda. Allah berfirman, "Dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan." (QS. ar-Ra'd: 21) Dalam ayat lain dikatakan, "Dan orang- orang yang menahan amarahnya dan memaafkan [kesalahan] orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan." (QS. Ali 'Imran: 134) 

Di dalam hadits disebutkan, "Apabila Allah mengumpulkan orang-orang terdahulu pada hari kiamat, hari yang tak ada keraguan tentangnya, mereka berkumpul dalam keadaan tidak berambut, tidak berpakaian, tidak beralas kaki, tidak dikhitan sebagaimana Allah menciptakan mereka pada mulanya. Allah berfirman: 

Dan sesungguhnya kalian datang kepada Kami sendiri- sendiri sebagaimana kalian Kami ciptakan pada mulanya, dan kalian tinggalkan di belakang kalian (di dunia) apa yang telah Kami karuniakan kepada kalian; dan Kami tidak melihat beserta kalian pemberi syafaat yang kalian anggap bahwa mereka itu sekutu-sekutu Tuhan di antara kalian. Sungguh telah terputuslah [pertalian] antara kalian dan telah lenyap dari kalian apa yang dahulu kalian anggap [sebagai sekutu Allah]. (QS. al-An'am: 94) 

Kemudian Allah menyeru di hari itu dan pada kesempatan itu dengan suara yang dapat didengar dari dekat dan dari jauh, "Kepunyaan siapakah kerajaan pada hari ini? Kepunyaan siapakah kerajaan pada hari ini?" Tetapi malaikat maupun nabi tidak ada yang menjawab. Maka Ia menjawab sendiri pertanyaan-Nya sebagaimana yang tersebut dalam Al-Qur'an, "Kepunyaan Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan. Kepunyaan Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan. Kepunyaan Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan." (QS. al-Mu'min: 16) 

Kemudian Ia berkata, "Dimana orang yang menahan amarah, memaafkan manusia, dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik?" Lalu mereka berdiri melangkahi leher-leher manusia hingga Allah menaungi mereka pada naungan-Nya di hari tidak ada naungan kecuali naungan-Nya. 

Setelah itu Ia berseru, "Di mana orang-orang yang, 'Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, sedang mereka berdoa kepada Tuhannya dengan rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka."' (QS. as- Sajdah: 16) Maka mereka pun berdiri melangkahi orang-orang hingga Allah menaungi mereka pada naungan-Nya di hari tidak ada naungan kecuali naungan-Nya. 

Lalu Ia berseru, "Di mana orang-orang yang saling mencintai dengan kebesaran-Ku? Pada hari ini aku naungi mereka pada naungan-Ku di hari tak ada naungan kecuali naungan-Ku." Lalu mereka berdiri melewati leher-leher manusia hingga Allah menaungi mereka pada naungan-Nya di hari tidak ada naungan kecuali naungan-Nya. 

Hadits ini secara panjang lebar sebagaimana yang disebutkan oleh pengarang belum saya temukan, tetapi para muhaddits mentakhrij- kannya sebagian-sebagian Lihat al Bukhari (nomor 4622, 6379) oleh Muslim (nomor 6500, 7150), oleh Ahmad (nomor 15735, 21754), oleh at Tirmidzi (nomor 24.30), oleh ad-Darimi (nomor 2765), dan lain lain 

Wahai hamba-hamba Allah, silaturahim termasuk perbuatan yang paling penting dan ia dapat terwujud dengan melakukan ziarah (kunjungan), saling berhubungan, memberikan hadiah, dan mendoakan. Semoga Allah menyayangi kita dari atas tujuh langit. Tidaklah hujan menjadi tertunda melainkan karena dosa-dosa yang dilakukan dan tidaklah air menjadi kering melainkan karena aib- aib yang dikerjakan. Apabila kita kembali kepada Allah dan bertobat kepada-Nya, niscaya Dia mengampuni dosa-dosa yang lahir maupun yang batin.