Empat Pilar Mengikuti Petunjuk Allah yang Hakiki

Petunjuk Allah swt. senantiasa dinantikan hamba-Nya dalam mengarungi kehidupan di dunia yang hanya sebentar dan tidak akan kekal. Petunjuk Allah swt. akan membawa keberuntungan dan keamanan sebagaimana keterangan pada pembahasan terdahulu pada artikel petunjuk membawa keberuntungan dan kesesatan membawa penderitaan.

Firman Allah swt. di dalam Al-Qur’an:

أُوْلَٰٓئِكَ عَلَىٰ هُدٗى مِّن رَّبِّهِمۡۖ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ

Artinya: Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung. (QS. al-Baqarah: ayat 5)

ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَلَمۡ يَلۡبِسُوٓاْ إِيمَٰنَهُم بِظُلۡمٍ أُوْلَٰٓئِكَ لَهُمُ ٱلۡأَمۡنُ وَهُم مُّهۡتَدُونَ

Artinya: Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. al-An’am: ayat 82)



Empat Pilar mengikuti Petunjuk Allah yang Hakiki

http://islamiwiki.blogspot.com/
Hakikat makna mengikuti petunjuk Allah ialah membenarkan semua pemberitahuan-Nya dan tanpa menunjukkan keraguan sedikitpun yang dapat merusak pembenaran tersebut, serta mengerjakan semua perintah-perintah-Nya tanpa adanya hawa nafsu yang dapat menjadi penghalang. Kedua hal ini yaitu pembenaran akan semua pemberitahuan Allah dan ketaatan kepada-Nya adalah merupakan inti dari keimanan, Setelah itu, kedua perkara tersebut harus diikuti dengan dua hal yaitu menghilangkan semua keraguan yang dapat menghalangi serta mengotori kesempurnaan dari pembenaran tersebut, dan juga menolak hawa nafsu yang dapat menggoda dan menyesatkan yang dapat menghalangi kesempurnaan pelaksanaan perintah-perintah Allah swt.

Dengan demikian terkandung empat perkara atau empat hal dari makna hakikat dari mengikuti petunjuk Allah yaitu
  • Pertama membenarkan semua pemberitahuan-Nya,
  • Kedua berupaya sekuat tenaga dalam melawan dan menolak semua keraguan yang dibisikkan oleh setan baik dari jenis jin maupun manusia,
  • Ketiga menaati semua perintah-perintah-Nya,
  • Keempat melawan hawa nafsu yang dapat menghalangi diri dalam menyempurnakan ketaatan kepada Allah swt.

Kedua perkara yaitu hawa nafsu dan keraguan adalah merupakan pangkal dari kesengsaraan seseorang dan menjadi penyebab penderitaan dalam kehidupan dunia dan akhirat. Dan sebaliknya, ketaatan kepada perintah dan pembenaran terhadap wahyu Allah adalah merupakan pangkal dari keberuntungan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Dua kekuatan dari hamba Allah.

Seorang hamba Allah swt. mempunyai dua kekuatan yang dapat membawa kepada mengikuti petunjuk Allah.

Kekuatan pertama adalah kekuatan mengetahui, menganalisa, dan segala sesuatu yang menjadi konsekuensi dari kedua hal tersebut, yaitu berupa ilmu, pengetahuan dan kemampuan berbicara. Kekuatan kedua yaitu kekuatan kehendak dan cinta, serta segala hal yang mengikuti keduanya, yaitu berupa niat, tekad,serta perbuatan.

Kedua kekuatan manusia tersebut dapat dilemahkan karena sifat keraguan. Apabila keraguan seseorang ini tidak dilawan untuk dihilangkan, maka keraguan akan dapat melemahkan kekuatan analisa ilmiah. Hawa nafsu atau Syahwat apabila tidak dibersihkan akan dapat membuat kekuatan kehendak untuk dan dalam menunaikan perintah-perintah Allah swt.

Allah swt. berfirman di dalam Al-Qur’an yang memberitahukan dan menerangkan tentang kesucian dan terhindarnya Nabi Muhammad saw. dari segala kesalahan:

وَٱلنَّجۡمِ إِذَا هَوَىٰ . مَا ضَلَّ صَاحِبُكُمۡ وَمَا غَوَىٰ

Artinya: Demi bintang ketika terbenam. kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru. (QS. al-Najm: 1-2)


Tidak tersesatnya Rasulullah saw. ini menunjukkan dan menandakan kesempurnaan ilmu dan pengetahuan Nabi. Hal ini juga menujukkan dan mengindikasikan bahwa segala pemberitaan yang dibawa Nabi Muhammad saw. adalah benar adanya. Ketidakkeliruan Nabi Muhammad saw. menunjukkan sempurnanya kebenaran yang dibawa oleh beliau, dan hal ini juga menunjukkan bahwa Nabi Muhammad saw. adalah manusia pilihan di dunia ini. Dengan demikian, Nabi Muhammad saw. adalah seorang hamba yang sempurna dalam ilmu dan amalnya. Nabi saw. juga menyebutkan bahwa para sahabat Khulafa'urrasyidin mempunyai sifat-sifat yang layak menjadi panutan, sehingga Nabi Muhammad memerintahkan kepada umatnya untuk mengikuti mereka para Khulafa'urrasyidin.

Dalil hadits Nabi saw. : Ikutilah sunnahku dan sunnah para Khulafa’ur-raasyidin, yang mendapatkan petunjuk sesudahku. (HR Tirmidzi).

Firman Allah swt. dalam al-Qur’an:

كَٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِكُمۡ كَانُوٓاْ أَشَدَّ مِنكُمۡ قُوَّةٗ وَأَكۡثَرَ أَمۡوَٰلٗا وَأَوۡلَٰدٗا فَٱسۡتَمۡتَعُواْ بِخَلَٰقِهِمۡ فَٱسۡتَمۡتَعۡتُم بِخَلَٰقِكُمۡ كَمَا ٱسۡتَمۡتَعَ ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِكُم بِخَلَٰقِهِمۡ وَخُضۡتُمۡ كَٱلَّذِي خَاضُوٓاْۚ أُوْلَٰٓئِكَ حَبِطَتۡ أَعۡمَٰلُهُمۡ فِي ٱلدُّنۡيَا وَٱلۡأٓخِرَةِۖ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡخَٰسِرُونَ

Artinya: (keadaan kamu hai orang-orang munafik dan musyrikin) adalah seperti keadaan orang-orang sebelum kamu, mereka lebih kuat daripada kamu, dan lebih banyak harta dan anak-anaknya dari kamu. Maka mereka telah menikmati bagian mereka, dan kamu telah menikmati bagian kamu sebagaimana orang-orang yang sebelummu menikmati bagiannya, dan kamu mempercakapkan (hal yang batil) sebagaimana mereka mempercakapkannya. Mereka itu amalannya menjadi sia-sia di dunia dan di akhirat; dan mereka itulah orang-orang yang merugi. (QS. at-Taubah: 69)

Dua penyakit penghalang kepada petunjuk Allah

Berdasarkan ayat di atas, Allah swt. menerangkan bahwa terdapat dua hal yang merupakan penyakit bagi orang-orang terdahulu dan juga menjadi penyakit bagi orang-orang yang datang kemudian.

Hal pertama adalah bersenang-senang dan menikmati jatah mereka di dunia.

Dengan bersenang-senang dan menikmati jatah mereka di dunia, maka mereka akan mengikuti hawa nafsu atau syahwat yang dapat menjadi penghalang untuk mengikuti perintah-perintah-Nya. Hal ini bertolak belakang dengan dengan orang-orang mukmin. Meskipun orang-orang mukmin memperoleh jatah di dunia, akan tetapi mereka mengetahui dan tidak menikmati semuanya dan tidak juga menghabiskan umur mereka hanya untuk kehidupan dunia yang hanya sebentar belaka. Mereka para orang mukmin menggunakan jatah atau bagian dunia mereka untuk membuat diri mereka mampu mencari dan mempersiapkan bekal bagi hari kemudian yang kekal yaitu kehidupan di akhirat.


Hal yang Kedua adalah membicarakan hal-hal yang meragukan dan tidak benar.

Berfirman Allah swt. di dalam Al-Qur’an:

كَٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِكُمۡ كَانُوٓاْ أَشَدَّ مِنكُمۡ قُوَّةٗ وَأَكۡثَرَ أَمۡوَٰلٗا وَأَوۡلَٰدٗا فَٱسۡتَمۡتَعُواْ بِخَلَٰقِهِمۡ فَٱسۡتَمۡتَعۡتُم بِخَلَٰقِكُمۡ كَمَا ٱسۡتَمۡتَعَ ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِكُم بِخَلَٰقِهِمۡ وَخُضۡتُمۡ كَٱلَّذِي خَاضُوٓاْۚ أُوْلَٰٓئِكَ حَبِطَتۡ أَعۡمَٰلُهُمۡ فِي ٱلدُّنۡيَا وَٱلۡأٓخِرَةِۖ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡخَٰسِرُونَ

Artinya: (keadaan kamu hai orang-orang munafik dan musyrikin) adalah seperti keadaan orang-orang sebelum kamu, mereka lebih kuat daripada kamu, dan lebih banyak harta dan anak-anaknya dari kamu. Maka mereka telah menikmati bagian mereka, dan kamu telah menikmati bagian kamu sebagaimana orang-orang yang sebelummu menikmati bagiannya, dan kamu mempercakapkan (hal yang batil) sebagaimana mereka mempercakapkannya. Mereka itu amalannya menjadi sia-sia di dunia dan di akhirat; dan mereka itulah orang-orang yang merugi. ." (QS. at-Taubah: 69)

وَقَدۡ نَزَّلَ عَلَيۡكُمۡ فِي ٱلۡكِتَٰبِ أَنۡ إِذَا سَمِعۡتُمۡ ءَايَٰتِ ٱللَّهِ يُكۡفَرُ بِهَا وَيُسۡتَهۡزَأُ بِهَا فَلَا تَقۡعُدُواْ مَعَهُمۡ حَتَّىٰ يَخُوضُواْ فِي حَدِيثٍ غَيۡرِهِۦٓ إِنَّكُمۡ إِذٗا مِّثۡلُهُمۡۗ إِنَّ ٱللَّهَ جَامِعُ ٱلۡمُنَٰفِقِينَ وَٱلۡكَٰفِرِينَ فِي جَهَنَّمَ جَمِيعًا

Dan sungguh Allah telah menurunkan kekuatan kepada kamu di dalam Al Quran bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahannam. An-Nisa’ : 140

وَإِذَا رَأَيۡتَ ٱلَّذِينَ يَخُوضُونَ فِيٓ ءَايَٰتِنَا فَأَعۡرِضۡ عَنۡهُمۡ حَتَّىٰ يَخُوضُواْ فِي حَدِيثٍ غَيۡرِهِۦۚ وَإِمَّا يُنسِيَنَّكَ ٱلشَّيۡطَٰنُ فَلَا تَقۡعُدۡ بَعۡدَ ٱلذِّكۡرَىٰ مَعَ ٱلۡقَوۡمِ ٱلظَّٰلِمِينَ ٦٨

Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika syaitan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu sesudah teringat (akan larangan itu). (QS. Al-An’am: 68)

Ayat-ayat tersebut di atas memberikan keterangan tentang jiwa-jiwa yang tersesat, yang tidak diciptakan untuk kehidupan akhirat. Mereka senantiasa melampiaskan syahwat, yang membicarakan hal-hal yang meragukan dan tidak benar, memperbincangkan hal-hal batil yang tidak bermanfaat baik di dunia maupun di akhirat.

Salah satu di antara kesempurnaan hikmah dari Allah SWT adalah bahwa Allah menguji jiwa manusia dengan kesusahan dan penderitaan untuk mencapai keinginan dan hawa nafsunya. Oleh karena itulah, hanya ada sedikit jiwa manusia yang tidak terjerumus ke dalam kesalahan atau kebatilan.


Dan manakala jiwa-jiwa tersebut hanya mengejar perkara-perkara yang batil, maka niscaya mereka akan menjadi para penyeru untuk ke neraka. Inilah perihal orang-orang yang hanya berkonsentrasi pada kebatilan.

Pembawa kebenaran dan membenarkan

Dan arti makna dari pembicaraan dalam ayat-ayat di atas adalah seperti dua kelompok yang sedang atau telah memperbincangkan.  Sebagaimana terdapat dalam firman Allah:

وَٱلَّذِي جَآءَ بِٱلصِّدۡقِ وَصَدَّقَ بِهِۦٓ أُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُتَّقُونَ. لَهُم مَّا يَشَآءُونَ عِندَ رَبِّهِمۡۚ ذَٰلِكَ جَزَآءُ ٱلۡمُحۡسِنِينَ .

Artinya: Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa. Mereka memperoleh apa yang mereka kehendaki pada sisi Tuhan mereka. Demikianlah balasan orang-orang yang berbuat baik. (QS. Az-Zumar 33-34)

Juga Firman Allah swt.:


وَخُضۡتُمۡ كَٱلَّذِي خَاضُوٓاْ

"Kamu mempercakapkan hal yang batil sebagaimana mereka mempercakapkannya." (at-Taubah: 69)

Dengan demikian, Allah swt dalam ayat-ayat di atas, sangat mencela orang-orang yang memperbincangkan, membicarakan hal-hal yang batil dan perkara kebatilan yang tidak ada gunanya dan hanya mengikuti hawa nafsu. Allah swt. juga menyebutkan bahwa orang-orang yang berbuat demikian, maka mereka akan kehilangan amal perbuatannya di dunia dan di akhirat, dan mereka termasuk ke dalam orang-orang yang merugi dunia dan akhirat. Naudzubillahi min dzalik.

Padanan dari ayat di atas dapat diibaratkan perkataan atau pembicaraan penghuni neraka kepada penghuni surga ketika mereka ditanya apa penyebab mereka masuk ke dalam neraka, sebagaimana diceritakan dalam firman Allah swt. dalam ayat berikut:

قَالُواْ لَمۡ نَكُ مِنَ ٱلۡمُصَلِّينَ .  وَلَمۡ نَكُ نُطۡعِمُ ٱلۡمِسۡكِينَ . وَكُنَّا نَخُوضُ مَعَ ٱلۡخَآئِضِينَ .  وَكُنَّا نُكَذِّبُ بِيَوۡمِ ٱلدِّين

Artinya: Mereka menjawab: Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin dan adalah kami membicarakan yang bathil, bersama dengan orang-orang yang membicarakannya dan adalah kami mendustakan hari pembalasan (QS. al-Muddatstsir: 43-46)

Dalam firman Allah tersebut di atas, menyebutkan tentang dua sebab masuknya mereka ke dalam neraka. Sebab pertama adalah mereka membicarakan hal dan perkara-perkara yang batil, yang membuat mereka mendustakan akan adanya hari pembalasan. Sebab kedua adalah karena mereka mengikuti tuntutan hawa nafsu atau syahwat dengan konsekuensi meninggalkan ibadah shalat dan tidak memberi makan orang-orang miskin. Wallaahu a’lam.


Pada akhirnya kelak nanti kita akan meninggalkan kehidupan dunia yang hanya sementara dan semu. Untuk menempuh perjalan yang panjang menuju kehidupan yang kekal kelak nanti di akhirat mari kita mengikuti petunjuk Allah swt dengan sebenar-benarnya, yang meliputi membenarkan semua pemberitahuan-Nya, berupaya sekuat tenaga dalam melawan dan menolak semua keraguan yang dibisikkan oleh setan baik dari jenis jin maupun manusia, menaati semua perintah Allah, melawan hawa nafsu yang dapat menghalangi diri dalam menyempurnakan ketaatan kepada Allah swt.

Posting Komentar untuk "Empat Pilar Mengikuti Petunjuk Allah yang Hakiki"