Apa saja macam atau jenis janji kita? Apa arti dan pengertian janji menurut ajaran islam? Tentang beberapa pertanyaan tentang janji tersebut, berikut ini adalah beberapa hadits dan firman Allah swt tentang janji.
Sabda dari Nabi Muhammad saw. yang artinya : ''Tidak ada iman yang sempurna bagi orang yang tidak memiliki sifat amanah, dan tidak ada agama yang sempurna bagi orang yang tidak menepati janji." (H.R.Ahmad).
Hadits atau sabda dari Nabi Muhammad saw tentang arti atau pengertian janji yang artinya : “Janji itu adalah utang."
Maka dapat disimpulkan bahwa pengertian janji adalah suatu ikatan yang dilakukan oleh manusia dalam bentuk lisan ataupun tulisan, berhubungan dengan sesuatu (materi perjanjian) yang menjadikan perjanjian itu terwujud.
Macam-macam janji dalam islam secara garis besar
Berdasarkan ajaran agama Islam, secara garis besar janji itu ada tiga macam, yaitu janji kepada Allah swt., janji kepada sesama manusia dan janji seseorang kepada diri sendiri.
Tentang janji yang pertama yaitu janji kepada Allah berupa kesaksian akan adanya Allah Yang Maha Esa, yang diberikan saat ditiupkan roh ke dalam jasad manusia, ketika manusia masih berada dalam kandungan ibunya.
Sehubungan dengan janji jenis yang pertama ini, Allah swt. berfirman dalam Al-Our'an surat Al-A'raf (7) ayat 172 yang artinya sebagaio berikut :
"Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka (seraya berfirman), "Bukankah Aku ini Tuhanmu?"Mereka menjawab, "Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari Kiamat kamu tidak mengatakan, "Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini".
Dalam bentuknya yang lain, sebagai orang Islam kita juga sudah berikrar atau berjanji dalam dua kalimat syahadat. Kita wajib menunaikan ikrar atau janji kita kepada Allah, yaitu dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya, dengan penuh kesadaran dan keikhlasan yang mendalam.
Dalam Firman Allah Ta'ala dalam Al-Qur'an surat An-Nahl (16)ayat 91 tentang perintah menepati janji kepada Allah yang artinya sebagai berikut :
Artinya: "Dan tepatilah janji dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu melanggar sumpah setelah diikrarkan, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat".
Jenis janji yang kedua adalah janji antara sesama manusia. Janji ini adakalanya dilakukan secara lisan hanya dengan ucapan saja, tetapi adakalanya juga dilaksanakan secara tertulis.
Janji secara lisan misalnya janji seorang untuk mewakafkan sebidang tanah untuk pembangunan masjid, atau untuk fasilitas pendidikan umat Islam. Sebagian orang-orang tua kita dahulu berjanji hanya secara lisan, dan secara Islam pun sah. Sebagian dari janji model dahulu itu, kini menjadi masalah di kalangan sebagian umat Islam, ketika ahli waris dari waaqif (orang yang mewakafkan) menuntut pengembalian tanah yang sudah diwakafkan itu. Begitu pula konsekuensi dari setiap perjanjian secara lisan. Dengan upaya pembinaan hukum dan umat Islam, masalah seperti itu tidak boleh terulang lagi, yakni jika ada yang mewakafkan tanah dan atau rumah, sudah harus dilaksanakan secara tertulis. Kata orang sudah harus ada berkas hitam putihnya, atas barang yang diwakafkan itu.
Janji secara tertulis misalnya, janji seorang pegawai ketika diterima menjadi pegawai ia berjanji akan bekerja dengan baik, dan bersedia diberhentikan jika ia bekerja dengan tidak baik. Secara islami, semua janji, baik yang dilakukan secara lisan maupun secara tertulis wajib dipatuhi dan ditunaikan sebagaimana mestinya.
Mengenai hal tersebut di atas, dasar kita adalah Firman Allah Ta'ala dalam surat Al-Isra' (17) ayat 34 yang qrtinya sebagai berikut :
"... dan penuhilah janji, karena janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya
Jenis janji yang ketiga adalah janji seorang kepada dirinya sendiri. Biasanya janji dalam hati, tetapi kadang-kadang ada juga yang diwujudkan dalam lisannya, atau bahkan secara tertulis, supaya dia tidak lupa pada janjinya itu. Janji berstatus sebagai nazar untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Jika sudah masuk wilayah nazar, maka hukumnya adalah wajib. Misalnya berjanji untuk bangun setiap pagi menjelang subuh, berjanji untuk mengaji paling tidak sehari sekali, berjanji tidak akan bergaul dengan orang yang berakhlak tercela. Berjanji untuk melaksanakan rukun Islam yang kelima atau berhaji ke Baitullah, berjanji untuk melaksanakan tasyakuran jika ia lulus ujian.
Setiap janji itu ada maka harus dilaksanakan. Jika tidak dilaksanakan, maka konsekuensinya adalah berstatus sebagai orang yang ingkar janji. Berat-ringannya janji kepada diri sendiri, bergantung pada kadar dan tingkat janjinya tersebut, karena pada hakikatnya janji itu diketahui oleh Allah swt., sehingga jika ia ingkar bisa berstatus sebagai ingkar kepada Allah Ta'ala. Banyak bukti orang berjanji untuk berhaji, jika telah mendapat kemampuan untuk perjalanan suci itu, akan tetapi ketika rezeki sudah ada dan bahkan lebih, niatnya berubah, karena dia menyayangkan apabila uang sekian puluh juta rupiah habis hanya untuk itu saja, dan lebih baik dijadikan modal usaha lagi. Apa yang terjadi, harta yang sudah di tangannya itu pun dalam sekejap lenyap tidak tahu ke mana perginya. Itulah sebabnya, kita hendaklah tidak main-main dengan janji. Jangan menjadi orang yang ingkar janji.
Sabda dari Nabi Muhammad saw. yang artinya : ''Tidak ada iman yang sempurna bagi orang yang tidak memiliki sifat amanah, dan tidak ada agama yang sempurna bagi orang yang tidak menepati janji." (H.R.Ahmad).
Hadits atau sabda dari Nabi Muhammad saw tentang arti atau pengertian janji yang artinya : “Janji itu adalah utang."
Maka dapat disimpulkan bahwa pengertian janji adalah suatu ikatan yang dilakukan oleh manusia dalam bentuk lisan ataupun tulisan, berhubungan dengan sesuatu (materi perjanjian) yang menjadikan perjanjian itu terwujud.
Macam-macam janji dalam islam secara garis besar
Berdasarkan ajaran agama Islam, secara garis besar janji itu ada tiga macam, yaitu janji kepada Allah swt., janji kepada sesama manusia dan janji seseorang kepada diri sendiri.
Tentang janji yang pertama yaitu janji kepada Allah berupa kesaksian akan adanya Allah Yang Maha Esa, yang diberikan saat ditiupkan roh ke dalam jasad manusia, ketika manusia masih berada dalam kandungan ibunya.
Sehubungan dengan janji jenis yang pertama ini, Allah swt. berfirman dalam Al-Our'an surat Al-A'raf (7) ayat 172 yang artinya sebagaio berikut :
"Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka (seraya berfirman), "Bukankah Aku ini Tuhanmu?"Mereka menjawab, "Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari Kiamat kamu tidak mengatakan, "Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini".
Dalam bentuknya yang lain, sebagai orang Islam kita juga sudah berikrar atau berjanji dalam dua kalimat syahadat. Kita wajib menunaikan ikrar atau janji kita kepada Allah, yaitu dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya, dengan penuh kesadaran dan keikhlasan yang mendalam.
Dalam Firman Allah Ta'ala dalam Al-Qur'an surat An-Nahl (16)ayat 91 tentang perintah menepati janji kepada Allah yang artinya sebagai berikut :
Artinya: "Dan tepatilah janji dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu melanggar sumpah setelah diikrarkan, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat".
Jenis janji yang kedua adalah janji antara sesama manusia. Janji ini adakalanya dilakukan secara lisan hanya dengan ucapan saja, tetapi adakalanya juga dilaksanakan secara tertulis.
Janji secara lisan misalnya janji seorang untuk mewakafkan sebidang tanah untuk pembangunan masjid, atau untuk fasilitas pendidikan umat Islam. Sebagian orang-orang tua kita dahulu berjanji hanya secara lisan, dan secara Islam pun sah. Sebagian dari janji model dahulu itu, kini menjadi masalah di kalangan sebagian umat Islam, ketika ahli waris dari waaqif (orang yang mewakafkan) menuntut pengembalian tanah yang sudah diwakafkan itu. Begitu pula konsekuensi dari setiap perjanjian secara lisan. Dengan upaya pembinaan hukum dan umat Islam, masalah seperti itu tidak boleh terulang lagi, yakni jika ada yang mewakafkan tanah dan atau rumah, sudah harus dilaksanakan secara tertulis. Kata orang sudah harus ada berkas hitam putihnya, atas barang yang diwakafkan itu.
Janji secara tertulis misalnya, janji seorang pegawai ketika diterima menjadi pegawai ia berjanji akan bekerja dengan baik, dan bersedia diberhentikan jika ia bekerja dengan tidak baik. Secara islami, semua janji, baik yang dilakukan secara lisan maupun secara tertulis wajib dipatuhi dan ditunaikan sebagaimana mestinya.
Mengenai hal tersebut di atas, dasar kita adalah Firman Allah Ta'ala dalam surat Al-Isra' (17) ayat 34 yang qrtinya sebagai berikut :
"... dan penuhilah janji, karena janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya
Jenis janji yang ketiga adalah janji seorang kepada dirinya sendiri. Biasanya janji dalam hati, tetapi kadang-kadang ada juga yang diwujudkan dalam lisannya, atau bahkan secara tertulis, supaya dia tidak lupa pada janjinya itu. Janji berstatus sebagai nazar untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Jika sudah masuk wilayah nazar, maka hukumnya adalah wajib. Misalnya berjanji untuk bangun setiap pagi menjelang subuh, berjanji untuk mengaji paling tidak sehari sekali, berjanji tidak akan bergaul dengan orang yang berakhlak tercela. Berjanji untuk melaksanakan rukun Islam yang kelima atau berhaji ke Baitullah, berjanji untuk melaksanakan tasyakuran jika ia lulus ujian.
Setiap janji itu ada maka harus dilaksanakan. Jika tidak dilaksanakan, maka konsekuensinya adalah berstatus sebagai orang yang ingkar janji. Berat-ringannya janji kepada diri sendiri, bergantung pada kadar dan tingkat janjinya tersebut, karena pada hakikatnya janji itu diketahui oleh Allah swt., sehingga jika ia ingkar bisa berstatus sebagai ingkar kepada Allah Ta'ala. Banyak bukti orang berjanji untuk berhaji, jika telah mendapat kemampuan untuk perjalanan suci itu, akan tetapi ketika rezeki sudah ada dan bahkan lebih, niatnya berubah, karena dia menyayangkan apabila uang sekian puluh juta rupiah habis hanya untuk itu saja, dan lebih baik dijadikan modal usaha lagi. Apa yang terjadi, harta yang sudah di tangannya itu pun dalam sekejap lenyap tidak tahu ke mana perginya. Itulah sebabnya, kita hendaklah tidak main-main dengan janji. Jangan menjadi orang yang ingkar janji.
Posting Komentar untuk "Menepati Janji kepada Allah, Sesama dan Diri Sendiri"