Dari Abu Hurairah ra disebutkan bahwa Rasulullah saw ditanya, "Amal-amal apakah yang paling baik?" Maka beliau menjawab, yaitu amal"Iman kepada Allah dan Rasul-Nya." Kemudian beliau ditanya lagi, "Lalu apa?" Beliau menjawab, "Jihad dijalan Allah." Selanjutnya beliau ditanya lagi, "Setelah itu apa?" Beliau menjawab, "Haji mabrur.[ Di-takhrij-kan oleh al-Bukhari (nomor 26,1501), Muslim (nomor 209).]"
Di dalam hadits ini terdapat beberapa masalah:
Pertama: Rasulullah saw menjawab pertanyaan orang-orang yang bertanya dengan jawaban yang berbeda-beda. Kaidah dalam hal ini adalah bahwa beliau memberikan jawaban terhadap orang-orang yang berbeda dan dalam kondisi-kondisi yang berbeda pula karena beliau seorang yang ma'shum. Allah berfirman, "Dan tidaklah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tidak lain hanyalah wahyu yang diwahyukan [kepadanya]." (QS. An-Najm : 3-4) Jadi, beliau mengetahui latar belakang si penanya dan apa yang dibutuhkan olehnya.
Suatu ketika seorang yang memiliki sifat emosional datang kepada Nabi lalu berkata kepada beliau, "Berilah pesan kepadaku." Nabi saw tidak berkata kepadanya, "Bersedekahlah engkau," karena ia tak memiliki harta yang dapat disedekahkannya. Melainkan beliau berkata kepadanya, "Janganlah engkau marah." Orang itu berkata lagi, "Berilah pesan kepadaku." Beliau kembali menjawab, "Janganlah engkau marah." Orang itu lalu berkata lagi, "Berilah pesan kepadaku." Beliau tetap menjawab, "Janganlah engkau marah.[Diriwayatkan oleh al-Bukhari (nomor 5651), at-Tirmidzi (nomor 1943), Ahmad (nomor 8389).]" Nabi saw mengetahui bahwa orang itu memiliki sifat emosional sehingga obatnya adalah tidak marah.
Nabi saw juga pernah didatangi oleh seorang laki-laki lain sebagaimana disebutkan dalam hadits Abdullah bin Busr. Laki-laki itu bertanya, "Wahai Rasulullah, tunjukilah aku suatu amal yang dapat aku andalkan. Sesungguhnya syariat Islam itu terasa banyak bagiku." Apakah beliau akan berkata kepadanya, "Engkau harus berjihad dijalan Allah," padahal ia seorang yang telah tua yang tak dapat duduk dengan mantap di atas kuda atau unta? Tidak, melainkan beliau berkata kepadanya, "Lisanmu harus senantiasa basah karena berdzikir kepada Allah.[ Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (nomor 3506), Ibn Majah (nomor 3876). Dipandang shahih oleh al-Albani dalam Takhrij al-Kalim ath-Thayyib (3).]" Ini lebih cocok baginya karena ia dapat berdzikir di setiap waktunya. Demikian pula pada orang-orang yang lain. Dan ini hanya dimiliki oleh beliau.
Kedua: Rasulullah saw ditanya dengan pertanyaan yang sama dalam hadits Ibn Mas'ud dan dalam hadits Abu Hurairah dengan jawaban yang berbeda. Di sini beliau menjawab, "Iman kepada Allah dan Rasul-Nya." Sedangkan dalam hadits Ibn Mas'ud jawaban beliau adalah, "Shalat di awal waktunya.[Telah disebutkan takhrij-nya.]" Dalam memberikan jawaban, beliau memperhatikan keadaan orang-orang yang berbicara dengan beliau sebagaimana yang telah disebutkan.
Ketiga: Amal itu tergantung keberadaan iman. Tanpa adanya iman maka amal tak akan diterima. Barangkali di dalam majelis saat beliau menyebutkan hadits tersebut terdapat orang yang belum siap imannya, atau mungkin di tempat itu ada sebagian Muslimin yang baru masuk Islam. Maka beliau memberitahukan mereka bahwa tak ada amal, tak ada penerimaan, tak ada jihad, dan tak ada haji kecuali dengan iman.
Keempat: Beliau mengutamakan jihad dibandingkan haji karena di dalam jihad terdapat manfaat bagi orang lain, meskipun jihad di jalan Allah bukan merupakan rukun Islam menurut jumhur ulama. Beliau mendahulukan jihad, karena orang yang berjihad dijalan Allah meninggikan panji Allah, memelihara wilayah Muslimin, dan menghadapi orang-orang kafir. Sedangkan dalam ibadah haji, seseorang hanya berhaji untuk dirinya sendiri.
Kelima: Keyakinan di dalam hati juga merupakan amal. Karena, ketika beliau ditanya, "Amal apa yang paling utama?" beliau menjelaskan bahwa iman adalah amal yang paling utama sedangkan ia merupakan keyakinan di dalam hati.
Suatu ketika seorang yang memiliki sifat emosional datang kepada Nabi lalu berkata kepada beliau, "Berilah pesan kepadaku." Nabi saw tidak berkata kepadanya, "Bersedekahlah engkau," karena ia tak memiliki harta yang dapat disedekahkannya. Melainkan beliau berkata kepadanya, "Janganlah engkau marah." Orang itu berkata lagi, "Berilah pesan kepadaku." Beliau kembali menjawab, "Janganlah engkau marah." Orang itu lalu berkata lagi, "Berilah pesan kepadaku." Beliau tetap menjawab, "Janganlah engkau marah.[Diriwayatkan oleh al-Bukhari (nomor 5651), at-Tirmidzi (nomor 1943), Ahmad (nomor 8389).]" Nabi saw mengetahui bahwa orang itu memiliki sifat emosional sehingga obatnya adalah tidak marah.
Nabi saw juga pernah didatangi oleh seorang laki-laki lain sebagaimana disebutkan dalam hadits Abdullah bin Busr. Laki-laki itu bertanya, "Wahai Rasulullah, tunjukilah aku suatu amal yang dapat aku andalkan. Sesungguhnya syariat Islam itu terasa banyak bagiku." Apakah beliau akan berkata kepadanya, "Engkau harus berjihad dijalan Allah," padahal ia seorang yang telah tua yang tak dapat duduk dengan mantap di atas kuda atau unta? Tidak, melainkan beliau berkata kepadanya, "Lisanmu harus senantiasa basah karena berdzikir kepada Allah.[ Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (nomor 3506), Ibn Majah (nomor 3876). Dipandang shahih oleh al-Albani dalam Takhrij al-Kalim ath-Thayyib (3).]" Ini lebih cocok baginya karena ia dapat berdzikir di setiap waktunya. Demikian pula pada orang-orang yang lain. Dan ini hanya dimiliki oleh beliau.
Kedua: Rasulullah saw ditanya dengan pertanyaan yang sama dalam hadits Ibn Mas'ud dan dalam hadits Abu Hurairah dengan jawaban yang berbeda. Di sini beliau menjawab, "Iman kepada Allah dan Rasul-Nya." Sedangkan dalam hadits Ibn Mas'ud jawaban beliau adalah, "Shalat di awal waktunya.[Telah disebutkan takhrij-nya.]" Dalam memberikan jawaban, beliau memperhatikan keadaan orang-orang yang berbicara dengan beliau sebagaimana yang telah disebutkan.
Ketiga: Amal itu tergantung keberadaan iman. Tanpa adanya iman maka amal tak akan diterima. Barangkali di dalam majelis saat beliau menyebutkan hadits tersebut terdapat orang yang belum siap imannya, atau mungkin di tempat itu ada sebagian Muslimin yang baru masuk Islam. Maka beliau memberitahukan mereka bahwa tak ada amal, tak ada penerimaan, tak ada jihad, dan tak ada haji kecuali dengan iman.
Keempat: Beliau mengutamakan jihad dibandingkan haji karena di dalam jihad terdapat manfaat bagi orang lain, meskipun jihad di jalan Allah bukan merupakan rukun Islam menurut jumhur ulama. Beliau mendahulukan jihad, karena orang yang berjihad dijalan Allah meninggikan panji Allah, memelihara wilayah Muslimin, dan menghadapi orang-orang kafir. Sedangkan dalam ibadah haji, seseorang hanya berhaji untuk dirinya sendiri.
Kelima: Keyakinan di dalam hati juga merupakan amal. Karena, ketika beliau ditanya, "Amal apa yang paling utama?" beliau menjelaskan bahwa iman adalah amal yang paling utama sedangkan ia merupakan keyakinan di dalam hati.
Posting Komentar untuk "Amal-amal Apakah yang Paling Baik?"