"Adab itu kadangkala mendorong untuk meninggalkan suatu permohonan, disebabkan karena bersandar kepada pembagian Allah dan oleh karena sibuk karena perbuatan dzikir kepada Allah, sehingga membuat tidak sempat untuk memohon kepada Allah SWT.".
Kita jumpai di dalam Al-Qur'an sebanyak dua ratus ayat yang menerangkan atau menyebutkan kata do'a atau suatu per-: mohonan yang mana di situ diartikan bermacam-macam antara lain adalah : Ibadah, Memanggil, Memohon, Memuji, Percakapan dan lain sebagainya.
Adapun memohon dan meminta juga mengharap kepada Allah SWT. itu adalah yang dimaksud dengan do'a. Adakala¬nya ia tidak mau berdo'a kepada Allah SWT. lantaran merasa sungkan atau karena terdorong oleh rasa kesopanan, lalu ia meninggalkan memohon kepada Allah SWT.. Akan tetapi Allah SWT. masih tetap memerintahkan kepada manusia supaya selalu berdo'a kepada-Nya.
Kata Dzikir menurut asalnya adalah mengingat kepada sesuatu yang dilakukan dengan hati ataupun lisan. Adapun dzikir lisan itu hendaklah dapat memberikan bekas atau pengaruh ke dalam hati sanubari, dan sebaiknya kesan ini selalu dinyatakan dengan bentuk tingkah laku yang dapat menunjuk kan bahwa dirinya itu adalah selalu mendapat bimbingan dari Allah SWT..
Untuk mendapatkan suatu bekas atau pengaruh di dalam dzikir qauli atau lisan, hendaklah terus dilanjutkan dengan dzikir fi'il. Misalnya dalam hal bertaubat, belajar dan menuntut ilmu, berusaha dan bekerja untuk mencari rizqi dengan disertai niat yang baik memenuhi* kewajiban dengan disertai segala urusan yang dipertalikan dengan Allah SWT., dengan kata lain segala kegiatan yang dilakukan itu dengan keyakinan bahwa kita selalu dalam perhatian dan juga pengamatan Allah SWT.
Mentafakkuri makhluk-makhluk Allah SWT. yang ada di sekitar kita, itulah dzikir yang telah mencapai puncak tertinggi, sebab mereka adalah tergolong dalam kategori orang yang arif dan dapat juga disebut sebagai orang yang berdzikir pada setiap situasi dan kondisi, dengan kata lain orang yang dzikir pada setiap waktu.
Selanjutnya jika kita ringkas atau kita ambil suatu kesimpu¬lan bahwa dzikir itu ada dua cara :
1. Dzikir dengan hati :
Menghadirkan akan kebesaran dan juga keagungan Allah SWT., di dalam diri dan jiwanya sendiri, sampai mendarah daging.
Kecuali hanya Allah SWT. maka tidak ada lagi yang perlu diingatnya lagi, kecuali dengan lafadz Allah SWT. serta selalu ingat akan kebesaran dan keagungan-Nya maka tak ada lagi nafas yang dihembuskannya, serta kecuali dengan lafadh-lafadh Allah SWT. serta ingat akan kebesaran dan keagungan Allah SWT. dalam hati sanubarinya maka tak ada nafas yang dihisapnya. Demikian yang dilakukan hingga hembusan nafas yang terakhir dan ia meninggal dunia dalam keadaan khusnul khotimah.
2. Dzikir dengan lisan:
Berarti mengulang-ulang nama Allah, pujian-pujian kepad Allah, supaya dapat kekal dan dapat melakukannya, hendaklah dibiasakan atau dilaksanakan secara berkali-kali dan berulang-ulang.
Agar selalu teguh untuk memegang disiplin di dalam ber¬dzikir kepada Allah SWT, maka mereka berlatih untuk mem¬biasakan lidah untuk selalu tetap mengucapkan dzikir dan mengharapkan agar terus ke hati.
Hubungan antara lisan dan hati di sini adalah sangat baik, karena bilamana seorang disiplin untuk mengamalkan serta melakukan dengan sendirinya akan meningkat menjadi dzikir A'dlo' artinya yaitu seluruh anggauta badan nantinya akan terpelihara dari segala perbuatan maksiat, lantaran selalu dzikir kepada-Allah SWT. dengan niat yang ikhlas.
Seseorang yang hatinya bening dan jernih akan dapat me¬ngontrol setiap anggota badan supaya tetap disiplin dan ucapannya akan sesuai dengan perbuatannya, lahiriyahnya se¬suai dengan batinnya.
Namun sering kali orang tertipu atau terjebak, masuk ke dalam lingkungan kebatinan yang bukan-bukan atau tidak serasi dengan syari'at Islam.
Oleh karena tidak mengetahui hukum-hukum fiqih, tidak mengerti akan hukum halal dan haram dan juga tidak mengetahui mana yang hak dan juga mana yang batil.
Yang tidak dapat sejalan dengan sunnah Rasulullah saw. dan dapat menyebabkan menyeleweng pada alam kebatilan, ini adalah makna Dzikrullah dalam arti sempit.
Untuk memulainya maka dzikirlah dengan sebanyak- banyaknya sesuai dengan petunjuk-petunjuk seperti di atas yak¬ni dengan cara membiasakan diri, melatih diri untuk berdisiplin sendiri sesuai dengan daftar waktu yang telah ditentukannya secara terus-menerus, sehingga hati nurani akan menjadi bening, bersih, juga jernih sampai nanti akan menemui Allah SWT. masih dalam keadaan suci bersih.
Maksud dari kumpulan orang banyak yang lebih baik di dalam hidup ini ialah jamaah malaikat atau majelis para malaikat, sedangkan yang dimaksud dengan malaikat muroqobin itu adalah malaikat yang selalu dekat dengan Allah SW T..
Telah terjadi perbedaan pendapat antara orang yang berdzikir dengan orang yang berdo'a, sebagian dari ulama' ada yang berpendapat bahwa lebih utama berdo'a, sebab berdo'a itu adalah termasuk ibadah, sesuai dengan sabda dari Rasulullah saw. yang artinya :
"Do'a itu adalah otaknya ibadah".
Jadi dengan kesimpulan bahwa melaksanakan ibadah itu lebih utama daripada meninggalkannya.
Akan tetapi sebagian ulama berpendapat bahwa diam dengan menyerah kepada kepastian atau pun ketentuan Allah itu adalah lebih sempurna dan lebih diridloi oleh Allah SWT..
Karena apa yang lebih dahulu dipilihkan oleh Allah SWT. itu lebih utama daripada yang diusahakan sendiri, sabda dari Nabi Muhammad saw. yang artinya adalah :
"Barangsiapa yang sibuk dzikir kepada-Ku sehingga tidak sempat memohon kepada-Ku, pasti Aku akan memberinya yang lebih utama daripada apa yang diberikan kepada orang-orang yang memohon (kepada-Ku)".
Yang lain lagi berpendapat bahwa waktu itu berbeda-beda adakalanya lebih utama digunakan untuk berdo'a dan ada kalanya lebih utama dipergunakan untuk diam (tidak berdo'a).
Namun apabila sang hati telah condong untuk melaksa¬nakan do'a, maka hendaklah dilakukan berdo'a.
Begitupun sebaliknya, jika hati lebih condong untuk diam atau tidak berdo'a, maka sebaiknya tidak berdo'a.
Suatu yang merupakan pondasi keselamatan dan merupa¬kan suatu sikap penyesalan terhadap berbagai celaan adalah diam. Oleh karenanya kewajiban diam itu ditetapkan oleh syara', perintah dan larangan.
Sedangkan sifat dari para pemimpin itu adalah diam pada saat-saat tertentu, sebagaimana ada ungkapan bahwa bicara pada tempatnya itu adalah termasuk perilaku yang sangat baik sekali.
"Barangsiapa yang mendiamkan kebenaran, maka dia ibarat setan yang bisu". Sikap diam sambil memperhatikan itu adalah merupakan bagian dari perilaku dari orang-orang yang sangat baik", (menurut pendapat dari Ustadz Abu Ali Ad- Daqaq).
Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT. di dalam surat Al-Ahqaf ayat 29 yang artinya adalah sebagai berikut :
"Tatkala mereka hadir, mereka berkata kepada sesamanya, diamlah (perhatikanlah)".
Sedangkan yang merupakan sikap sangat baik itu adalah menghindari akan sikap kebohongan, umpatan dan juga keke¬jaman.
Seorang penyair telah mengungkapkan melalui syairnya berkenaan dengan hal tersebut, adapun bunyi dari syairnya itu adalah :
Saya berpikir apa yang saya ucapkan
jika kita telah berpisah
saya tetapkan ungkapan sanggahan
dengan sungguh-sungguh
saya melupakan
jika kita bertemu
dan saya akan berkata
ketika mengadakan diplomasi
Mengenai masalah diam itu terbagi menjadi dua bagian yaitu :
1. Diam secara lahir
2. Diam secara batin
Ada perbedaan pendapat antara para Ulama' mengenai mana yang lebih baik antara berdo'a atau diam, maka dengan ridla Allah di dalam menerima ketentuan Allah, terjadi dua pendapat:
- Pendapat Pertama: Do'a itu adalah termasuk ibadah, sesu¬ai dengan sabda Rasulullah saw: "Do'a itu adalah otak ibadah, oleh sebab itu melaksanakan ibadah itu lebih uta¬ma daripada meninggalkannya, dan berdo'a itu adalah merupakan hak Allah yang harus dipenuhi, dan apabila do'a itu belum dikabulkan atau belum dicapai apa saja yang diinginkannya, maka dia telah melaksanakan hak Allah SWT. sebab hakekatnya (do'a) itu adalah ungkapan kebu¬tuhan Ibadah, dalam hal ini Abu Hazim Al-A'raja telah mengatakan bahwa : "Melarang berdo'a lebih berat bagi saya daripada tidak dikabulkan Allah suatu do'a tersebut".
- Pendapat kedua: Diam dan pasrah terhadap keputusan Allah SWT; itu lebih sempurna, dan rela dengan apa yang sudah lewat itu lebih utama. "Memilih diam terhadap ketentuan Allah di zaman azali itu lebih baik bagamu daripada menentang waktu", (pendapat dari Muhammad Al-Wasiti).
Di dalam hadits qudsi Rasulullah saw. juga bersabda :
"Barangsiapa yang lebih sibuk berdzikir kepada- Ku daripada berdo'a, maka Aku pasti memberikan kepada¬nya yang lebih utama daripada yang diberikan kepada orang-orang yang meminta.
Dalam kondisi tertentu maka do'a itu lebih baik daripada diam, sebab hal semacam ini adalah termasuk suatu tatakrama. Dan dalam kondisi yang lain do'a juga lebih utama daripada diam.
Akan tetapi jika seseorang merasa bahwa berdo'a itu lebih utama, maka berdo'alah. Dan jika hatinya mereka bahwa diam itu lebih baik, maka tidak berdo'a itu adalah lebih sempurna.
Tidak lupa melihat kepada Tuhannya itu adalah merupakan suatu perbuatan yang sangat baik dari seorang hamba yang sedang berdo'a, dan di samping itu juga ia harus memperha¬tikan akan kondisinya.
Namun apabila ia merasa lebih lapang disaat berdo'a, maka berdo'a pada waktu itu adalah lebih utama dari pada diam. Akan tetapi di saat sedang berdo'a dia mengalami suatu kejanggalan di dalam batinnya, maka pada saat itu lebih baik diam dari pada berdo'a.
Ada satu pendapat yang mengatakan bahwa: "Setiap seorang muslim itu mempunyai nasib (bagian), dan Allah SWT. juga mempunyai hak, maka di dalam hal ini berdo'a adalah lebih utama, akan tetapi jika di dalam diri telah mendapatkan bagian, maka diam itu adalah lebih utama".
Telah dituturkan di dalam hadits yakni : "Ada seorang hamba sedang berdo'a kepada Allah SWT. dan sesungguhnya Allah sangat mencintainya, kemudian kepada malaikat Jibril Allah berfirman :
"Wahai Jibril, penuhilah semua kebutuhan hamba-Ku terse¬but, sebab saya tidak suka mendengar suaranya".
Akan tetapi di dalam Al-Kisah telah disebutkan bahwa Yahya bin Sa'id Al-Qoththan pernah bermimpi melihat Allah SWT. Yang Maha Benar. Di dalam mimpi tersebut ia mengadu kepada Allah SWT. : "Wahai Tuhanku, sudah banyak sekali aku berdo'a dan itu aku panjatkan hanyalah kepada-Mu, akan tetapi Engkau tidak mengabulkan satu pun dari do'aku terse¬but", kemudian Allah SWT. menjawabnya : "Wahai Yahya, ketahuilah bahwa Aku sangat senang mendengarkan suara¬mu".
Telah bersabda Rasulullah saw. yang artinya adalah :
"Demi Allah yang jiwaku berada di kekuasaan-Nya, seorang hamba benar-benar berdo'a kepada Allah, sedangkan ia marah kepada-Nya karena tidak mengabulkan do'anya, kemudian ia berdo'a lagi kepada-Nya, maka Allah berfir¬man kepada malaikat-Nya : "Hamba-Ku tidak mau berdo'a kepada selain-Ku. Sungguh Aku kabulkan do'anya".
Untuk itu jika kita beranggapan bahwa diam itu lebih baik maka lebih baik diam, dan andaikata berdo'a itu dianggap lebih utama daripada diam, maka lebih baik berdo'a.
Untuk mengakhiri dari bab penutup ini, di sini penulis akan mengutarakan sebuah do'a atau panjatkan do'a yang berbunyi: "Ya Allah, bagi-Mu segala Puji, sebagaimana yang patut bagi keagungan wajah-Mu dan Kekuasaan-Mu yang Besar Yang ada di seluruh jagad ini baik di langit maupun di bumi, semua itu hanyalah milik Allah Subhanahu Wa Ta'alah, semua berada di genggaman tangan Allah SWT..
Semoga Allah melimpahkan Shalawat dan salam kepada Sayyidina Maulana Muhammad saw. penutup para Nabi juga Imam para Rasul serta kekasih Rabbil 'Alamin, dan kepada ke¬luarganya yang baik dan suci, serta para sahabatnya yang ber¬bakti dan mulia, dan para pengikut mereka dengan kebaikan hingga hari kiamat nanti. Amin.