Telah kita ketahui, bahwa harta perniagaan, maksudnya ialah barang-barang yang dipertukarkan untuk memperoleh laba, berupa barang apa pun, yang dalam Fiqih Islam disebut 'Urudbu Tijarah. Jadi, barang apa pun yang diperdagangkan oleh manusia, baik berupa jenis-jenis barang yang aslinya memang wajib dizakati, seperti emas, perak, biji-bijian, buah-buahan dan ternak, ataupun barang-barang lainnya, seperti kain, hasil-hasil industri, tanah, rumah dan saham, semuanya wajib dizakati dengan syarat-syarat tertentu.
Kalau ini sudah Anda ketahui, maka selanjutnya ketahuilah, bahwa harta perniagaan mengacu kepada emas dan perak dalam soal nishab, ulang tahun dan kadar zakatnya. Maksudnya, hitunglah harga barang dagangan itu dengan uang yang berlaku. Kalau harganya mencapai harga 96 gram emas atau 672 gram perak, maka wajiblah ia diakati. Orang boleh memilih apakah akan mengukur dagangannya dengan harga emas atau harga perak, kecuali apabila dulu dagangan itu dibeli dengan salah dari kedua logam itu sendiri, maka wajib diukur dengannya.
Sampai-tidaknya barang dagangan kepada nishab, yang menjadi pedoman adalah pada akhir tahun, terhitung sejak mulai berdagang. Jadi, tidak dipersyaratkan sampainya nishab pada permulaan berdagang maupun berlangsungnya nishab sepanjang tahun. Dan dengan demikian diketahuilah, bahwa yang dimaksud ulang tahun pada zakat perniagaan ialah, lewatnya satu tahun Qamariyah dalam keadaan memiliki barang dagangan terhitung sejak niat berdagang; kecuali apabila pemilikannya dari pembelian dengan uang yang mencapai nishab atau lebih, maka
dalam hal ini permulaan tahun dihitung sejak tanggal dimilikinya uang senishab, yang digunakan untuk membeli barang dagangan itu.
Berdasarkan keterangan di atas, maka seorang pedagang hendaknya melakukan perhitungan umum atas semua harta perniagaan yang ada padanya. Hitunglah ketika itu harga dagangannya dengan harga emas atau perak seperti tersebut di atas. Kalau nilainya mencapai nishab, maka ia wajib mengeluarkan 1/40 dari nilai dagangan tersebut sebagai zakat. Dan kalau ternyata tidak mencapai nishab, maka tidak ada kewajiban apa-apa.
Dan ketika mengadakan perhitungan itu hendaklah memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
Pertama, tidak termasuk barang dagangan yang wajib diperhitung-kan, perkakas dan alat-alat ataupun yang sema'na dengannya, yang ada di toko, yang tujuannya hendak digunakan, tidak akan dijual. Perkakas- perkakas dan alat-alat ini tidak wajib dizakati, berapa pun harganya.
Kedua, termasuk harta yang wajib diperhitungkan, modal dan laba-nya sekaligus. Jadi kedua-duanya wajib digabungkan dengan barang da-gangan, kemudian zakat dibayarkan dari keseluruhannya. Kalau seseorang memulai perniagaannya dengan modal senilai beberapa rupiah saja, lalu pada akhir tahun jumlah seluruhnya mencapai 2 juta rupiah umpamanya, maka wajiblah dikeluarkan zakat dari keseluruhannya.
YANG WAJIB DIKELUARKAN SEBAGAI ZAKAT DARI HARTA PERNIAGAAN
Telah kita ketahui, bahwasanya apabila perniagaan telah berjalan genap satu tahun, maka seluruh harta dagangan dinilai dengan uang yang beredar. Apabila ternyata mencapai nishab emas atau perak, maka wajib dikeluarkan zakatnya 2,5%nya.
Sekarang, yang sekian ini dikeluarkan dalam bentuk barang da-gangan itu sendiri, ataukah harganya saja?
Menjawab pertanyaa ini, dalam Madzhab asy-Syafi'i ada tiga pendapat:
- Wajib dikeluarkan dalam bentuk harganya saja, dan tidak sah dalam bentuk dagangan itu sendiri. Karena harta dagangan itu pada asalnya bukan harta zakat. Dan kalaupun dizakati tak lain karena ada niat diperdagangkan, lalu dagangan itu dikenakan zakat dengan memperhatikan harta (uang) yang digunakan untuk menilai dagangan tersebut. Oleh sebab itu yang wajib dikeluarkan ialah harganya. Agaknya inilah pendapat yang paling benar, yang patut di-amalkan dan difatwakan.
- Wajib dikeluarkan dalam bentuk barang dagangan itu sendiri, dan tidak sah dalam bentuk uang. Karena barang dagangan itulah yang menjadi sebab wajibnya zakat.
- Boleh pilih antara mengeluarkan harganya atau barang dagangan itu sendiri. Karena zakat dikenakan terhadap keduanya. Sebab masing masing dari keduanya menjadi sebab wajibnya zakat.
CATATAN DAN PERHATIAN:
Patut diperhatikan di sini, bahwa kalau kita berpendapat, boleh me-ngeluarkan kadar zakat yang wajib dikeluarkan dalam bentuk barang dagangan itu sendiri, maka kita wajib mengeluarkan 2,5% dari tiap-tiap jenis barang yang kita miliki. Dan tidak sah bila kita mengeluarkan pengganti kadar yang wajib dikeluarkan dari suatu jenis barang, berupa harganya dari jenis barang yang lain. Begitu pula, kadar yang wajib dikeluarkan dari tiap-tiap jenis barang itu wajib dari barang yang kualitasnya sedang, dan tidak sah jika yang dikeluarkan itu lebih rendah nilainya, atau cacat, atau tidak laku di pasaran, dsb.