Hukum Shalat Gerhana

Shalat Gerhana hukumnya sunnah mu'akkad, karena sabda Nabi SAW menurut riwayat Muslim (904):

 اِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ اَيَتَانِ مِنْ اَيَاتِ اللهِ لاَيَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ اَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ، فَاِذَا رَاَيْتُمْ ذَلِكَ فَصَلُّوا حَتَّى يَنْكَسِفَ مَابِكُمْ 

Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Keduanya takkan tertutup oleh karena kematian atau hidupnya seseorang. Apabila kamu mengalami peristiwa seperti itu, maka shalatlah dan berdoalah sampai hilang apa yang kamu alami itu. Dan juga, karena Nabi SAW pernah melakukannya sendiri, sebagaimana akan diterangkan nanti. 

Adapun kenapa amar (perintah) dalam hadits ini tidak ditafsirkan sebagai mewajibkan, itu tak lain karena adanya suatu berita:

 اَنَّ اَعْرَابِيًّا سَأَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ لصَّلَوَاتِ الْخََمْسِ فَقَالَ: هَلْ عَلَيَّ غَيْرُهَا؟ فَقَالَ عَلَيْهِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ: لاَ، اِلاَّ اَنْ تَطَوَّعَ (البخارى 46 ومسلم 11

Bahwa seorang Arab Badwi bertanya kepada Nabi S/l W tentang shalat lima waktu, lalu bertanya pula: "Masih adakah shalat lain yang wajib aku kerjakan?" Maka, Nabi S/4 W menjawab: "Tidak, kecuali kamu mau melakukan shalat sunnah". (al-Bukhari: 46, dan Muslim: 11) 

Dan dalam melakukan shalat gerhana ini disunnatkan pula berja¬maah, dan untuk itu diserukan:

 الصَّلاَةُ جَامِعَةٌ