Hal-hal yang Haram dilakukan Ketika Haid
- Shalat, berdasarkan hadits-hadits dari Fatimah binti Abi Hubaisy RA tersebut di atas mengenai istihadhah.
- Membaca al-Qur’an dan menyentuh mushhaf, serta membawanya, berdasarkan keterangan yang lalu mengenai hal-hal yang haram dilakukan akibat janabat.
- Tinggal dalam masjid, yakni bukan sekedar lewat, berdasarkan keterangan lalu mengenai hal-hal yang haram dilakukan akibat janabat.
Adapun dalil yang menunjukkan bahwa sekedar lewat dalam masjid itu tidak haram, selain dalil-dalil tersebut di atas, antara lain ialah: Sebuah hadits yang tel;ah diriwayatkan oleh Muslim (298) dan lainnya, dari ‘Aisyah RA, dia berkata:
ناَوَلِيْنِى الْخُمْرَةَ مِنَ الْمَسْجِدِ، فَقُلْتُ: اِنِّى حَائِضٌ، فَقَالَ اِنَّ حَيْضَتكِ لَيْسَتْ فِى يَدِكِ
“Ambilkan aku sajadah dari masjid.” Maka aku berkata: “Sesungguhnya aku sedang haid. “ Maka kata beliau: “Sesungguhnya haidmu tidak berada pada kekuasaanmu.”
Sedang menurut an-Nasa’i (1/147) dari Maimunah RA, dia berkata:
تَقُوْمُ اِحْدَاناَ بِاالْخُمْرَةِ اِلَى الْمَسْجِدِ فَتَبْسُطُهاَ وَهِىَ حَائِضٌ
Salah seorang dari kami (isteri-isteri Rasulullah) membawa sebuah sajadah ke dalam masjid, lalu menggelarnya dalam keadaan haid.
Al-Khumrah: sajadah atau tikar yang digelar oleh seseorang untuki melakukan shalat atau bersujud.
- Thawaf, tentang haramnya thawaf ini ditunjukkan oleh dalil-dalil yang lalu dalam Bab janabat.
Dan juga sebuah hadits yang etlah diriwayatkan oleh al-Bukhari (290) dan Muslim (1211), dari ‘Aisyah RA, dia berkata:
خَرَجْناَ لاَنُرِى اِلاَّ الْحَجَّ، فَلَمَّاكُنَّا بِسَرَفٍ حِضْتُ، فَدَخَلَ علىّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاَناَاَبْكِى، قاَلَ: مَالِكِ اَنَفِسْتِ، قُلْتُ نَعَمْ، قاَلَ: اِنَّ هَذَااَمْرٌ كَتَبَهُ اللهُ عَلَى بَنَاتِ اَدَمَ، فَاقْضِى مَايَقْضِى الْحَاجُّ، غَيْرَاَنْ لاَتَطُوْفِى بِالْبَيْتِ، وَفِى رِوَايَةٍ: حَتَّى تَطْهُرِى
Pernah kami keluar, sedang kami tidak berpikir selain haji. Tatkala kami sampai di Saraf, maka aku mengalami haid. Lalu Rasulullah SAW menemui aku, sedang aku menangis. Beliau bertanya: “Kenapa engkau? Apakah engkau mengalami haid?” Aku menjawab: “Ya. “Beliau berkata: “Sesungguhnya ini adalah perkara yang telah ditetapkan Allah atas anak-anak perempuan Adam. Maka, laksanakanlah apa-apa yang dilakukan oleh orang-orang yang berhaji, selain berthawaf sekeliling Ka’bah.”
Dan menurut riwayat lain: “sehingga engkau suci.”
La nuri: tidak berpikir selain bahwa diri kami telah berihram haji.
Saraf: sebuah tempat di Mekah.
Fa’qdhi: lakukanlah manasik-manasik, seperti yang dilakukan oleh orang lain yang sedang berhaji.
Selain hal-hal tersebut di atas ada pula hal-hal lain yang haram dilakukan oleh wanita yang sedang haid, yaitu:
- Lewat dalam masjid, apabila khawatir akan mengotorinya. Karena darah itu najis, sedang mengotori masjid dengan najis ataupun kotoran-kotoran lainnya adalah haram. Tetapi, apabila merasa yakin takkan mengotori masjid, maka bolehlah seorang wanita melewatinya, sebagaimana telah anda ketahui.
- Puasa, jadi, wanita yang sedang berhaid tidak boleh berpuasa fardhu maupun sunnah. Adapun dalilnya, ialah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari (298) dan Muslim (80), dari Abi Sa’id RA:
اَنَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قاَلَ فِى الْمَرْاَةِ وَقَدْ سُئِلَ عَنْ مَعْنَى نُقْصَانِ دِيْنِهاَ: اَلَيْسَ اِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ؟
Bahwa Rasulullah SAW bersabda mengenai wanita ketika ditanya tentang arti kekurangan agamanya: “Bukankah apabila wanita itu haid, maka dia tidak melakukan shalat maupun puasa?””
Dan hal itu memang sudah merupakan ijma’ para ulama.
Wanita haid wajib mengqadha’ puasa fardhu yang telah dilewatinya, setelah ia suci, tetapi tidak wajib mengqadha shalatnya. Jadi, apabila ia telah suci –yakni telah berhenti haidnya- maka dia wajib berpuasa, sekalipun belum sempat mandi.
Al-Bukhari (215) dan Muslim ( 335) -dan lafazh hadits ini menurut Muslim- telah meriwayatkan dari Mu’adzah, dia berkata:
سَأَلْتُ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا فَقُلْ: مَابَالُ الْحَائِضِ تَقْضِى الصَّوْمَ وَلاَ تَقْضِى الصَّلاََةَ؟ قاَلَتْ: كَانَ يُصِيْبُنَا ذَلِكَ مَعَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلاَ نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلاََةِ
Pernah aku bertanya kepada ‘Aisyah RA, aku katakan: “Kenapakah wanita yang berhaid itu wajib mengqadha puasanya, sedang shalatnya tidak?” Maka jawab dia: “Hal itu pernah kami alami semasa hidup Rasulullah SAW. tetapi, kami hanya disuruh mengqadha’ puasa, dan tidak disuruh mengqadha’ shalat.”
Boleh jadi hikmahnya adalah karena shalat itu banyak, sehingga akan menyulitkan bila harus diqadha’, lain halnya puasa..
- Bersetubuh, bersenang-senang dan bersentuhan pada anggota tubuh antara pusat dan lutut, karena Allah Ta’ala berfirman:
.............. oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. apabila mereka telah Suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. (Q.S. al-Baqarah: 222).
Yang dimaksud menjauhkan diri dari wanita, ialah tidak menyetubuhi mereka. Dan Abu Daud (212) telah meriwayatkan pula dari Abdullah bin Sa’ad RA:
اَنَّهُ سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَايَحِلُّ مِنِ امْرَاَتِى وَهِىَ حَائِضٌ؟ قاَلَ: لَكَ مَافَوْقَ اْلاِزَارِ
Bahwa Abdullah pernah bertanya kepada Rasulullah SAW: Apakah yang boleh aku lakukan terhadap istriku di kala dia sedang haid?” Jawab Nabi: “Kamu boleh melakukan apa saja yang di atas kain.”
Al-izar: kain yang menutupi pertengahan tubuh ke bawah, yang pada umumnya antara pusat sampai lutut.