Kemajuan Manusia dalam Agama Islam

Ada dua macam kemajuan yang dicapai oleh umat manusia; kemajuan materiil/kebendaan dan kemajuan rohani/spiritual. 

Kemajuan materiil ialah apa yang tampak telah dihasilkan oleh kemajuan teknik yang menghasilkan macam-macam benda, alat-alat dan industri-industri besar dan kecil serta gedung-gedung dan bangunan-bangunan yang megah. Kesemuanya itu telah membawa kesenangan dan kemakmuran lahiriah bagi manusia, namun tidak mendekatkannya kepada Allah, tidak memperbaiki jiwa, tidak membawa kedamaian, tidak menyebarkan rasa kasih sayang dan tidak pula menghilangkan rasa permusuhan dan saling membenci di antara sesama manusia, walhasil tidak mengantar umat manusia ke tingkat kesempurnaan yang diharap-harapkan. 

Kemajuan materiil itu sebagaimana dikatakan oleh seorang filosof tidak melahirkan manusia sempurna yang ideal, tetapi menjadikannya binatang yang maju. Sedang kemajuan rohani yang dicita-citakan oleh Islam ditandai oleh iman dan taqwa, oleh rasa cinta dan kasih sayang, membawa ketenangan jiwa dan ketentraman hati, serta menyebarkan keadilan dan kedamaian di antara umat manusia. 

Dan untuk mencapai tingkat kemajuan rohani hendaklah iman kepada Allah disempurnakan sehingga menjadi keyakinan yang mantap yang mendorong manusia mengamalkan kebajikan dan mencegahnya melakukan kejahatan sadar akan kewajiban yang harus dipenuhi terhadap Allah, terhadap dirinya dan terhadap sesama manusia. Demikianlah iman yang dikehendaki oleh agama Islam. Maka penyimpangan dari padanya berarti penyimpangan dari agama Islam. 

Bersabda Rasulullah saw.:

 أية المنافق ثلاث: إذا حدّث كذب، وإذا وعد اخلف وإذاائتمن خان، وإن صلّى وصام وحجّ واعتمر وزعم انّه مسلم 

Tanda-tanda orang munafiq tiga: berdusta jika berkata, jika berjanji tidak ditepati dan berkhianat jika diamanati walaupun ia bershalat, berpuasa, berhaji, berumrah dan mengaku dirinya seorang muslim. 

Iman itu hendaklah tampak dalam amal dan perbuatan dan bukan hanya dalam angan-angan. Iman adalah apa yang menetap di hati dan dibuktikan oleh amal perbuatan. 

Allah swt. telah menolak anggapan segolongan orang yang mengira bahwa angan-angan dapat mengantar orang mencapai tujuannya. 

Berfirmanlah Allah:

“(Pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong[353] dan tidak (pula) menurut angan-angan ahli Kitab. Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak (pula) penolong baginya selain dari Allah. Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, Maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun.” (Annisa 123-124). 

Kemudian Allah menerangkan jalan keluarnya, yaitu dengan penyerahan diri kepada Allah dan penyempurnaan amal saleh.

 “Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayanganNya.” (Annisa 125). 

Rasulullah saw. pun menegaskan pengertian itu dan bahwasanya penyerahan diri kepada Allah dengan disertai amal saleh dan kebajikan adalah hal yang dibenarkan oleh akal yang sehat dan bijaksana, dan bahwasanya hal yang berlawanan dengan itu adalah suatu ketololan dan kedunguan. Bersabda Rasulullah saw.:

 ألكيّس من دان نفسه وعمل لما بعد الموت والأحمق من أتبع نفسه هواها وتمنّى على الله الأمانى 

“Orang yang bijaksana ialah orang yang menguasai dirinya dan berbuat untuk bekal sesudah mati. Dan orang yang dungulah yang menuruti hawa nafsunya dan mengharapkan ridha Allah dan pahala-Nya dengan angan-angan kosong.” 

Seorang datang kepada Alhasan bin Ali dan berkata: “Ada suatu kaum yang berkata: “Kami mengintai Allah”, namun mereka meninggalkan amal ibadah? Alhasan menjawab: “Tidak mungkin!! Mereka sedang diayun-ayunkan oleh angan-angan. Barangsiapa menghendaki sesuatu hendaklah mencarinya dan barangsiapa takut dari sesuatu hendaklah lari menjauhinya.” 

Dan amal bukanlah asal amal. Amal harus disertai dengan kemauan yang sungguh-sungguh dan orang harus rajin menggunakan kesempatan untuk perbaikan dan kemajuan rohani dengan ilmu dan pengetahuan. 

Bersabda Rasulullah saw.:

 إذا أتى عليّ يوم لم أزدد فيه علما ولم أزدد هدى فلا بورك لى فى طلوع شمس ذلك اليوم. 

“Bila suatu hari berlaku di mana aku tidak bertambah ilmu dna bertambah hidayat, maka tidaklah ada barakah bagiku sejak terbitnya matahari hari itu.” 

Rasulullah saw. mengajak umatnya untuk mengejar segala apa yang ada manfaatnya materiil maupun spirituil dan melarang orang bermalas-malas. 

Bersabda beliau:

 إحرص على ما ينفعك واستعن بالله ولا تعجز وإذا أصابك شيئ فلا تقل: لو فعلت كذا كان كذا، ولكن قدرالله وما شاء فعل، فإنّ لو تفتح عمل الشيطان. 

“Kejar dan tuntutlah apa yang berguna bagimu dan janganlah sekali-kali malas. Mintalah tolong kepada Allah, dan jika engkau ditimpa sesuatu janganlah berkata: “Coba aku berbuat begini niscaya terjadi begini.” Tetapi berkatalah: “Itu adalah taqdir Allah dan apa yang Dia kehendaki terjadi.” Karena kata-kata “coba” “andaikan” adalah pembukaan amalnya syaitan. (membuka jalan untuk gangguan syaitan).” 

Rasulullah saw. mengajari umatnya bila berdo’a meminta sesuatu dari Allah swt. hendaklah minta hal-hal yang besar dan tinggi jangan sekali-kali jangan mintal hal-hal yang remeh dan sepele. Beliau bersabda:

 إذا سألتم الله فاسألوه الفردوس الاعلى فإنّه أعلى منازل الجنّة. 

“Bila kamu meminta-minta dari Allah, mintalah syurga “Firdaus”. Ia adalah tingkat syurga yang tinggi.” 

Dengan demikian agama Islam telah membuka pintu harapan sambil beramal bagi orang yang hendak mencapai kesempurnaan yang ia inginkan sepanjang apa yang ditakdirkan oleh Allah baginya. Namun ia harus mengekang diri dan berusaha agar ia berada di jalan yang tepat yang dapat mengantarkannya ke cita-cita yang dituju. Karena orang tidak akan mencapai sesuatu tanpa usaha dan berjuang. A

llah berfirman: 

 “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (Al-‘Ankabuut 69). 

Pemberian Allah dan karunia-Nya tidak akan diberinya begitu saja tanpa usaha dan tidak akan diterima oleh manusia dengan cara leha-leha tanpa berbuat sesuatu. Allah akan memberikan karunia dan nikmat-Nya hanya sebagai imbalan perjuangan dan usaha yang sungguh-sungguh untuk itu. 

Perjuangan adalah buah dari kemauan yang keras, latihan bersabar, keuletan menghadapi gangguan dan cobaan, sebagaimana sabda Rasulullah saw.:

 مايكون من خير فلن أدّخره عنكم ومن يستعفف يعفّه الله ومن يستغن يغنه الله ومن يتصبّر يصبّره. 

“Apa yang aku lihat bsik bagi kamu tidaklah aku simpan dari padamu. Barangsiapa membersihkan diri, Allah akan jadikan ia “afif”, bersih dan barangsiapa merasa dirinya cukup Allah menjadikannya kaya, dan barangsiapa menyabarkan diri Allah memberinya kesabaran.” 

Sifat-sifat iffah, kaya hati dan sabar adalah hasil latihan diri yang pada mulanya dipaksakan sehingga pada akhirnya menjadi tabiat dan sifat tetap yang tidak tergoyahkan. Kemauan keras dari seseorang dibuahkan oleh harapannya akan rahmat Allah dan takutnya dari murka-Nya. 

Tujuan itu semuanya ialah agar manusia mencapai tingkat kemanusiaan yang tinggi sehingga bisa termasuk dalam bilangan hamba-hamba Allah yang saleh yang telah memperoleh ridha dan kebijakan-Nya. 

Demikianlah tujuan nabi-nabi Allah agar melaksanakan cita-cita yang luhur itu, maka semua perbuatan dan kata-kata mereka menjurus ke jurusan. 

Berkata Nabi Yusuf a.s.: 

“Ya Tuhanku, Sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebahagian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebahagian ta'bir mimpi. (ya Tuhan) Pencipta langit dan bumi. Engkaulah pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam Keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh.” (Yusuf 101). 

Nabi Yusuf a.s. belum merasa puas dengan apa yang telah dikaruniakan oleh Allah kepadanya berupa kenabian, ilmu ta’bir mimpi dan kerajaan. Ia mohon kepada Allah untuk digabungkan kepada hamba-hamba Allah yang saleh dan mohon untuk diwafatkan sebagai seorang muslim. Kedua hal dimohonkan dari Allah itulah yang dianggapnya lebih tinggi nilainya dari semua apa yang telah dimiliki sebagai karunia Allah. Berkata Nabi Sulaiman a.s.:

 "Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh".(An Naml 19) Dan inilah setinggi-tinggi tingkat yang dapat dicapai oleh seseorang manusia. 

“Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh benar-benar akan Kami masukkan mereka ke dalam (golongan) orang-orang yang saleh.” (Al-Ankabuut 9)