Al-Qur’an ialah firman Allah Ta’ala, yang telah Dia turunkan kepada junjungan Kita Nabi Muhammad SAW, untuk mengeluarkan umat manusia dari kegelapan-kegelapan kepada cahaya yang terang benderang, yaitu firman yang termaktub dalam Mushaf. Al-Qur’an adalah sumber dan rujukan utama bagi hukum-hukum Fiqih Islam. Maka, apabila timbul suatu masalah, sebelum segala sesuatunya, terlebih dahulu kita merujuk kepada kitab Allah ‘Azza Wa Jalla ini, kita cari hukumnya di sana. Jika kita peroleh hukumnya di sana, maka kita ambil, dan tidak perlu kita merujuk kepada yang lain
Kalau kita bertanya tentang hukum meminum khamar, berjudi, memuja batu-batu dan mengundi nasib dengan panah umpamanya, maka kita merujuk kepada Kitab Allah ‘Azza Wajalla, niscaya kita dapati firman Allah Ta’ala di sana menyatakan:
Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (Q.S. al-Maidah: 90)
Dan apabila kita bertanya tentang jual-beli dan riba, maka akan kita dapati hukumnya dalam Kitab Allah ‘Azza Wa Jalla, yang menyatakan:
.............Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (Q.S. al-Baqarah 275).
Dan juga, apabila kita menanyakan tentang hijab, maka hukumnya kita dapati pada firman Allah Ta’ala:
Dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya. (Q.S. an-Nur: 31).
Bi khumurihinna jamak dari khimar, yang artinya kain kudung penutup kepada.
Juyubihinna jamak dari jaib, yaitu belahan baju dari arah kepada.
Sedang yang dimaksud menutupkan khimar pada jaib ialah menutup tubuh bagian atas sekalian dengan penutup kepala.
Dan kita dapati pula hukumnya pada firman Allah Ta’ala:
Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. al-Ahzab: 59).
Yudnina: hendaklah para wanita mengulurkan dan menutupkan pada wajah dan leher mereka.
Jalabibihinna, jamak dari jilbab, yaitu baju kurung yang menutupi seluruh tubuh, bagian atas maupun bawah.
Adna: lebih dekat. Maksudnya, agar lebih mudah dibedakan antara wanita terhormat yang memelihara diri daripada yang tidak.
Fala yu’dzaina: dengan demikian mereka tidak disakiti dengan diganggu.
Demikianlah, al-Qur’anul Karim merupakan sumber utama dari hukum-hukum dalam Fiqih Islam. Namun demikian, al-Quranul Karim dengan ayat-ayatnya tidak bermaksud menerangkan berbagai masalah serinci-rincinya dan menjelaskan hukum-hukumnya dengan memberi nash atas masing-masing. Hanya akidah-akidah sajalah yang oleh al-Quranul Karim dinyatakan nashnya secara rinci. Sedang soal ibadat dan mu’amalat hanya diberikan garis-garis bagi kehidupan kaum muslimin, sedang rinciannya dia serahkan kepada Sunnah Nabi untuk menjelaskannya. Contohnya, al-Qur’an menyuruh shalat, namun begitu tidak menjelaskan cara-caranya maupun bilangan rakaat-rakaatnya.
Al-Qur’an menyuruh pula zakat, tetapi ia tidak menjelaskan berapa ukurannya, berapa nisabnya dan harta apa saja yang wajib dizakati. Dan al-Qur’an menyuruh pula menunaikan akad-akad, namuan demikian, ia tidak menerangkan mana akad-akad yang sah, yang wajib ditunaikan itu, dan banyak lagi masalah-masalah yang lainnya,
Oleh sebab itu, al-Qur’an erat hubungannya dengan Sunnah nabi yang bertugas menerangkan garis-garis umum tersebut, dan menjelaskan masalah-masalah global yang ada dalam al-Qur’an.