Tak Ada Perantara Antara Manusia Dan Allah.
Sebelum kehadiran Islam ke tengah-tengah masyarakat, terdapat di antara sebagian ahli agama (bukan islam) yang mengeksploitasi urusan-urusan masyarakat. Sehingga kebebasan umat manusia sangat ditentukan oleh mereka melalui ijin yang diberikan. Lebih daripada itu semua, mereka sampai mengangkat dirinya sebagai juru perantara yang dapat menghubungkan manusia dengan Tuhan. Dan siapa saja yang menghendaki taubat dari kesalahan dan perbuatan dosa haruslah melalui perantara tersebut. Diterima atau ditolaknya taubat, sangat tergantung pada kekuasaannya. Terkadang, dilembagakannya usaha ini justru dijadikan sebagai media bisnis yang dapat meraih keuntungan. Tidak mengherankan, jika para ahli agama tersebut menjadi orang kaya. Ulah para ahli agama ini, pada dasarnya telah menurunkan derajat manusia ke lembah penghambaan terhadap selain Allah. Dan kini, mereka menjadi hina dipermainkan oleh sekelompok manusia yang mengeksploitirnya.
Kemudian, Islam turun kedunia dan menolak konsep koneksi ini. Islam juga mejelaskan secara gamblang bahwa Allah berada dekat dengan hamba-hamba-Nya. Allah senantiasa mengabulkan segala permintaan tanpa perantara apapun.
Karenanya, Allah telah berfirman :
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwasanya aku sudah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang mendo’a apabila ia berdo’a kepada-Ku, maka hendakah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran”. (Q.S. 2 : 186).
Pada permulaan ayat tersebut Allah berfirman yang ditujukan kepada Nabi Muhammad saw. : “.....apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku......”.Istilah “hamba-hamba-Ku” disini menunjukkan kasih sayang Allah terhadap manusia dan sekaligus merupakan pernyataan bahwa Allah selalu dekat dengan hamba-hamba-Nya. Atau dengan perkataan lain, mereka selalu berada dekat dengan rahmat Allah. Sebab, Allah selalu mengabulkan permohonan umat manusia. Sudah barang tentu, di dalam rangka memohon kepada Allah ini tidak diperlukan perantara.
Kemudian Allah melanjutkan firmannya : “Aku mengabulkan permohonan orang yang mendo’a apabila ia berdo’a kepada-Ku.......”, yang berarti Allah memberikan petunjuk bahwa do’a yang dikabulkan itu berkait erat dengan benarnya pengarahan do’a tersebut.
Setelah itu, Allah memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya : “Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintahku)-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran”. Di dalam ayat ini memberikan suatu syarat bagi terkabulnya suatu do’a, yaitu syarat iman dan taat terhadap perintah Allah. Hal ini dimaksudkan agar manusia mencapai jalan kebenaran. Jadi, masalah terkabulnya do’a bukanlah persoalan gampang. Sebab, persoalan ini bertalian erat dengan pelaksanaan perintah-perintah Allah yang harus dilaksanakan. Pelaksanaan itu menyangkut diri sendiri dan perintah yang berhubungan dengan kemasyarakatan. Masalah do’a yang hanya dilakukan dengan menggerakkan lidah dan mengangkat tangan (tanpa didasari iman dan taat), maka termasuk do’a yang sangat tidak berarti, dan tidak mungkin mendapatkan hasil yang diinginkan. Do’a tersebut dikatakan tidak berarti lantaran tidak berhubungan dengan pengertian amal saleh.
Sebagai kesimpulan, Islam tidak mengakui adanya perantara yang menghubungkan antara khaliq dan makhluk-Nya. Sebab, islam mempunyai prinsip bahwa Allah akan memberikan ampunan kepada hamba-hambanya secara langsung, tanpa menggunakan perantara dari siapa pun.
Allah berfirman :
“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka”. (Q.S. 3 :135)
Posting Komentar untuk "Metode Islam dalam Pengampunan Dosa Bagian 2"