Setiap Individu Bertanggung Jawab Terhadap Dirinya Sendiri
Sebagian agama mengatakan bahwa manusia pertama, Adam telah melakukan kesalahan. Karenanya, Adam terkena marah Allah akibat perbuatannya itu. Setelah itu, Nabi Adam merasakan gejolak hati menyerang jiwanya. Dan jiwanya pernuh dengan kontradiksi yang dapat membawa kesesatan. Kini, ia mengarah kepada kejelekan dan semakin jauh dari kebajikan. Maka berakhirlah kenikmatan surgawi bagi dirinya dan anak-anaknya.
Para pemeluk agama tersebut mengatakan bahwa manusia pertamalah yang bertanggung jawab terhadap seluruh kesalahan dan dosa-dosa keturunannya. Dan semua manusia terlibat di dalam mata rantai kesalahan yang disponsori bapak mereka, Adam.
Mereka mengatakan : “Nabi Adam telah membuat kesalahan yang mengakibkan terputusnya hubungan antara dia dan Allah. Dan kini Adam hidup merana mengenangkan kenikmatan yang telah hilang dari tangannya. Tak ada jalan yang dapat mengembalikannya karena ia tak memiliki sarana penebus dosa. Tetapi rupanya Allah merasa belas kasihan terhadap umat manusia. Karenanya, Ia mengutus anak satu-satunya (Islam mengingkari bahwa Allah mempunyai anak. Al-Qur’an telah mengatakan : “tidak beranak, dan tidak dilahirkan”, dan hadits Nabi mengatakan: “Allah tidak pernah memungut anak”) guna menolong umat manusia. Dengan terpaksa, anak-Nya ini mengalami siksaan berat demi menebus dosa manusia dan membebaskannya dari kesalahan yang turun temurun dilakukan sejak ayah mereka, yaitu Adam.
Dalam hal ini Islam berpandangan lain. Kesalahan yang telah dilakukan nabi Adam tidaklah turun temurun sampai ke anak-cucu. Tetapi hanya Adam-lah yang bertanggung jawab terhadap kesalahan yang pernah dilakukannya. Kesalahan tersebut ialah ketika Adam memakan buah pohon yang dilarang oleh Allah. Setelah itu, Nabi Adam menyesali perbuatannya dan minta ampunan kepada Allah. Selanjutnya nabi Adam menerima wahyu yang berupa kalam-kalam Allah untuk dijadikan pedoman melakukan do’a dengan menggunakan kalam-kalam tersebut., dan taubat dari nabi Adam ini diterima Allah swt.
Kejadian tersebut telah diceritakan di dalam Al-Qur’an sebagai berikut : “Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.”. (Q.S. 2 : 37)
Allah telah memberikan ampunan kepada Adam terhadap kesalahan yang diperbuatnya. Dan sebelum Nabi Adam melakukan taubat, kesalahan itu tidaklah turun temurun kepada anak cucunya. Islam berpandangan bahwa setiap individu bertanggung jawab terhadap segala perbuatan yang dilakukannya. Jadi, di dalam kamus Islam, tidak terdapat dosa yang turun temurun.
Karenanya, Allah telah menetapkan persoalan ini di dalam salah satu ayat yang berbunyi : “Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain”. (Q.S. 17 : 15).
Masih banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang menunjukkan pengertian senada, yang terdapat pada lima tempat. Seluruh ayat-ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa seseorang tidak bisa menanggung dosa orang lain.
Di antara ayat-ayat tersebut adalah : “Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. Dan bahwasanya usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya)”. (Q.S. 53 : 39-40).
“Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya”. (Q.S. 74 : 38)
“Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu dan takutilah suatu hari yang (pada hari itu) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya, dan seorang anak tidak dapat (pula) menolong bapaknya sedikit pun”. (Q.S. 31 : 33).
Berdasarkan pernyataan yang ditetapkan di dalam Al-Qur’an ini berarti umat manusia telah mencapai kebebasan di dalam perbuatannya. Dan kini, manusia hanya akan bertanggung jawab terhadap perbuatan yang dilakukannya sendiri. Di samping itu, manusia menjadi pengawas bagi diriya sendiri di dalam menghadapi tantangan hidup, dan harus berusaha sekuat tenaga melawan kejahatan yang menimpa dirinya. Sebab jika manusia berlaku jahat, maka siksaan pedih telah siap menunggunya di hari akhir nanti.
Para pemeluk agama tersebut mengatakan bahwa manusia pertamalah yang bertanggung jawab terhadap seluruh kesalahan dan dosa-dosa keturunannya. Dan semua manusia terlibat di dalam mata rantai kesalahan yang disponsori bapak mereka, Adam.
Mereka mengatakan : “Nabi Adam telah membuat kesalahan yang mengakibkan terputusnya hubungan antara dia dan Allah. Dan kini Adam hidup merana mengenangkan kenikmatan yang telah hilang dari tangannya. Tak ada jalan yang dapat mengembalikannya karena ia tak memiliki sarana penebus dosa. Tetapi rupanya Allah merasa belas kasihan terhadap umat manusia. Karenanya, Ia mengutus anak satu-satunya (Islam mengingkari bahwa Allah mempunyai anak. Al-Qur’an telah mengatakan : “tidak beranak, dan tidak dilahirkan”, dan hadits Nabi mengatakan: “Allah tidak pernah memungut anak”) guna menolong umat manusia. Dengan terpaksa, anak-Nya ini mengalami siksaan berat demi menebus dosa manusia dan membebaskannya dari kesalahan yang turun temurun dilakukan sejak ayah mereka, yaitu Adam.
Dalam hal ini Islam berpandangan lain. Kesalahan yang telah dilakukan nabi Adam tidaklah turun temurun sampai ke anak-cucu. Tetapi hanya Adam-lah yang bertanggung jawab terhadap kesalahan yang pernah dilakukannya. Kesalahan tersebut ialah ketika Adam memakan buah pohon yang dilarang oleh Allah. Setelah itu, Nabi Adam menyesali perbuatannya dan minta ampunan kepada Allah. Selanjutnya nabi Adam menerima wahyu yang berupa kalam-kalam Allah untuk dijadikan pedoman melakukan do’a dengan menggunakan kalam-kalam tersebut., dan taubat dari nabi Adam ini diterima Allah swt.
Kejadian tersebut telah diceritakan di dalam Al-Qur’an sebagai berikut : “Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.”. (Q.S. 2 : 37)
Allah telah memberikan ampunan kepada Adam terhadap kesalahan yang diperbuatnya. Dan sebelum Nabi Adam melakukan taubat, kesalahan itu tidaklah turun temurun kepada anak cucunya. Islam berpandangan bahwa setiap individu bertanggung jawab terhadap segala perbuatan yang dilakukannya. Jadi, di dalam kamus Islam, tidak terdapat dosa yang turun temurun.
Karenanya, Allah telah menetapkan persoalan ini di dalam salah satu ayat yang berbunyi : “Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain”. (Q.S. 17 : 15).
Masih banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang menunjukkan pengertian senada, yang terdapat pada lima tempat. Seluruh ayat-ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa seseorang tidak bisa menanggung dosa orang lain.
Di antara ayat-ayat tersebut adalah : “Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. Dan bahwasanya usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya)”. (Q.S. 53 : 39-40).
“Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya”. (Q.S. 74 : 38)
“Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu dan takutilah suatu hari yang (pada hari itu) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya, dan seorang anak tidak dapat (pula) menolong bapaknya sedikit pun”. (Q.S. 31 : 33).
Berdasarkan pernyataan yang ditetapkan di dalam Al-Qur’an ini berarti umat manusia telah mencapai kebebasan di dalam perbuatannya. Dan kini, manusia hanya akan bertanggung jawab terhadap perbuatan yang dilakukannya sendiri. Di samping itu, manusia menjadi pengawas bagi diriya sendiri di dalam menghadapi tantangan hidup, dan harus berusaha sekuat tenaga melawan kejahatan yang menimpa dirinya. Sebab jika manusia berlaku jahat, maka siksaan pedih telah siap menunggunya di hari akhir nanti.
Posting Komentar untuk "Metode Islam dalam Pengampunan Dosa Bagian 1"