Pentingnya Membatasi Cinta dalam Islam

Membatasi Cinta dalam islam. Cinta adalah hal yang alami pada manusia. Ia adalah nafsu. Tetapi ia harus dibatasi dengan batas-batas syari'at sehingga akibatnya tidak buruk. Apabila sudah terdapat cinta sebelum menjadikan seorang wanita sebagai isteri, sesungguhnya tidak mengapa selagi dalam hati serta tidak diiringi dengan perbuatan negatif. Adalah satu hal yang alami jika terdapat cinta dalam hati seorang laki-laki pada wanita yang dianggapnya layak sebagai teman hidup tetapi jangan terburu-buru, terkadang belum terjadi kesepakatan seperti seorang pria yang melamar gadis yang ia inginkan. 

Hati seorang laki-laki tidak akan terpaut dengan seorang wanita ketika tidak terjadi keserasian karena hal tersebut akan menghantarkan setelahnya pada sesuatu yang tidak terpuji. Banyak kisah yang menelan banyak korban pemuda dan pemudi yang dimulai dengan hubungan buruk lalu berkembang pada yang lainnya. Maka berhati-hatilah. Jangan berupaya untuk selalu mengajak bicara padanya, baik melalui telepon atau secara langsung. Hal seperti ini diharamkan selagi belum ada akad nikah dan memungkinkan untuk menghindarinya serta tidak ada kebutuhan yang mendesak. Sesungguhnya suara wanita dalam kondisi seperti ini adalah aurat yang salah satunya dapat digoda oleh setan lalu tergelincirlah kaki kita. 

Apabila hal tersebut tidak dibatasi dengan batas-batas syari'at, maka ditakutkan akan tergelincir, terinjak dan jatuh pada perbuatan haram. Banyak sekali orang yang mencintai wanita lalu tersesat jalan, Allah SWT berfirman:

"Dan manusia dijadikan bersifat lemah."(Q.S.An Nisa':28) 

Kisah-kisah mengenai hal ini tidak terhitung sampai apabila tujuan seorang pecinta belum terealisasi, ia akan sakit dan gila dan barangkali setan akan menguasai dirinya lalu membunuhnya, maka habislah semuanya.

Disebutkan bahwa Qais bin al Muluh mencintai seorang wanita yang bernama Laila, keduanya saling mencintai tetapi ia tidak dapat menikahinya. Qais menjadi gila karena cintanya yang menggebu-gebu sampai ia mendapat julukan "Majnun Laila", Kehidupan dan keluarganya menjadi keruh sampai orang tuanya memasung Qais dengan besi. Orang tuanya juga membawanya melakukan thawaf di tanah haram dengan harapan anaknya akan sembuh setelah ia kembali dan melupakan Laila tetapi di tengah perjalanan ia selalu memanggil-mangil Laila dan menyebut namanya seakan - akan Laila ada dihadapannya sampai ia mendendangkan potongan syair tentang cintanya pada Laila:

"Demi Allah wahai biawak padang pasir, katakanlah padaku
Apakah Laila bagian dari kalian atau Laila seorang anak manusia."

Ketika ia melakukan thawaf di tanah haram ia pun berkata: Ya Allah, tabahkanlah kecintaanku yang mendalam pada Laila lalu ia kemukakan secara terang-terangan pada ayahnya: "Aku mencintai Laila dan Laila mencintaiku Demikian pula ontanya menyukai ontaku

Tidak heran!!"

Allah SWT berfirman tentang wanita yang terpesona dengan nabi Yusuf:

"Maka tatkala wanita-wanita itu melihatnya, rnereka kagum kepada (keelokan rupanya, dan mereka melukai jari tangarmya." (Q.S.Yusuf:31) 

Cinta dan kerinduan seperti ini diharamkan karena di dalamnya terdapat banyak kerusakan seperti menyibukkan diri dengan cinta pada makhluk lalu melupakan Khalik (Pencipta). Tidak boleh berkumpul dalam satu hati, cinta pada yang ini dan yang itu dan salah satunya juga saling memaksakan sehingga menjadi penguasa yang selalu mengalahkan pasangannya. Demikian pula siksaan hati, Sesungguhnya seseorang yang bercinta seperti ini, maka ia akan tersiksa. Cinta apabila menyiksa si empunya, maka ia termasuk siksaan hati yang paling berat, 

Termasuk keburukan juga apabila hati menjadi tertawan oleh genggaman orang lain yang merendahkannya tetapi ia tidak merasakannya karena mabuk asmara. Hatinya bagaikan seekor burung yang berada pada genggaman seorang bocah kecil yang terhina dengan telaga kenistaan sementara anak kecil tersebut bermain dan terus bermain. 

Termasuk keburukan juga: Menyibukkan diri dengan cinta dan menjauhi kepentingan agama dan dunia. Kerusakan dunia dan akhirat lebih cepat terjadi pada seorang pecinta daripada api yang membakar kayu kering, karena hati semakin dekat dengan cinta dan semakin kuat hubungannya, maka ia semakin jauh dari Allah SWT.

Termasuk juga: Kerusakan hati dan terdapatnya rasa was-was dan barangkali pikiran menjadi gila sebagaimana keterangan pada cerita di atas. Bagian termulia dari manusia adalah akalnya yang membedakan dirinya dengan hewan serta binatang tetapi terkadang kondisi binatang menjadi lebih baik dari kondisinya. 

Termasuk kerusakan: Kerusakan panca indera secara maknawi seperti kerusakan hati dan kemudian kerusakan anggota tubuh karena ia mengikuti seperti lisan, mata dan telinga. Ia melihat yang baik menjadi buruk, baik dari sisi pecinta atau orang yang dicintai.

Dikatakan: Cinta anda terhadap sesuatu akan membutakan dan menulikan. Mata menjadi buta dari cacat wanita yang ia cintai. Ia juga menuli­kan telinga dari keburukan yang dicinta. Cinta yang membabi buta akan menutup mata terhadap apa yang ada. Dikatakan: "Cinta itu buta." 

Atau kerusakan yang bersifat inderawi: Seperti sakit pada tubuh, sebagaimana yang terkenal berupa berita pembunuhan karena cinta. Oleh karena itu suara panggilan terhadap para pemuda usia dini demikian santer apalagi orang-orang dewasa lalu mereka menulis jargon-jargon tersebut pada sebuah tembok: "Cinta adalah siksa," Sebagian orang berpendapat bahwa cinta harus diagungkan.

Cinta awal mulanya mudah dan manis. Di tengahnya angan-angan, kesibukan hati dan rasa sakit. Kemudian akhirnya kerusakan dan kematian apabila tidak mendapatkan perhatian dari Allah SWT. 

Pada artikel berikutnya akan kami paparkan sebuah cerita cinta yang tidak ada pembatasan atau tidak membatasi cinta.

Posting Komentar untuk "Pentingnya Membatasi Cinta dalam Islam"