Mendekati Kebaikan & Menjauhi Keburukan

 Tentang Kebaikan dan keburukan, ada sebuah pepatah dalam bahasa arab sebagai berikut :

 لاَنِهايَةَ لِمَذَامِّكَ اِنْ أَرْجَعَكَ اِلَيْكَ وَ لاَ تَفْْرُغُ مَدَائِحُكَ اِنْ أَظْهَرَ جُوْدَهُ عَلَيْكَ٠ 

“Tidak ada batas akhir keburukan itu, jikalau Allah mengembalikan kamu pada dirimu sendiri. Tidak juga akan habis-habisnya kebaikan itu, jikalau Allah menampakkan kemurahan-Nya,kepadamu." 

Siapa yang dikembalikan oleh Allah kepada dirinya sendiri, maka ia kembali kepada pribadi dan usahanya sendiri, ia dikembalikan kepada kekuasaan nafsunya sendiri. Keburukan, Kejelekan itu tidak habis-habisnya apabila seseorang telah dikuasai oleh kehendak nafsu dirinya.

Hawa nafsu selalu mengajak kepada keburukan dan kejelekan, dan semakin leluasa seorang hamba membiarkan dirinya tergoda oleh hawa nafsu, semakin jauh ia dari Allah, dan semakin bertambah-tambah pula keburukan dan kejelekan yang diperbuatnya, bahkan akan menjadi beraneka ragam kejelekan. 

Demikian juga apabila Allah menampakkan rahmat dan keutamaan-Nya untuk hamba-hamba-Nya, maka Allah akan menampakkan kebaikan itu, dan membiarkan serta menuntut si hamba kepada jalan kebaikan selamanya. Kebaikan itu tidak ada batasnya, dan tidak ada habis-habisnya, serta terus-menerus bertambah. Semakin banyak dan menjadi beraneka ragam kebaikan dan keutamaan. Hamba Allah yang telah mendapat karunia rahmat dari Allah swt terbuka baginya terus-menerus berbagai pintu kebaikan di dunia dan di akhirat. 

Perlu kiranya seorang hamba berhati-hati apabila ia telah mulai mendekati keburukan dan kejelekan dan kemaksiatan. Hendaklah ia cepat-cepat sadar. Jangan sampai ia larut dalam kemaksiatan, apalagi ia mengandalkan kemampuannya sendiri, ia merasa mampu mengatasi hawa nafsunya sendiri. Cara ini tidak akan menyelesaikan keburukan dan kejelekannya.

Hamba yang sadar adalah hamba yang selain menekan hawa nafsunya, maka ia terus menerus memohon bantuan dan pertolongan Allah swt dan menyerahkan diri dan urusannya kepada Allah yang Maha Mengatur dan Maha Adil. Seperti doa Nabi Muhammad saw: "Allahumma Aslih li sya'ni kulluhu, wa la takilni ila nafsi tarfata ainin (Ya Allah, perbaikilah semua urusanku,janganlah engkau serahkan urusanku ini kepada diriku sendiri, walaupun hanya sekejap). 

Sifat yang patut dimiliki oleh hamba yang beriman, tidak lain menempatkan dirinya sebagai hamba yang lemah di hadapan Allah swt serta terus menerus berharap kebaikan dari Allah agar ia tidak tergelincir kepada perbuatan maksiat, serta berharap pula agar dilindungi, sehingga tidak tergelincir kepada kemaksiatan, sengaja atau tidak sengaja. Oleh karena itu, seorang hamba hendaklah mengembalikan seluruh persoalan hidupnya kepada Allah swt saja. 

Apabila manusia mau mengetahui kelemahan diri manusia, dan mengetahui pula keterbatasannya, maka ia akan terhindar dari perbuatan maksiat, karena dengan makrifat yang dimilikinya ia memahami bahwa apa saja yang ia lakukan adalah kehendak Allah jua. Ia harus mampu berusaha dengan memohon bantuan Allah, karena kelemahan dirinya sebagai manusia membuat ia semakin dekat kepada Allah, karena Allah sajalah yang Maha Kuat dan Maha Perkasa. Pada dasarnya kelemahan itu dapat mengantarkan manusia sadar dan berusaha mendekati Allah, atau membiarkan dirinya terombang ambing dalam ketidakmampuannya sendiri.