Manusia
Manusia tercipta dari jasad dan jiwa. Dengan jasadnya ia bergerak dan merasa, sedang dengan jiwanya ia berfikir, menangkap, mengingat, belajar, berkehendak, memilih, mencinta dan membenci.
Kedua unsur itu mempunyai kebutuhan yang berbeda untuk menjaga dan mempertahankan kelestariannya. Jasad atau tubuh manusia membutuhkan makan dan minum serta lain-lain kelezatan material, sedang jiwa membutuhkan iman kepada Allah dan akhlak yang tinggi yang mengangkat manusia ke tingkat kecerdasan dan peradaban yang sempurna.
Dengan jiwa Allah membedakan manusia dari makhluk-makhluk-Nya yang lain, dan bersujud pada Adam – bapak manusia -, menundukkan apa yang ada di langit dan di bumi untuknya dan menjadikannya khalifah, penguasanya di bumi.
“Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan[862], Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”. (Al-Isra 70).
Segi spiritual
Namun manusia sering melupakan segi spiritualnya dan mengalpakan yang menjadi kebutuhan-kebutuhan jiwanya. Ia terdorong oleh hawa nafsu mengejar kenikmatan duniawi dan kelezatan jasmani sehingga lupa akan kebutuhan rohaninya dan tidak memikirkan untuk memperbaiki jiwanya dengan pendidikan dan pengajaran agama dan akhlak yang mulia.
Sebagai akibat dari sikap yang demikian itu, ia telah mencapai tingkat yang tinggi dalam hal kemakmuran duniawi dan kebahagiaan lahiriah, tetapi sangat terbelakang di bidang kemajuan spiritual dan nilai-nilai kemanusiaan yang tinggi dan ideal. Sikap yang demikian itu telah dicela dalam Al-Qur’an dengan menunjukkan akan penyakit-penyakitnya dan akibat yang akan timbul daripadanya.
Dan alangkah banyaknya ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang memperingatkan manusia akan kelemahan-kelemahan itu dengan anjuran agar membebaskan diri daripadanya dan kembali kepada jalan yang lurus yang diperintahkan oleh Allah, jalan yang patut dilalui oleh manusia sebagai khalifah Allah di atas bumi-Nya.
Allah berfirman:
“Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah. (Annisa 28).
Memang sifat lemah itu adalah salah satu dari tabiat manusia. Ia hampir tidak dapat berdiri tegak dan tenang menghadapi sesuatu, mudah terbawa oleh pengaruh-pengaruh yang saling bertentangan yang mewarnai jiwanya dengan rupa-rupa warna sehingga menjadikan ia nampak dengan wajah dan sikap yang beraneka ragam.
Allah berfirman:
“Dan apabila manusia ditimpa bahaya Dia berdoa kepada Kami dalam Keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, Dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah Dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya.” (Yunus 12)
“Dan jika Kami rasakan kepada manusia suatu rahmat (nikmat) dari Kami, kemudian rahmat itu Kami cabut daripadanya, pastilah Dia menjadi putus asa lagi tidak berterima kasih. Dan jika Kami rasakan kepadanya kebahagiaan sesudah bencana yang menimpanya, niscaya Dia akan berkata: "Telah hilang bencana-bencana itu daripadaku"; Sesungguhnya Dia sangat gembira lagi bangga, kecuali orang-orang yang sabar (terhadap bencana), dan mengerjakan amal-amal saleh; mereka itu beroleh ampunan dan pahala yang besar.” (Huud 9-10-11)
“Maka apabila manusia ditimpa bahaya ia menyeru Kami, kemudian apabila Kami berikan kepadanya nikmat dari Kami ia berkata: "Sesungguhnya aku diberi nikmat itu hanyalah karena kepintaranku". sebenarnya itu adalah ujian, tetapi kebanyakan mereka itu tidak mengetahui.” (Az-Zumar 49)
“Dan apabila Kami memberikan nikmat kepada manusia, ia berpaling dan menjauhkan diri; tetapi apabila ia ditimpa malapetaka, Maka ia banyak berdoa.” (Fushshilat 51).
Ayat-ayat di atas menggunakan suatu segidari beberapa segi kelemahan jiwa manusia yang lupa dan mengingkari kekuasaan Tuhan di kala ia mendapat ni’mat dan kesenangan duniawi, namun bila ia ditimpa musibah, bencana atau bahaya ia menjadi gelisah dan cepat-cepat kembali ingat akan kelemahan dirinya dan hanya Allahlah yang berkuasa memebebaskannya dari kesukaran dan kegelisahan yang ia alami.
“Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (Ibrahim 34).
Memang manusia itu sangat dzalim terhadap dirinya dan terhadap orang lain, sangat ingkar kepada nikmat Allah dan karunia-Nya yang melimpah ruah, tidak berlaku adil dan tidak mengenal budi baik yang diterimanya.
“Dan manusia mendoa untuk kejahatan sebagaimana ia mendoa untuk kebaikan. dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa.” (Al-Israa 11)
Artinya ia keras kepala terburu-buru bertindak tanpa berfikir dan menggunakan akal. Ia memohon dari Allah keburukan sebagaimana ia memohon kebaikan, hal mana merupakan puncak kedunguan.
Allah berfirman:
“Katakanlah: "Kalau seandainya kamu menguasai perbendaharaan-perbendaharaan rahmat Tuhanku, niscaya perbendaharaan itu kamu tahan, karena takut membelanjakannya". dan adalah manusia itu sangat kikir. (Al-Israa 100).
Alangkah luas dan lebarnya khazanah rahmat dan karunia Tuhan dan alangkah besar nikmat yang ada di dalamnya, namun begitu juga kalau dimiliki oleh manusia niscaya ia akan sayang membelanjakannya, karena takut akan susut dan habisnya kahazanah itu. Itulah bawaan sifat kikir dan bakhil yang menjadi salah satu segi kelemahan manusiawi.
“Dan Sesungguhnya Kami telah mengulang-ulangi bagi manusia dalam Al Quran ini bermacam-macam perumpamaan. dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah.” (Alkahfi 54).
Sifat suka membantah adalah salah satu gejala penyakit jiwa dan hati manusia yang dihinggapi keragu-raguan dan ketidakpastian.
“Dan berkata manusia: "Betulkah apabila aku telah mati, bahwa aku sungguh-sungguh akan dibangkitkan menjadi hidup kembali?" Dan tidakkah manusia itu memikirkan bahwa Sesungguhnya Kami telah menciptakannya dahulu, sedang ia tidak ada sama sekali?.” (Maryam 66-67).
Ia lupa pada asal-usulnya dan mengingkari kekuasaan Tuhan serta meragukannya, ia tidak memikirkan tanda-tanda kekuasaan Allah yang ada pada dirinya sendiri.
Allah berfirman:
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu Amat zalim dan Amat bodoh,” (Al-Ahzab 72)
Dzalim: ialah orang yang seharusnya berlaku adil tetapi tidak berbuat adil.
Jahul: ialah orang yang seharusnya mengetahui tetapi bodoh.
Segi kezaliman dan kebodohan manusia terletak pada sikapnya yang mau menerima amanat – tugas – tetapi tidak melaksanakannya.
“Dan Apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setitik air (mani), Maka tiba-tiba ia menjadi penantang yang nyata! (Yasin 77).
“Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia Amat kikir, (Al-Ma’aarij 19-21).
Sifat-sifat yang jelek yang merupakan bahagian dari kelemahan manusiawi ialah bahwa menusia itu cepat berkeluh kesah jika ditimpa kesusahan dan sangat bakhil jika memperoleh kenikmatan. Ia tidak sabar di waktu susah dan tidak bersyukur di waktu senang.
“Binasalah manusia; Alangkah Amat sangat kekafirannya? Dari Apakah Allah menciptakannya? Dari setetes mani, Allah menciptakannya lalu menentukannya. Kemudian Dia memudahkan jalannya. Kemudian Dia mematikannya dan memasukkannya ke dalam kubur, Kemudian bila Dia menghendaki, Dia membangkitkannya kembali. Sekali-kali jangan; manusia itu belum melaksanakan apa yang diperintahkan Allah kepadanya, (Abasa 17-23).
Alangkah bodohnya manusia itu yang tidak tahu hakikat dirinya, tidak memenuhi kewajibannya terhadap Allah dan melaksanakan apa yang diperintahkan kepadanya.
“Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu Dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, Maka Dia akan berkata: "Tuhanku telah memuliakanku". Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rizkinya Maka Dia berkata: "Tuhanku menghinakanku". (Al-Fajr 15-16)
Manusia jika diuji oleh Allah dengan diberinya rupa-rupa kenikmatan dan kebahagiaan hidup, ia mengira bahwa itu adalah semacam kemuliaan yang diberikan oleh Allah kepadanya. Dan apabila diujinya dengan dipersempit rezkinya atau diganggu kesehatan jasmaninya ia mengira bahwa Allah telah memberi penghinaan kepadanya, padahal itu semuanya adalah ujian dari Allah untuk mengetahui sampai dimana hamba-Nya itu dapat bersabar atau bersyukur.
Allah berfirman:
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan Dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka), kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.” (At-Tin 4-6)
Artinya Allah menciptakan manusia menurut fitrahnya sangat sempurna dan dalam bentuk yang sebaik-baiknya, akan tetapi ia dengan amalnya yang jelek dan perilakunya yang busuk, ia menyimpang dari fitrah itu tergelincir ke tempat yang serendah-rendahnya, sampai ke tingkat yang lebih rendah dari binatang.
Allah berfirman:
“Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena Dia melihat dirinya serba cukup.” (Al-‘Alaq 6-7)
“ Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada Tuhannya, dan Sesungguhnya manusia itu menyaksikan (sendiri) keingkarannya, dan Sesungguhnya Dia sangat bakhil karena cintanya kepada harta” (Al-A’adiaat 6-8).
Artinya: manusia itu melewati batas jika merasa dirinya kaya dengan apa yang Allah berikan kepadanya, namun ia ingkar akan nikmat Tuhan itu tidak mengakui bahwa itu semuanya adalah karunia Allah, hal mana dapat ditonjolkan oleh amal perbuatannya.
Allah berfirman:
“Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (Al-Asri 2-3) (Demi masa yakni perhatikan sejarah manusia sepanjang masa).
Di bawah ini adalah beberapa penyakit rohani yang terpetik dari ayat-ayat tersebut di atas:
Sifat sombong, suka berlagak, suka dipuja-puji, lekas putus asa, selalu tidak puas, tama’, serakah, kepala batu, gemar membantah dan berdebat, bodoh, dzalim, bakhil, kikir, gemar mengumpul harta, tidak sabar, merasa dia besar, terburu nafsu, rendah budi, menipu, berdusta, riya’, kecut hati, congkak, tidak malu, suka membangkang, tidak mengenal budi baik orang.
Sifat-sifat jelek tersebut yang merupakan penyakit rohani manusia seharusnya diobati agar jiwa manusia menjadi sehat dan bersih, penuh iman, taqwa dan ketenangan.
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), (Al-A’alaa 14)
“Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (Asy-Syams 7-10).
“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam syurga-Ku.” (Al-Fajr 27-30).
Pengobatan jiwa yang lemah dan sakit itu dapat sempurna hanya dengan meluruskan akhlak dan mendidik dengan budi pekerti yang baik berdasarkan iman dan ajaran agama.