Iman yang Benar dan Ikhlas

Di antara perkara-perkara yang diingatkan kepada hamba- hamba Allah adalah iman yang benar kepada Allah dan ikhlas kepada-Nya. 

'Umar adalah salah seorang mukhlis yang terbesar. Ia pernah mengguling-gulingkan wajahnya di atas tanah sambil menangis. 'Umar bin al-Khaththab adalah khalifah kaum Muslim dan pe¬mimpin mereka setelah Abu Bakar. Walaupun memegang tampuk kekhalifahan, ia melakukan shalat Jumat dengan mengenakan jubah yang memiliki empat belas tambalan. Padahal, emas dunia, perak dunia, dan barang-barang tambang lain berada di tangannya. Perutnya berbunyi karena lapar. Maka ia berkata, "Berbunyilah atau tidak, terserah engkau. Demi Allah, engkau tak boleh kenyang sampai putra-putri Muslimin semuanya kenyang!" 

Sebuah syair menyebutkan: 
Wahai orang yang melihat 'Umar mengenakan pakaiannya 
minyak zaitun adalah lauknya, dan gubug menjadi tempat bernaungnya 
Bergetar Kisra di atas singgasananya karena takut terhadapnya 
raja-raja Romawi pun khawatir kepadanya 

Pada haji terakhir yang dilakukan olehnya ia berdiri di Jamarat (tempat melontar jumrah) mengangkat kedua tangannya dan ia seorang yang benar imannya. Karena, apabila Allah SWT menge¬tahui seorang yang benar, Ia berikan kepadanya apa yang diharap¬kannya. Allah SWT berfirman, "Tetapi jikalau mereka benar [iman¬nya] terhadap Allah, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka." (QS. Muhammad: 21) Pada ayat lain dikatakan, "Dan orang- orang yang berjihad untuk /mencari keridhaan] Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesung¬guhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik." (QS. al 'Ankabut: 69) 'Umar mengangkat kedua tangannya seraya berdoa, "Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepadamu syahadah. (mati syahid) di jalan Mu dan mati di negeri Rasul-Mu." Karena, Allah SWT senang apabila Anda mempersembahkan sesuatu kepada Nya, dan sesuatu yang paling mahal adalah darah (nyawa) 

Dalam sebuah syair dikatakan: 
Ia bermurah hati mempersembahkan jiwanya, sekalipun orang bakhil tak mau memberikannya. 
Kemurahan mempersembahkan jiwa adalah puncak kemurahan yang termahal 

Ketika 'Umar kembali, para sahabat bertanya, "Bagaimana mungkin meminta syahadah di Madinah? Sesungguhnya orang yang meminta syahadah berangkat ke medan perang ke negeri- negeri kafir dan berperang." Umar menjawab, "Demikianlah yang aku pinta kepada Allah dan aku memohon agar Allah memenuhi apa yang aku pinta." 

Kemudian 'Umar kembali ke Madinah. Pada malam pertama setelah ia kembali, di dalam tidurnya ia bermimpi seolah-olah seekor ayam mematuknya tiga kali patukan. Pagi harinya ia pergi me¬nemui seorang wanita yang shaleh yang dapat menafsirkan mimpi yang bernama Asma' binti 'Umais. Umar bertanya kepadanya tentang ta'bir mimpinya. Wanita itu menangis seraya berkata, "Aku titipkan dirimu kepada Allah yang tidak akan sia-sia sesuatu yang dititipkan kepada-Nya. Engkau akan dibunuh oleh seorang laki- laki 'ajam (non-Arab). Ia akan menusukmu dengan pisau." 

Umar berujar, "Innaa lillahi wa innaa ilaihi raji'un. Cukuplah Allah bagiku, kepada-Nya aku bertawakal. Dan Dia adalah Tuhan Arsy yang agung. Allah-lah tempat meminta pertolongan. "[Yaitu] orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, 'Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun.' Mereka itulah yang men¬dapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk." (QS. al- Baqarah: 156-157) 

Pada waktu Shubuh, 'Umar datang untuk melakukan shalat. Ketika ia sedang rukuk, Allah berkehendak memuliakannya dengan syahadah pada kewajiban yang terbaik yaitu shalat Shubuh dan pada tempat terbaik yaitu di Masjid Rasul. Ketika ia bertakbir, Abu Lu'lu'ah al-Majusi, seorang laki-laki yang jahat dan dengki terha¬dap Islam, maju menghampirinya Diambilnya sebilah pisau yang telah ia lumuri dengan racun selama sebulan penuh hingga ber¬warna biru Kemudian ditusuknya 'Umar tiga kali tusukan 'Umar pun jatuh tersungkur seraya berucap, "Innaa lillahi wa innaa ilaihi raji'un. Allahu akbar. Hasbiyallah. Laa ilaha illa huwa 'alaihi tawakkaltu wa huwa rabbul 'arsyil-azhim." Setelah rakaat pertama ia menoleh seraya bertanya, "Siapa yang membunuhku?" Kemudian majulah Abdurahman bin 'Auf, salah seorang sahabat untuk melanjutkan shalat. Setelah itu orang-orang mengatakan, "Engkau dibunuh oleh Abu Lu'lu'ah al-Majusi." Umar kemudian berkata, "Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan kematianku dan syahadah-ku di tangan laki-laki yang tak pernah bersujud kepada Allah." 

Anas mengatakan, "Kemudian kami mengangkatnya di atas bahu-bahu kami darah pun berceceran pada pakaian-pakaian kami. Kiamat seolah-olah telah datang. Demi Allah, ia tidak menye¬but harta, anak, istri, maupun warisan. Ia hanya bertanya, 'Apa¬kah kalian telah menyempurnakan shalat kalian?' Mereka men¬jawab, 'Belum.' Ia bertanya lagi, 'Apakah aku telah shalat?' 'Belum,' jawab mereka lagi. Lalu Umar berkata, 'Aliahlah tempat meminta pertolongan.' Kemudian mereka membawanya ke rumah lalu me¬letakkannya di atas tikar. Tetapi tikar itu diangkatnya, lalu ia mengatakan, "Mahabenar Allah yang berfirman, "Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan?" (QS. Hud: 15-16) 

Setelah itu mereka meletakkannya di atas tempat tidur dan menempatkan sebuah bantal di bawah kepalanya. Tetapi ia ber¬kata, "Angkatlah bantal itu dari bawah kepalaku. Semoga Allah mengasihiku." 

Ibn 'Abbas lalu mengatakan, "Wahai Amirul Mu'minin, ber¬untunglah engkau mendapatkan surga. Engkau memerintah dan pemerintahanmu merupakan rahmat; engkau masuk Islam dan Islammu merupakan kemenangan; dan engkau berhijrah dan hijrahmu merupakan pembuka." 

‘Umar lalu berkata, “Oh, seandainya saja, ibuku tidak melahirkanku. Oh, seandainya aku ini sebuah pohon. Oh, sekiranya saja aku tak pernah mengenal kehidupan." Begitulah yang dikatakan olehnya, padahal ia termasuk di antara para shiddiqin terbesar, salah seorang di antara mereka yang berlaku zuhud dan baik, juga manusia teragung yang pernah datang setelah Rasulullah dan Abu Bakar. 

'Umar biasa berkeliling menyelidiki rakyatnya di malam yang gelap seraya mengatakan, "Wahai Tuhanku, apakah engkau akan menghisab aku tentang setiap anak kecil, setiap yatim, dan setiap orang miskin?" Ia menangis dan berkata kepada dirinya sendiri, "Wahai Umar, berapa anak-anak kaum Muslim yang telah engkau bunuh?" 

Semoga Allah meridhai jiwa yang suci ini, menuangi makamnya dengan hujan sebagai limpahan rahmat, dan mempertemukan kita dengannya di negeri akhirat. 

Tujuan dari pembicaraan ini adalah masalah benar dan ikhlas kepada Allah, karena barangsiapa yang ikhlas kepada Allah dalam ibadahnya maka Allah akan memberikan kebenaran dengan ke¬benarannya dan memberikan keikhlasan dengan keikhlasannya itu. 

Ketika terjadi Perang Badar, Haritsah yang ketika itu masih kanak-kanak terbunuh. Lalu datanglah ibunya menemui Nabi seraya bertanya, "Wahai Rasulullah, engkau mengetahui keduduk¬an Haritsah di sisiku. Jika ia berada di surga aku akan sabar dan rela. Tetapi jika tidak demikian, menurutmu apa yang harus aku lakukan?" Nabi menjawab, "Apa engkau kira surga itu hanya satu. Sesungguhnya surga itu banyak, dan ia berada di surga Firdaus."

 'Abdullah bin 'Amr bin Haram, ayahanda Jabir mati syahid di Perang Badar. Jabir bercerita, "Rasulullah menemuiku lalu ber¬tanya kepadaku, "Wahai Jabir, mengapa kulihat engkau berwajah murung?" Aku menjawab, "Wahai Rasulullah, ayahku mati syahid tetapi ia meninggalkan tanggungan dan hutang." Lalu Rasulullah berkata, "Apakah engkau mau aku beritahukan kabar gembira apa yang Allah telah berikan kepada ayahmu." "Ya, wahai Rasulullah," jawabku. Beliau berkata lagi, "Tidaklah Allah berbicara kepada seseorang melainkan dari belakang hijab. Sesungguhnya Allah menghidupkan ayahmu lalu berbicara kepadanya, Wahai hamba- Ku, berharaplah; niscaya Aku berikan kepadamu.' Ia menjawab, 'Aku berharap agar Engkau hidupkan aku kembali sehingga aku dapat terbunuh untuk kedua kalinya.' Allah menjawab, 'Sesung¬guhnya Aku telah menentukan bahwa mereka tidak akan kembali.' Ia berkata lagi, Wahai Tuhan, kalau begitu, beritahukanlah orang di belakangku.' Lalu Allah mengatakan, "Janganlah kalian mengira bahwa orang-orang yang gugur dijalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki." (QS. Ali 'Imran: 169) 

 Kemudian Allah menempatkan rohnya dan roh saudara-sau¬daranya para syuhada lainnya yang jumlahnya 70 orang pada perut-perut burung yang berwarna hijau sebagaimana yang di¬sabdakan oleh Nabi saw, "Roh-roh mereka berada di perut burung yang hijau. Roh-roh itu memiliki kendi-kendi yang tergantung di 'Arsy. Ia lepas (pergi) di dalam surga ke mana saja ia mau, kemudian kembali ke kendi-kendi itu." 

 Inilah pahala kebenaran pada hari setiap manusia berlaku benar bersama Allah, pada hari Allah mengetahui bahwa ia seorang mukhlis. Ia memberikan kepadanya pahala yang besar ini di dunia dan di akhirat. Kami bermohon kepada Allah agar kita semua men-dapatkan kebenaran.