Allah menerangkan bahwa maksud dari penciptaan dan perintah adalah supaya Dia dikenali melalui nama-nama-Nya dan sifat-sifat-Nya, serta supaya hanya Dia yang disembah, dan agar manusia menegakkan keadilan yang menjadi landasan tegaknya angit dan bumi. Allah Swt. berfirman:
"Sesungguhnya, Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka al-Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan....( Al-Hadiid [57] : 25)"
Allah menjelaskan bahwa Dia mengutus para utusan-Nya dan menurunkan kitab-kitab-Nya agar manusia menegakkan keadilan. Keadilan yang paling agung adalah tauhid, bahkan ia adalah pokok keadilan dan penopangnya. Adapun syirik adalah kezhaliman, sebagaimana firman-Nya:
"Sesungguhnya, mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar.(Luqman [31] : 13)"
Jadi, syirik merupakan kezhaliman yang paling kelam, sementara tauhid adalah keadilan yang paling lurus. Sesuatu yang menafikan tauhid adalah dosa yang terbesar. Perbedaan tingkat dosa besar tergantung seberapa jauh pe¬nyimpangannya dari tauhid. Sebaliknya, sesuatu yang paling selaras dengan tauhid adalah sesuatu yang paling wajib dan ketaatan yang paling fardhu.
Perhatikanlah prinsip dasar ini dengan sungguh-sungguh! Cermatilah detail detailnya, tentu kamu akan mengenal Tuhan Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui terhadap apa-apa yang diwajibkan-Nya kepada para hamba-Nya, apa-apa yang dili.iramkan Nya atas mereka, serta berbagai macam tingkatan ketaatan dan kemaksiatan!
Oleh karena syirik menafikan tauhid, ia menjadi dosa yang terbesar. Allah mengharamkan surga bagi siapa saja yang menyekutukan-Nya dan Dia menghalalkan darah, harta, dan juga keluarga orang musyrik untuk diambil dan dijadikan budak. Ini karena, mereka yang musyrik telah meninggalkan ibadah kepada Allah sehingga Dia pun enggan menerima amal perbuatan mereka, memberikan syafaat kepada mereka, menjawab doanya di akhirat, serta enggan memberinya ampunan.
Orang musyrik adalah orang yang paling tidak mengenal Allah seraya menyekutukan-Nya dengan makhluk-Nya. Itu adalah puncak kebodohan terhadap-Nya dan juga puncak kezhaliman. Kalaupun orang musyrik itu tidak menzhalimi Tuhan maka sesungguhnya, ia telah menzhalimi dirinya sendiri.
Ada suatu permasalahan bahwa orang berbuat syirik dengan maksud mengagungkan Tuhan. Ini bisa juga dengan meyakini bahwa karena keagungan Tuhan, seseorang tidak akan sampai kepada-Nya kecuali melalui perantara dan pemberi syafaat seperti halnya para raja. Ia tidak bermaksud meremehkan ketuhanan-Nya, tetapi tujuannya adalah mengagungkan-Nya. Ia menyatakan, "Aku menyembah perantara ini agar ia mendekatkan dan mengantarkan aku kepada-Nya.
Dialah yang menjadi tujuan, sementara ini hanyalah perantara." Lalu, kenapa perbuatan ini mengakibatkan kemurkaan-Nya, pelakunya menjadi kekal di neraka, mengalirkan darah saudaranya, menghalalkan mahram dan hartanya?
Sehubungan dengan ini, muncullah pertanyaan lainnya: mungkinkah Allah Swt. mensyariatkan ibadah kepada-Nya lewat perantara dan pemberi syafaat, sedangkan Dia juga mengharamkannya?
Atau mungkinkah hal itu buruk secara fitrah dan penalaran akal sehingga tidak disyariatkan, padahal syariat menetapkan keburukannya yang dapat dirasakan secara fitrah dan akal bahwa itu adalah keburukan yang paling buruk? Lantas, mengapa syirik itu tidak diampuni oleh Allah, dan berbeda dengan dosa-dosa lainnya, sebagaimana firman-Nya:
"Sesungguhnya, Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa selain (syirik) itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah maka sungguh, ia telah berbuat dosa yang besar."
Cermatilah dengan sungguh-sungguh permasalahan ini, fokuskan hati dan pikiranmu untuk menjawabnya, dan janganlah kau anggap remeh!
Dengan begitu, tentu akan diketahui perbedaan antara kaum musyrik dan para ahli tauhid, golongan yang mengenal Allah dan mereka yang bodoh, serta golongan ahli neraka dan mereka yang menjadi ahli surga.
Sebelum menjawabnya, hendaknya kita memohon taufiq dan pertolongan-Nya.
Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, tentu ia mendapatkan petunjuk, dan barang siapa yang disesatkan oleh-Nya maka tidak ada yang bisa memberinya petunjuk. Tidak ada yang sanggup menahan apa-apa yang Dia berikan, dan tidak ada yang sanggup memberikan sesuatu yang Dia tahan.