Menjamak Dua Shalat di Kala Hujan

Menjamak shalat artinya adalah menggabung dua shalat jadi satu, dilakukan pada salah satu dari kedua waktunya secara tunai (adaa’), agar musafir memperoleh waktu lowong seluas mungkin, dan disebut jamak.

Menjamak taqdim anatara dua shalat diperbolehkan di kala hujan. Al-Bukhari (518), dan Muslim (705) telah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas RA:

 اَنَّ النَّبِيَّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى بِالْمَدِيْنَةِ سَبْعًا وَثَمَانِيًا، الظُّهْرَ وَالْعَصْر، وَالْمَغْرِبَ وَالْعِشَاءَ، زَادَ مُسْلِمْ: مِنْ غَيْرِ خَوْفٍ وَلاَ سَفَرٍ، وَعِنْدَالْبُخَارِيِّ: فَقَالَ اَيُّوْبُ، اَحَدُ رَوَاةِ الْحَدِيْثِ، لَعَلَّهُ فِى لَيْلَةٍ مَطِيْرَةٍ؟ قَالَ عَسَى، وَعِنْدَ مُسْلِمٍ: قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا: اَرَادَ اَنْ لاَيُخْرِجَ اَحَدًا مِنْ اُمَّتِهِ 

Bahwasanya Nabi SAW pernah shalat di Madinah tujuah dan delapan rakaat: Zhuhur dan ‘Ashar, dan Maghrib dengan ‘Isya. Muslim menambahkan: tanpa alasan takut ataupun perjalanan jauh. Sedang menurut al-Bukhari: Maka berkatalah Ayyub – salah seorang periwayat hadits ini - : “Barangkali Nabi berada pada malam hujan?” Jawab Ibnu ‘Abbas: “Boleh jadi”. Sedang menurut Muslim, Jawab Ibnu ‘Abbas RA: “Beliau ingin agar tidak menyulitkan seorang pun dari umatnya”. 

Adapun menjamak kedua shalat itu dalam waktu yang kedua, tidaklah diperbolehkan. Karena barangkali hujan menjadi reda. Dengan demikian, berarti shalat itu dikeluarkan dari waktu yang semestinya tanpa uzur. 

Dan untuk jenis ini, dipersyaratkan hal-hal berikut: 

1. Shalat itu dilakukan berjamaah di sebuah masjid, yang menurut ‘uruf cukup jauh dari tempat tinggal, hingga menyulitkan orang yang pergi ke sana dalam keadaan hujan. 

2. Hujan masih berlangsung pada permulaan shalat yang kedua, dan di kala salam dari shalat yang pertama