Ketentuan Shalat Tarawih dalam Syariat Islam

Shalat Tarawih hanya disyari'atkan dalam bulan Ramadhan saja. Dan dalam pelaksanaannya disunnatkan berjamaah, tapi sah juga dila¬kukan sendiri-sendiri. 

Shalat Tarawih disebut demikian, karena jamaah beristirahat sejenak sesudah tiap-tiap empat rakaat. Beristirahat, bahasa Arabnya: Yatarawahu. 

Dan shalat ini disebut pula Qiyamu Ramadhan, terdiri dari 20 rakaat, yang dilakukan tiap malam selama bulan Ramadhan. Tiap-tiap dua rakaat, salam. Sedang waktunya antara shalat 'Isya dan shalat Shu- buh. Dilakukan sebelum shalat Witir. 

Kalau shalat ini dilakukan dengan satu kali salam tiap-tiap empat rakaat, maka tidak sah, karena menyalahi ketentuan yang disya'ri'at- kan. 

Demikianlah, dan ketika niat harus ditentukan: dua rakaat dari Tarawih, atau dari Qiyamu Ramadhan. Dan tidak sah kalau hanya dengan berniat shalat Nafilah mutlak. 

DASAR PENSYARI'ATAN SHALAT TARAWIH 

Dasar disyari'atkannya shalat Tarawih sebagaimana keterangan di atas, ialah riwayat al-Bukhari (37), Muslim (759) dan lainnya, dari Abu Hurairah RA, dia berkata: Sabda Rasulullah SAW:

 مَنْ قَامَ رَمَضَانَ اِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَلَهُ مَاتَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ 

Barangsiapa melakukan Qiyamu Ramadhan dengan rasa iman dan ikhlas, maka diampuni dosanya yang telah lewat. 

Imanan: membenarkan bahwa itu adalah benar. 

Ihtisabati: ikhlas karena Allah Ta'ala. 

Dan diriwayatkan pula oleh al-Bukhari (882) dan Muslim (761) -lafazh hadits ini menurut Muslim dari 'Aisyah RA:

 اَنَّ النَّبِيَّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى فِى الْمَسْجِدِ ذَاتَ لَيْلَةٍ، فَصَلَّى بِصَلاَتِهِ نَاسٌ، ثُمَّ صَلَّى مِنَ الْقَابِلَةِ فَكَثُرَ النَّاسُ، ثُمَّ اجْتَمَعُوا مِنَ الَّيْلَةِ الثاَّلِثَةِ اَوِالرَّابِعَةِ، فَلَمْ يَخْرُجْ اِلَيْهِمْ رَسُوْلُ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَلَمَّا اَصْبَحَ قَالَ: رَاَيْتُ الَّذِى صَنَعْتُمْ، فَلَمْ يَمْنَعْنِى مِنَ الْخُرُوْجِ اِلَيْكُمْ، اِلاَّ اَنِّى خَشِيْتُ اَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ، وَذَلِكَ فِي رَمَضَانَ 

Bahwasanya Nabi SAW shalat di masjid pada suatu maiam. Maka ikut shalat pula dengan beliau beberapa orang. Kemudian beliau shalat pula pada malam berikutnya, maka orang-orang pun makin banyak. Kemu¬dian berkumpul pada malam ketiga -atau keempat-. Namun Rasulullah 5/1 W tidak keluar menemui mereka. Maka, pagi harinya beliau berkata: "Aku tahu apa yang telah kalian kerjakan. Tak ada yang menghalangi aku keluar kepadamu, selain karena aku khawatir jangan-jangan shalat itu diwajibkan atasmu. "Dan itu semua terjadi pada bulan Ramadhan. 

Alladzi shana'tum: yang telah kalian kerjakan, yaitu berkumpul dan menunggu aku shalat. 

Al-Bukhari (906) juga meriwayatkan dari Abdur Rahman bin 'Abd al-Qari, dia berkata:

 خَرَجْتُ مَعَ عُمَرَابْنِ الْخَطَّابِ فِي رَمَضَانَ اِلَى الْمَسْجِدِ، فَاِذَ النَّاسُ اَوْزَاعٌ مُـَفَرِّقُوْنَ، يُصَلِّى الرَّجُلُ لِنَفْسِهِ، وَيُصَلِّى الرَّجُلُ فَيُصَلِّى بِصَلاَتِهِ الرَّهْطُ، فَقَالَ عُمَرُ: اِنِّى اَرَى لَوْ جَمَعْتُ هَؤُلاَءِ عَلَى قَارِئٍوَاحِدٍ لَكَانَ اَمْثَلَ، ثُمَّ عَزَمَ فَجَمَعَهُمْ عَلَى اُبَىِ ابْنِ كَعْبٍ، ثُمَّ خَرَجْتُ مَعَهُ لَيْلَةً اُخْرَى وَالنَّاسُ يُصَلُّونَ بِصَلاَةِ قَارِئِهِمْ، فَقَاَلَ عُمَرُ: نِعْمَتِ الْبِدْعَةُ هَذِهِ، وَالَّتِى يَنَامُوْنَ عَنْهَا اَفْضَلُ مِنَ الَّتِى يَقُوْمُوْنَ، يَعْنِى اَخِرَالّيْلِ، وَكَانَ النَّاسُ يَقُوْمُوْنَ اَوَّلَهُ 

Pernah aku berangkat ke masjid bersama (Jmar ibnul Kaththab di bulan Ramadhan. Maka ternyata orang-orang berkelompok-kelompok secara terpisah-pisah. Seorang shalat sendirian, dan seorang lainnya shalat diikuti oleh beberapa orang. Maka berkatalah Umar: "

Sesungguhnya aku berpendapat, sekiranya orang-orang itu aku himpun pada seorang yang pandai membaca, maka akan lebih baik." 

Sesudah itu Umar bertekad menghimpun mereka pada Ubay bin Ka 'ab. kemudian, pada malam berikutnya aku berangkat pula, sedang orang- orang shalat mengikuti orang yang pandai membaca di antara mereka. Maka, Umar berkata: "Alangkah baiknya bid'ah ini. Sedang shalat yang mereka tinggal tidur adalah lebih utama daripada shalat yang mereka lakukan". Maksudnya, shalat pada akhir malam. Dan orang-orang waktu itu melakukannya pada awal malam. 

Auza': kelompok-kelompok. 

Ar-Rahth: sekelompok orang kurang dari sepuluh. 

Ni'mati 'l-Bid'atu hadzihi: Alangkah baiknya bid'ah ini. Maksud¬nya, perbuatan seperti ini baik. Sedang al-Bid'ah itu sendiri artinya: hal baru yang tidak seperti contoh sebelumnya. Ia bisa baik dan diizinkan Syara', manakala sesuai dengannya dan sejalan di bawah sesuatu yang dianggap bailc. Tapi bisa juga buruk dan ditolak, manakala tidak sesuai dengan Syara', atau sejalan di bawah sesuatu yang dianggap jelek. Sedang kalau tidak menyalahi Syara' dan tidak pula sejalan di bawah sesuatu prinsip (ashal), maka boleh hukumnya.

Sementara itu, al-Baihaqi dan lainnya dengan isnad shahih (2/496) meriwayatkan:

 اَنَّهُم كَانُوْا يَقُوْمُوْنَ عَلَى عَهْدِ عُمَرَابْنِ الْخَطَّابِ رَضِى اللهُ عَنْهُ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ بِعِشْرِيْنَ رَكْعَةً 

Bahwasanya kaum muslimin pada masa pemerintahan Umar Ibnul Khaththab RA melakukan shalat pada bulan Ramadhan 20 rakaat. 

Tetapi, Malik dalam Muwaththa'nya (1/115) meriwayatkan:

 كَانَ النَّاسُ فِى زَمَنِى عُمَرَ يَقُوْمُوْنَ فِي رَمَضَانَ بِثَلاَثٍ وَعِشْرِيْنَ رَكْعَةً 

Pada masa pemerintahan Umar, kaum muslimin melakukan ՝shalat di bulan Ramadhan 23 rakaat. 

Oleh sebab itu, kedua riwayat ini diakurkan oleh al-Baihaqi, bahwa yang tiga rakaat adalah shalat Witir.