Hukuman Orang yang Tidak Mau Membayar Zakat
Apabila seorang muslim kaum muslimin tidak mau membayar zakat karena menolak zakat sebagai suatu kewajiban, maka berlaku bagi mereka hukum sebagai orang-orang murtad. Sebab mereka dihukumi murtad, karena dalil-dalil mengenai zakat ini sudah jelas, gamblang dan tak dapat ditawar lagi, baik dalil yang Al-Qur’an, Sunnah Rasul-Nya atau kesepakatan para sahabat.
Apabila sebagian umat Islam tidak mau membayar zakat, tetapi mereka masih mengakuti zakat sebagai suatu kewajiban; atau sengaja hanya mau mengelak dari kewajiban membayar zakat dengan menyembunyikan harta bendanya, maka wajib bagi Imam (pemerintah) untuk memungut zakat mereka secara paksa, dan mengenakan hukuman ta’zir.
Keadaan yang kami sebutkan tadi berlaku selama orang-orang yang wajib menunaikan zakat masih berada dalam wewenang kekuasaan sang Imam dan mentaatinya. Tetapi, apabila mereka termasuk orang-orang yang menentang Imam dan tidak mau menuruti perintahnya, maka wajib bagi Imam memerangi dan memaksa mereka agar mau membayar zakat, jika memang keadaannya memungkinkan. Sebab, zakat adalah rukun Islam dan merupakan tiang sendinya. Dengan memberikan zakat, berarti mentaati ajaran Islam; dan melalaikan zakat berarti menentang ajaran Islam. Oleh karena itu, pada masa khalifah Abu Bakar, beliau memerangi orang-orang yang tidak mau mendirikan shalat dan tidak mau menunaikan kewajiban zakat. Pada mulanya beliau mendapat hambatan dari sahabat ‘Umar. Tetapi beliau menjawab dengan kata-kata tegas yang bunyinya sebagai berikut :
والله لأقاتلن من فرق بين الصلاة والزكاة, فان الزكاة حق المال والله لو منعونة عناقا كانوا يؤدونها لرسول الله لقاتلتهم على منعها
“Demi Allah, saya akan memerangi orang yang memisahkan antara shalat dan zakat; karena sesungguhnya zakat itu adalah hak (kewajiban) pada harta benda. Demi Allah, seandainya mereka tidak memberikan (zakat) seekor unta yang biasa mereka berikan pada Rasulullah, saya akan perangi mereka”.
Mendengar jawaban Abu Bakar itu, ‘Umar RA menerima alasan beliau. Lalu ‘Umar berkata: “Demi Allah, hal itu tiada lain karena Allah telah membuka dada Abu Bakar (dalam memahami syariat Islam). Akhirnya saya menyadari bahwa memerangi mereka adalah haq”.
Mungkin, pada masa khalifah Abu Bakar adalah negara pertama yang membela hak-hak kaum fakir miskin dan golongan-golongan lemah. Abu Bakar membela mereka dengan memerangi orang-orang yang tidak mau membayar kewajiban zakat. Beliau berpendapat bahwa zakat termasuk ibadah yang wajib dilaksanakan yang bertalian dengan harta benda. Barangsiapa melalaikan salah satu kewajiban yang menjadi sendi agama, maka ia harus diperangi. Oleh karena itu, kebanyakan sahabat, termasuk ‘Umar menyetujui rencana khalifah Abu Bakar untuk memerangi kaum muslimin yang tidak mau membayar zakat.
Demikianlah sekitar mengenai hukuman bagi orang yang melalaikan zakat. Dalam masyarakat Islam tak ada suatu golongan pun yang mengaku dirinya sebagai golongan muslim kecuali harus menunaikan kewajiban-kewajiban yang telah dibebankan oleh agama kepada mereka. Dan salah satu di antara kewajiban-kewajiban itu ialah menjamin golongan lemah melalui zakat.
Apa yang kita saksikan sekarang banyak orang-orang yang mengaku dirinya sebagai muslim, tetapi tidak menunaikan zakat. Bahkan memeras golongan yang tidak mampu untuk melipatgandakan kekayaan dan melampiaskan hawa nafsunya. Orang-orang yang demikian, tidak ada tempat dalam masyarakat Islam.
Dalam jumlah yang tidak sedikit, orang-orang tersebut melakukan kebebasan penuh untuk melampiaskan nafsu, sehingga mereka semakin kaya yang akhirnya muncul golongan kapitalis. Golongan ini tidak pernah menunaikan kewajibannya terhadap kaum fakir miskin dan orang-orang lemah. Di samping itu, muncul pula golongan kaum lemah yang hidup serba kekurangan.
Setelah sekian lama berkembang, maka muncul kelompok-kelompok ektrim yang membentuk suatu front menghadapi kelaliman kaum kapitalis. Golongan ini mengatakan bahwa agama adalah pendukung kaum borjuis. Pemikiran ini ternyata mendapat sambutan hangat di berbagai kawasan Negara-negara Arab. Akhirnya muncul kelompok-kelompk yang mengancam persatuan umat dan menimbulkan keguncangan dalam negeri.
Dengan kembali kepada ajaran Islam melalui praktek penarikan zakat dari tangan kaum hartawan yang dikoordinir oleh pemerintah, kiranya cukup dapat menjamin fakir miskin, sekalipun merupakan jawaban lagi tuduhan batil yang ditunjukkan kepada Islam. Selain itu, dengan diterapkannya peraturan ini, berarti mewujudkan ajaran Islam secara benar, yaitu sebagai penolong kaum fakir miskin. Kita tidak usah mendatangkan prinsip-prinsip dan pemikiran-pemikiran dari luar guna memperbaiki masyarakat Islam. Sebab, kaum muslimin dapat menanggulangi problema sosial dengan caranya sendiri, dan dapat memecahkan problema ekonomi dengan jaran agamanya sendiri.