Pengertian Nifak atau Munafik

Pengertian nifak atau munafik adalah merupakan lawan kata “terus terang” atau “ terang-terangan”. Dengan kata lain, nifak berarti “menampakkan sesuatu yang bertentangan dengan apa yang terkandung di dalam hati”. Nifak ini mempunyai dua bagian : (1) bertalian dengan masalah akidah, dan masalah ini yang paling membahayakan. (2) bertalian dengan perkataan atau perbuatan, dan untuk masalah kedua ini lebih ringan dosanya dibanding yang pertama. 

Al-Qur’an sering sekali membicarakan masalah nifak yang bertalian dengan akidah, atau seseorang menampakkan iman, tetapi di dalam hatinya sebenarnya kufur (mengingkari). Allah telah berfirman : “Di antara manusia ada yang mengatakan : “Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian, padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu diri mereka sendiri, sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta. Dan bila dikatakan kepada mereka : ‘Janganlah kamu membuat kerusakan di bumi’, mereka menjawab : ‘sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan’. Ingatlah , sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar”. (Q.S. 2 : 8-12) 

Ciri-ciri khusus orang-orang munafik telah dijelaskan oleh Allah sebagai kaum yang suka menimbulkan kerusakan dan gemar melakukan kejahatan, serta suka membuat malapetaka. Kaum munafik adalah sumber segala bahaya yang sering mengancam berbagai bangsa di kawasan negara. Sebab utamanya adalah karena mereka berpura-pura bersikap baik terhadap musuh, tetapi di dalam hati mereka sedang mencari kelemahan lawan. Dan yang menjadi tujuan utamanya adalah mencari keuntungan bagi mereka sendiri, walaupun kelakuan itu harus mengorbankan bangsanya. 

Allah telah memperingatkan kepada kita agar bersikap waspada dan mawas diri menghadapi orang-orang munafik, yang tersebut di dalam salah satu surat : “Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat balasan yang pedih, (yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnnya semua kekuatan kepunyaan Allah”. (Q.S. 4 : 135-139). 

Orang-orang munafik dapat digolongkan sebagai pengkhianat. Sebab, sangat banyak bangsa-bangsa yang dirugikan oleh sikap mereka yang khianat. Karenanya, sangat wajar bila mereka mendapat hukuman dan tindakan keras. Di dalam istilah sekarang, mereka sering disebut sebagai “barisan kelima”. 

Allah swt. telah memberikan ancaman kepada mereka dengan siksaan yang sangat pedih di hari kiamat kelak : “Allah telah mengancam orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang kafir dengan neraka jahannam, mereka kekal di dalamnya. Cukuplah neraka bagi mereka; dan Allah melaknati mereka; dan bagi mereka adzab yang kekal”. (Q.S. 9 : 68). 

Di dalam ayat lain Allah berfirman: “Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan paling bawah dari neraka”. (Q.S. 4 : 145). 

Sikap nifak juga mendorong seseorang untuk melakukan perbuatan rendah atau a-moral, seperti riya’, menipu, khianat, bohong dan lain sebagainya. Semua itu adalah perbuatan yang merusak ketahanan suatu bangsa yang dapat meruntuhkan eksistensinya. 

Di antara sifat-sifat kaum munafik yang disebutkan Al-Qur’an adalah : “Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya’ (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali. Mereka dalam keadaan ragu-ragu antara demikian (iman dan kafir); tidak masuk kepada golongan ini (orang-orang yang beriman) dan tidak (pula) kepada golongan itu (orang-orang kafir)”. (Q.S. 4 : 142-143). 

Orang-orang munafik, baik laki-laki maupun perempuan adalah sama. Mereka selalu berbuat jelek dan berpaling dari perbuatan yang baik. Mereka selalu menganjurkan perbuatan yang mungkar dan kikir, tidak pernah mau membelanjakan hartanya untuk jalan kebaikan. Mereka berpaling dari Allah, karenanya Allah pun berpaling dari mereka. Dan selamanya mereka takkan mendapat hidayah dari Allah swt. lantaran keingkaran mereka. 

Demikianlah sekedar penjelasan mengenai nifak yang berhubungan dengan akidah. Adapun nifak yang berpautan dengan perkataan dan perbuatan yang bercorak ragam, Islam juga memberikan kecaman lantaran dapat menimbulkan akibat-akibat negatif terhadap kehidupan individu dan masyarakat. 

Perbuatan nifak ini adalah termasuk penyakit yang kotor di dalam kehidupan sosial. Sebagai dampaknya, maka akan lahir sikap saling tidak percaya di antara anggota masyarakat. Demikian pula akan menghilangkan perasaan gotong royong. Apabila perasaan saling percaya telah hilang, maka tolong menolong pun akan lenyap pula. Hal ini dapat mengakibatkan macetnya roda kegiatan masyarakat, dan kemajuan juga terhambat karena anggota masyarakat dilanda kelemahan, keguncangan dan kekacauan. 

Dalam hal ini Rasulullah mengingatkan kepada kita agar menjauhi perbuatan nifak, yang bertalian dengan perbuatan : 

تَجِدُوْنَ شَرَّالنَّاسِِ ذَاالْوَجْهَيْنِ: الَّذِيْ يَأْتِيْ هَؤُ لاَءٍ بِوَجْهٍ، ويَأْتِيْ هَؤُ لاَءٍ بِوَجْهٍ (رواه البحاري

 “Kamu akan menjumpai orang yang paling jahat, yaitu orang yang mempunyai dua muka; ia datang kepada suatu kaum dengan satu muka, dan datang kepada kaum lainnya dengan muka yang lain pula” (Hadits riwayat Bukhari). 

Di dalam sabdanya yang lain, Rasulullah juga menerangkan ciri khusus nifak secara garis besar : 

اَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ كَانَ مُنَا فِقاً خَا لِصًا، وَمَنْ كَانَتْ فِيْهِ خَصْلَةٌ مِنْهُنَّ كَانَتْ فِيْهِ خَصْلَةٌ مِنَ النِّفَاقِ حَتَّى يَدَعَهَا: اِذَا ائْتُمِنَ خَانَ. وَاِذَا حَدَّثَ كَذَبَ،وَاِذَا عَاهَدَغَدَرَ، وَاِذَا خَاصَمَ فَجَرَ. (رواه البحاري

“Ada empat sifat, siapa saja yang memiliki sifat-sifat itu berarti munafik. Dan siapa saja yang mempunyai salah satu di antara empat sifat tersebut, berarti mempunyai sifat nifak sampai ia mau meninggalkannya. Sifat-sifat tersebut ialah : (1) Apabila dipercaya berkhianat; (2) Apabila berbicara bohong; (3) Apabila berjanji mengingkari janjinya; (4) Apabila berselisih selalu curang” (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim). 

Hadits tersebut, menurut segolongan ulama sangat sulit dianalisa maknanya. Sebab, sifat-sifat yang dituturkan Rasulullah ternyata juga ada dikalangan umat Islam yang beriman kepada Allah. Akhirnya para ulama’ sepakat pada suatu kesimpulan bahwa siapa saja yang lisan dan hatinya beriman kepada Allah kemudian melakukan hal-hal tersebut, maka ia tidak dihukum sebagai orang kafir atau munafik, dan tidak selamanya sebagai penghuni neraka. 

Sebagian ulama’ mengatakan : “Semua sifat-sifat tersebut memang merupakan ciri-ciri khusus kelakuan orang-orang munafik. Apabila ternyata pelakunya seorang mukmin, maka ia dihukum sebagai munafik, atau jelasnya meniru kelakuan orang-orang munafik. Jadi, yang dimaksud nifak bagi orang beriman di sini bukan berarti memendam sikap kufur dan menampakkan sikap Islam tetapi nifak di sini hanya bertalian dengan masalah amaliah, dan tidak bertalian dengan masalah akidah. Sedang nifak yang bertalian dengan akidah hal tersebut sudah jelas akan menjerumuskan pelakunya ke dalam pengertian hadits ini. 

Barangkali, yang dimaksud dengan hadits ini ialah, bahwa sifat berbohong, khianat dan merusak janji adalah kebiasaan yang dilakukan oleh orang-orang munafik. Mereka menganggap perbuatan ini sebagai hikmah dan kebijaksanaan, yang karenanya mereka menghiasi diri dengan sifat-sifat tersebut dan mengutamakannya. Dan mereka menjadi kaum kafir lantaran menghalalkan apa yang telah di haramkan Allah swt. Kemudian mereka menutupi kekafirannya dengan berlaku nifak. Mengingat keadaan mereka sangat membahayakan kaum muslimin, maka umat Islam diperintah menjauhi orang-orang munafik atau orang yang meniru perbuatan orang munafik. 

Allah telah membuat suatu perumpamaan di dalam Al-Qur’an mengenai sikap seorang munafik dengan seseorang yang telah berjanji dengan Allah untuk mengeluarkan zakat apabila ia kaya. Tetapi setelah Allah memberinya kekayaan, ia tidak mau membayar zakatnya dan membangkang kepada Allah swt. Akhirnya ia tergelincir menjadi orang munafik, dan kini menjadi orang yang merugi. 

Terdapat suatu hadits yang menceritakan seseorang bernama Tsa’ labah ibnu Hatib, ia datang kepada Rasulullah saw, untuk minta tolong : “Mintakanlah kepada Allah agar memberi kami rezki yang banyak” Nabi saw menjawab : “Celakalah kau hai Tsa’ labah, bukannya rezki sedikit yang kau syukuri lebih baik daripada rezki banyak tetapi engkau tak mensyukurinya?” Tsa’ labah tidak putus asa, dan segera kembali kepada Rasulullah saw. untuk keperluan yang sama. Rasulullah menjawab : “Apakah engkau tidak rela diberi rezki seadanya seperti halnya aku?” Demi dzat yang nyawaku berada di dalam genggaman-Nya, seandainya aku menginginkan gunung-gunung menjadi emas dan perak, maka permintaan tersebut akan terpenuhi”. Lalu Tsa’ labah berkata kepada beliau : “Demi dzat yang mengutusmu dengan kebenaran, seandainya anda mendoakan kepada Allah kemudian Allah memberikan rezki yang banyak kepadaku, niscaya akan aku penuhi kewajiban kepada yang berhak”. Mendengar perkataan Tsa’ labah, Rasulullah mengangkat tangannya, dan berdo’a : “Ya Allah berilah Tsa’ labah rezki harta benda”. Kemudian Tsa’ labah membeli seekor domba, yang dari seekor domba ini berkembang baik menjadi domba yang sangat banyak. Lama kelamaan, kota madinah tidak cukup lagi menampung kekayaan Tsa’ labah, terpaksa ia tinggal di sebuah lembah dekat kota madinah. Sekarang, ia hanya melakukan shalat jamaah ketika shalat jum’at. Dan setelah peternakannya sangat besar, maka ia meninggalkan seluruh jamaah shalat. Rasulullah merasa kehilangan, kemudian ditanyakan kabar beritanya. Kemudian oleh para sahabat, masalah Tsa’ labah diceritakan. Setelah mendengar cerita Tsa’ labah, Rasulullah bersabda : “Celakalah Tsa’ labah”, - kata-kata ini diulangi sampai tiga kali. 

Kemudian turunlah ayat : “Ambillah zakat dari sebagain harta mereka.....” (Q.S. 9 : 103). 

Dengan turunnya ayat yang mewajibkan zakat ini, maka Rasulullah mengutus dua orang sahabat untuk mengumpulkan zakat. Rasul berpesan : “Mintalah zakat kepada Tsa’ labah dan seorang dari Bani Salim”. Lalu kedua orang utusan tersebut mendatangi rumah Tsa’ labah untuk minta mengeluarkan zakat, sambil menyerahkan surat dari Nabi saw. Tsa’ labah menjawab : “ Apa arti semuanya ini, bukankah sama saja dengan jizyah? Tidak lain, ini adalah saudara (semakna) dengan jizyah, saya tidak mengerti apa maksutnya? Sekarang, selesaikan tugas kalian, lalu datang kepadaku lagi”. Kedua utusan tersebut segera bergegas dari rumah Tsa’ labah, langsung menuju Bani Salim. Dan seorang yang disebut Bani Salim tersebut memberikan untanya yang terbaik sebagai zakat. Kemudian mereka berdua kembali menemui Tsa’ labah, yang kemudian dijawab olehnya : “”Perlihatkan surat itu kepadaku”, maka ia segera membacanya, kemudian mengeluarkan kata-kata: “Ini semakna dengan jizyah, kembalilah kalian berdua, sebab saya akan berpikir lebih dahulu”. Kedua utusan tersebut kembali kepada Nabi, dan menceritakan semua dialog dengan Tsa’ labah. 

Setelah itu turunlah ayat : “Dan di antara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah : ‘Sesungguhnnya jika Allah memberikan sebagian karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang saleh. 

Maka setelah Allah memberikan kepada mereka sebagian karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu, dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran). Maka Allah menimbulkan kemunafikan pada hati mereka sampai kepada waktu mereka menemui Allah, karena mereka telah memungkiri kepada Allah apa yang telah mereka ikrarkan kepada-Nya dan (juga) karena mereka selalu berdusta”. (Q.S. 9 : 75-77). 

Itulah sikap Islam terhadap kaum munafik yang ibarat parasit menggerogoti tubuh masyarakat Islam dari dalam, sehingga banyak menimbulkan penyakit. 

Sifat nifak ini sangat populer di jaman sekarang, dan lebih populer lagi adalah perlombaan dan persaingan hawa nafsu mencari keuntungan materi dengan cara apapun. Sekarang, saling menipu di antara kawan sudah menjadi kebiasaan, dan sikap nifak semakin subur. Sudah tak aneh lagi apabila seorang berjanji atau berhutang, tatapi tidak membayarnya. Pada lahirnya, mereka menampakkan sikap baik dan jujur, tetapi hatinya dipenuhi rasa iri dan dengki. 

Sastu-satunya penyelesaian menghadapi orang-orang yang berkarakter nifak, ialah mengisolir mereka dari masyarakat Islam. Di samping itu, umat Islam harus tidak bersahabat dan bersikap oposisi hingga mereka mau menyadari dan meninggalkan sifat-sifat yang tercela itu.

Posting Komentar untuk "Pengertian Nifak atau Munafik"