Kami telah menjelaskan pada bahasan terdahulu, bahwa pelaku dosa besar akan mendapatkan predikat fasik. Dan Al-Qur’an memberi predikat kepada orang-orang yang melupakan Allah, juga sebagai orang fasik :
“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang melupakan Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri, mereka itulah orang-orang yang fasik”. (Q.S. 59 : 19).
Berdasarkan pengertian ayat tersebut, maka lupa kepada Allah termasuk kelakuan dosa besar. Bahkan akan menjerumuskan pelakunya kepada perbuatan-perbuatan dosa lainnya, sebagaimana yang akan kami jelaskan di dalam pembahasan yang akan datang.
Sebab utama yang membuat lupa kepada Allah adalah cinta kepada masalah duniawi. Di dalam mencintai masalah duniawi, manusia takkan mendapatkan kebahagiaan yang hakiki, tetapi justru akan menambah perasaan sengsara dan merana. Berlomba di dalam mendapatkan kenikmatan dunia juga akan melibatkan umat manusia ke dalam pertarungan sengit, dan menyebabkan manusia mudah terserang penyakit atau kematian secara mendadak.
Sejarah telah mebuktikan bahwa menjadikan urusan duniawi sebagai tujuan satu-satunya akan menimbulkan keresahan umat manusia tentang masalah ekonomi dan kesehatan. Penyakit inilah yang menjadi ciri khas manusia di abad modern, dan mereka banyak terjangkit penyakit jiwa karena kecintaan terhadap urusan dunia dan kebendaan.
Oleh karena itu Allah swt. melarang umat manusia tenggelam ke dalam kepuasan duniawi yang akan mengakibatkan lupa kepada Allah. Dan kelupaan ini dapat mengakibatkan kerugian fatal bagi umat manusia di dunia maupun di akherat.
Allah berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang siapa yang membuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi”. (Q.S. 63 : 9).
Karena seseorang bisa tepengaruh oleh teman sepergaulannya, maka Allah memerintahkan kepada umat Islam agar mengisolasi orang-orang yang menjadikan benda sebagai tujuan hidupnya.
Allah berfirman :
“Maka berpalinglah (hai Muhammad) dari orang yang berpaling dari peringatan Kami, dan tidak mengingini kecuali kehidupan duniawi.”. (Q.S. 53 : 29).
Pengertian ayat tersebut bukan berarti ajakan kepada hidup suhud (menjauhi keduniaan) secara menyeluruh, atau hidup merahibkan diri. Islam melarang perbuatan seperti itu, bahkan memerintahkan kepada umat Islam agar menikmati kehidupan tanpa melupakan Allah.
Al-Qur’an telah mensinyalir kaum beriman yang mendapatkan ridha Allah swt :
“Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh dari jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi guncang”. (Q.S. 24 : 37).
Ingat kepada Allah merupakan salah satu gejala iman kepada-Nya, dan merupakan ucapan terima kasih atas segala nikmat yang telah dilimpahkan kepada kita.
Allah Maha Pemberi Rezki dan Allah-lah Yang Maha menghidupkan dan yang Mematikan dan pada kekuasann-Nya segala malapetaka dapat dihapuskan. Apabila seseorang mengingat Allah, maka hatinya akan merasakan ketenangan, bebas dari kekhawatiran dan kesusahan terhadap kejadian yang akan menimpa esok hari.
Karenannya, Allah menyatakan bahwa dzikir (mengingat Allah) dapat menenangkan hati :
“(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram”. (Q.S. 13 : 28).
Dzikir kepada Allah adalah pintu gerbang hikmah yang merupakan faktor utama terciptanya kebahagiaan seseorang. Bagi seorang yang selalu ingat kepada Allah, maka akan selalu berpikir terhadap ciptaan dan rahasia-rahasia serta keajaiban alam. Dan masalah ini juga dapat menimbulkan kesadaran berhikmah pada diri seseorang yang kelak dapat membantu dan menanggulangi kesulitan-kesulitan yang dihadapinya di dalam kehidupan, serta dapat memberikan petunjuk kepada jalan yang benar.
Allah berfirman :
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang pernciptaan langit dan bumi (seraya berkata) : “ Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.
Orang-orang yang selalu ingat kepada Allah dan selalu memikirkan ciptaan-Nya akan diberi predikat oleh Allah sebagai orang-orang yang berakal, dan akal adalah sumber dari hikmah dan kebahagiaan.
Ingat kepada Allah juga dapat melunakkan hati dan mempertajam perasaan seseorang. Siapa saja yang selalu ingat kepada Allah akan mempunyai hati yang tentram. Sebab, ia akan selalu ingat bahwa Allah adalah satu-satunya tempat kembali. Dan perasaan seperti ini dapat mengikis kekerasan hati yang menjadi sumber segala kejahatan.
Karenanya Allah berfirman :
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka, lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik”. (Q.S. 57 : 16)
Pada umunya kebanyakan umat manusia selalu sibuk dengan masalah keduniaan, di samping mencintai masalah tersebut secara berlebihan. Sehingga orang-orang tersebut berpaling dari mengingat Allah dan tertimpa kerusakan.
Allah berfirman :
“Akan tetapi Engkau telah memberi mereka dan bapak-bapak mereka kenikmatan hidup, sampai mereka lupa mengingati (Engkau), dan akhirnya menjadi kaum yang binasa”. (Q.S. 28 : 8).
Kenikmatan yang diberikan kepada mereka dan nenek moyang mereka telah membuat lupa mengingat Allah. Karena kelupaannya itu, mereka dibinasakan oleh Allah swt.
Posting Komentar untuk "Lupa Kepada Allah"