SYIRIK KECIL (RIYA’)
Riya’ di dalam masalah peribadatan berarti syirik kecil. Pengertiannya ialah seseorang melakukan ibadah tetapi bukan karena Allah melainkan karena pamer. Seperti halnya memamerkan diri agar orang lain melihat ketakwaannya, sehingga orang-orang tersebut mau memberi harta atau kedudukan dan pangkat. Siapa saja yang melakukan riya’, maka ibadahnya tak akan diterima oleh Allah swt., dan pelakunya termasuk orang tercela di sisi-Nya. Hal ini disebabkan karena Allah tidak akan menerima amal seseorang kecuali apabila dilakukan secara ikhlash.
Di dalam firman-Nya, Allah mengancam orang-orang yang melakukan perbuatan riya’ di dalam ibadat :
“Maka kecelakaan bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari َsholatnya, orang-orang yang berbuat riya’”. (Q.S. 107 : 4-6).
Kemudian Allah menjelaskan mengenai amal yang dapat diterima di sisi Allah :
“Barang siapa yang mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Tuhannya”. (Q.S. 18 : 10).
Rasulullah saw. bersabda :
....
اَتَخَوَّفُ عَلَى اُمَّتِى اَلشِّرْكَ وَالشَّهْوَةََ الْخَفِيَّةَ، قِيْلَ لَهُ: يَارُسُوْلُ اللهِ اَتَشْرَكُ اُمَّتُك مِنْ بَعْدِ كَ؟ قَالَ نَعَمْ، اَمَّا اَنَّهُمْ لاَ يَعْبُدُوْنَ شَمْساً وَلاَ قَمَرًا وَلاَحَجَرًا وَلاَوَثَنًا وَلَكِنْ يُرَاءُوْنَ بِاَعْمَا لَهُم وَالشَّهْوَةَ الْخَفِيَّةُ اَنْ يُصْبِحَ اَحَدُهُمْ صَا ئِمًا فَتُعْرَضُ لَهُ شَهْوَةٌ مِنْ شَهَوَاتِهِ فَيَتْرُكُ صَوْمَه‘. (رواه الامام احمد)
“Saya sangat khawatir umatku akan tertimpa dua hal, yaitu perbuatan syirik dan syhwat yang samar”. Kemudian ada yang bertanya: “Wahai Rasulullah! Apakah umatmu akan melakukan perbuatan syirik sesudah masa anda?” Rasulullah menjawab: “Benar, tetapi mereka tidaklah menyembah matahari dan bulan serta tidak pula menyembah batu atau berhala, tetapi mereka melakukan riya (Melakukan amal-amal shaleh agar dilihat oleh orang lain, lalu mereka menjulukinya sebagai orang saleh, tetapi ia melakukan perbuatan maksiat secara diam-diam.)’ di dalam amal mereka. Adapun syahwat yang samar ialah seseorang melakukan ibadah puasa, kemudian disuguhkan kepadanya apa yang disenanginya, lalu ia meninggalkan puasanya itu (Hadits riwayat Imam Ahmad)”.
Rasulullah juga bersabda :
اذَا جَمَعَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ الأَوَّلِيْنَ وَالاَخِرِيْنَ لِيَوْمٍ لاَرَيْبَ فِيْهِ يُنَادِيْ مُنَادٍ: مَنْ كاَنَ اَشْرَكَ فِىْ عَمَلٍ عَمِلَهُ لِهِلِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى اَحَدًا فَلْيَطْلُبُ ثَوَابَهُ مِنْ عِنْدِ غَيْرِاللهِ غَزَّ وَجَلَّ فَاِنَّ اللهَ اَغْنَى الشُّرَكَاءَ عَنِ الشِرْكِ. (رواه الامام احمد والترمذى وابن ماجه)
“Apabila tiba saatnya Allah mengumpulkan umat manusia dari awal sampai yang akhir di hari kiamat, ada suara yang mengatakan : “Barang siapa yang melakukan ibadah kepada Allah agar ia dipuji oleh orang lain bukan karena ingin mendapat pahala dari Allah, maka mintalah pahalanya kepada yang memujinya. Karena Allah tidak akan ikut campur terhadap perbuatan orang yang melakukan syirik (Hadits riwayat Imam Ahmad, Turmudzi dan Ibnu Majjah)”.
Rasulullah bersabda :
مَنْ سَمَّعَ سَمَّعَ اللهُ بِهِ، وَمَنْ يُرَائِى يُرَائِى اللهِ بِهِ (رواه البخارى)
“Barang siapa yang ingin mengharapkan pahala Allah, maka Allah akan memberinya pahala. Dan barang siapa yang berbuat riya’, maka Allah tidak akan memberinya pahala (Hadits riwayat Bukhari.)”.
Berdasarkan pengertian hadits tersebut, maka siapa saja yang melakukan suatu amal tanpa dibarengi keikhlasan dan hanya ingin mendapatkan pujian orang lain, maka Allah akan membuka rahasia yang terkandung di dalam hatinya. Atau dengan kata lain, Allah akan memperhatikan kepada seluruh makhluk bahwa seseorang berbuat riya’ tidak lain hanya ingin dilihat orang lain dan bukan karena Allah. Karenanya seseoang tersebut berhak mendapatkan siksa Allah.
Allah berfirman :
“Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan balasan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan”. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akherat, kecuali neraka dan lenyaplah di akherat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan”. (Q.S. 11 : 15-16).
Kita dapat mengambil kesimpulan berdasarkan ayat tersebut, bahwa perbuatan riya’ dapat menghapus pahala dan menyebabkan marahnya Allah. Sebab Allah tidak akan menerima suatu amal atau perbuatan kecuali dilakukan secara ikhlas karena Allah swt. Hal ini disebabkan lantaran dengan keihklasan, seseorang akan terbebas dari mencari keuntungan atau ambisi pribadi. Dengan demikian, berarti hanya ridha Allah yang dicarinya, dan mengejar pahala di akherat kelak.
Apabila seorang melakukan suatu perbuatan hanya karena mengharap pahala Allah, maka sudah barang tentu perbuatannya itu akan menjadi baik, di samping jiwanya yang bersih, penuh dengan kebaikan. Allah juga memuji kepada golongan umat Islam yang mendapat ridha-Nya lantaran perbuatan mereka terhadap fakir miskin secara ikhlas, atau tidak mengharap sesuatu kecuali ridha Allah.
Allah berfirman :
“Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih”. (Q.S. 76 : 9).
Umat Islam periode pertama, pada umumnya menyadari hakekat ini. Ali bin Abi Thalib mengatakan : “Seorang hamba dengan amal perbuatannya tidak diberi pahala sebagaimana niatnya, karena niat tidak ada riya’-nya”.
Umar bin Khaththab berkata kepada seseorang yang tampaknya khusyu’ di dalam beribadah sambil mengangguk-anggukkan kepala, angkatlah kepalamu dan ingatlah bahwa khusyu’ itu tidak terletak pada kepala, tetapi khusyu’ terletak di dalam hati”.
Abu Umamah melihat seorang yang menangis di dalam masjid sambil sujud, lalu ia mengatakan kepadanya : “Hai, seandainya kau perbuat ini, di rumah tentu lebih baik”.
Ibrahim bin Adham mengatakan : “Allah tidak akan membenarkan orang-orang yang ingin termasyur”.
Posting Komentar untuk "Dosa Syirik Kecil (Riya')"