Peran orang tua baik bapak maupun ibu sangat penting dan vital dalam membentuk anak yang bermoral dan beretika islam. Si anak, ketika menemukan kedua orangtua dan pendidiknya suatu teladan yang baik dalam segala hal, maka ia telah meneguk prinsip-prinsip kebaikan yang membekas dalam jiwanya berbagai etika Islam.
Ketika kedua orangtua, menginginkan sang anak tumbuh dalam kejujuran, amanah, menjauhkan diri dari perbuatan yang tidak diridhai agama, kasih sayang, maka hendaklah kedua orangtua memberikan teladan yang baik dari diri mereka sendiri. Misalnya, dalam perbuatan kebajikan dan menjauhi kejahatan, menanggalkan kehinaan, mengikuti yang hak, meninggalkan yang batil, bersegera melakukan perbuatan luhur dan menjauhkan dari berbagai perbuatan hina.
Pada dasarnya, sang anak yang melihat orangtuanya berbuat dusta, tidak mungkin ia akan belajar jujur!
Sang anak, yang melihat kedua orangtuanya berkhianat, tidak mungkin ia belajar amanah!
Sang anak, yang melihat orangtuanya selalu mengikuti hawa nafsu, ia tidak mungkin akan belajar keutamaan!
Sang anak, yang mendengar orangtuanya berkata kufur, caci maki dan celaan, tidak mungkin ia akan belajar bertutur manis!
Sang anak, yang melihat kedua orangtuanya marah, bertegang urat dan emosi, tidak mungkin ia akan belajar sabar!
Sang anak, yang melihat kedua orangtuanya bersikap keras dan bengis, tidak mungkin ia akan belajar kasih sayang!
Demikianlah, sang anak akan tumbuh dalam kebaikan, akan terdidik dalam keutamaan akhlak jika ia melihat kedua orangtuanya memberikan teladan yang baik. Demikian pula sang anak akan tumbuh dalam penyelewengan dan berjalan di jalan kufur, fusuq dan maksiat, jika ia melihat kedua orangtuanya memberi teladan yang buruk. Apakah diharapkan bagi anak-anak untuk jadi manusia sempurna jika mereka bersusukan pada kekurangan-kekurangan ?
Tidak cukup bagi kedua orangtua untuk sekedar memberikan teladan yang baik kepada sang anak, dan mengira bahwa mereka telah menunaikan segala apa yang telah dibebankan. Tetapi, keduanya harus menghubungkan anaknya dengan teladan pertama, Rasulullah saw. Yakni dengan memberi pelajaran sejarah kehidupan Rasulullah saw. tentang akhlak yang mulia, sesuai apa yang diperintahkan oleh beliau, riwayat Ath-Thabrani:
"Didiklah anak-anakmu tiga perkara, (di antaranya): cinta kepada Nabi mereka, dan cinta kepada sanak keluarganya. . . "
Sa'ad bin Abi Waqash ra. berkata:
"Kami mengajar anak-anak kami sejarah hidup Rasulullah saw. seperti kami mengajarkan kepada mereka surah dari Al-Qur'an".
Dengan demikian, sang anak terbentuk dalam sifat-sifat mulia dan sempurna dengan akhlak, keberanian dan keperkasaan, sehingga jika mereka dewasa tidak akan mengenal pemimpin dan tokoh, ikutan dan contoh yang tinggi, selain Muhammad saw.
Dan bagi kedua orangtua, hendaknya mereka menghubungkan anaknya dengan teladan para sahabat Rasulullah saw. dan orang-orang saleh terdahulu, termasuk orang-orang yang mengikuti jejaknya dengan baik, dan mengamalkan perintah Allah swt.
Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka. (Q.S. 6:90)
Di samping itu, merealisasikan sabda Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dan Ad-Dailami:
Para sahabatku adalah bagaikan bintang-bintang. Dengan siapa saja dari antara mereka ikut, niscaya kamu dapat petunjuk.
Dan telah berlalu ucapan Abdullah bin Mas'ud:
Barang siapa mencari ikutan, maka hendaklah ia menjadikan para sahabat Rasulullah saw. sebagai ikutan .
Semua ini dimaksudkan agar anak mempunyai akhlak seperti akhlak orang-orang pilihan yang merupakan pendamping setia rasulullah saw., sehingga sang anak mengenal keutamaan, mengikuti jejak dan hati mereka terpaut untuk cinta kepada mereka.
Kedua orangtua, juga harus menyediakan untuk anaknya, sekolah yang cocok, teman bermain yang baik, kelompok yang sesuai, agar sang anak menerima pendidikan keimanan, moral, fisik, spiritual dan pendidikan mental. Maka, tidak masuk akal jika sang anak berada dalam lingkungan yang baik, untuk menyeleweng akidahnya, rusak moralnya, terganggu jiwanya, lemah fisiknya, dan terbelakang daya ilmiah dan budayanya. Tetapi ia akan sampai pada tingkatan kesempurnaan dalam kedalaman akidah, keluhuran moral, kekuatan fisik, kematangan mental dan pengetahuan.
Memang sulit bagi seorang ayah untuk menciptakan suasana yang baik untuk anak dalam suatu masyarakat dan lingkungan yang rusak. Tetapi, jika ia berupaya sekuat mungkin, memenuhi faktor-faktor yang sempurna dalam mempersiapkan pertumbuhan anak, baik segi iman, moral, mental, spiritual dan sosial, kemudian ternyata sang anak menyimpang dari apa yang telah digariskan, maka insya Allah, ia tidak bakal dituntut sesuatu di hadapan Allah.
Penyusun beranggapan bahwa pendidikan dengan memberi teladan secara baik, dari kedua orangtua, teman bermain, pengajar, atau kakak, maka pendidikan ini merupakan faktor yang sangat memberikan bekas dalam memperbaiki anak, memberi petunjuk, dan mempersiapkannya untuk menjadi anggota masyarakat yang secara bersama-sama membangun kehidupan. Ini semua sangat memungkinkan untuk dilakukan oleh kedua orangtua kepada sang anak. Dan bagi keduanya, hendaknya mampu untuk menyediakan buah hatinya suasana yang baik, jika memang ada keinginan keras untuk memperbaiki dan merubah buah hatinya sebagai "malaikat" yang berjalan di antara umat manusia.
Dan hendaknya, kedua orangtua tidak mengabaikan, bahkan memusatkan perhatian pada upaya perbaikan anaknya yang terbesar merupakan faktor yang paling menonjol dalam memperbaiki anak-anaknya yang lain. Sebab, anak-anak yang di bawah umur, biasanya mengikuti apa yang dilakukan oleh sang kakak, bahkan memandangnya sebagai ikutan dalam segala sesuatu, dan mengikuti segala sifat moral dan adat kebiasaan sosialnya. Di sini, malapetaka akan lebih membesar jika sang adik melihat kakaknya berada dalam dekadensi moral, dan jika orang yang terlebih dahulu dilahirkan itu berada dalam kehinaan dan kerusakan. Tidak diragukan, bahwa anak-anak akan terpengaruh oleh mereka, akan mengikuti jejak mereka, dan menjadikan mereka sebagai ikutan.
Oleh karena itu, wajib bagi kedua orangtua untuk memusatkan perhatiannya kepada anaknya yang terbesar, kemudian kepada anak-anak yang di bawah usianya, agar sang sulung ini menjadi teladan yang baik bagi adik-adiknya.
Si anak, ketika menemukan kedua orangtua dan pendidiknya suatu teladan yang baik dalam segala hal, maka ia telah meneguk prinsip-prinsip kebaikan yang membekas dalam jiwanya berbagai etika Islam.
Ketika kedua orangtua, menginginkan sang anak tumbuh dalam kejujuran, amanah, menjauhkan diri dari perbuatan yang tidak diridhai agama Ciffah), kasih sayang, maka hendaklah kedua orangtua memberikan teladan yang baik dari diri mereka sendiri. Misalnya, dalam perbuatan kebajikan dan menjauhi kejahatan, menanggalkan kehinaan, mengikuti yang hak, meninggalkan yang batil, bersegera melakukan perbuatan luhur dan menjauhkan dari berbagai perbuatan hina.
Pada dasarnya, sang anak yang melihat orangtuanya berbuat dusta, tidak mungkin ia akan belajar jujur!
Sang anak, yang melihat kedua orangtuanya berkhianat, tidak mungkin ia belajar amanah!
Sang anak, yang melihat orangtuanya selalu mengikuti hawa nafsu, ia tidak mungkin akan belajar keutamaan!
Sang anak, yang mendengar orangtuanya berkata kufur, caci maki dan celaan, tidak mungkin ia akan belajar bertutur manis!
Sang anak, yang melihat kedua orangtuanya marah, bertegang urat dan emosi, tidak mungkin ia akan belajar sabar!
Sang anak, yang melihat kedua orangtuanya bersikap keras dan bengis, tidak mungkin ia akan belajar kasih sayang!
Demikianlah, sang anak akan tumbuh dalam kebaikan, akan terdidik dalam keutamaan akhlak jika ia melihat kedua orangtuanya memberikan teladan yang baik. Demikian pula sang anak akan tumbuh dalam penyelewengan dan berjalan di jalan kufur, fusuq dan maksiat, jika ia melihat kedua orangtuanya memberi teladan yang buruk .
Apakah diharapkan bagi anak-anak untuk jadi manusia sempurna jika mereka bersusukan pada kekurangan-kekurangan ?
Tidak cukup bagi kedua orangtua untuk sekedar memberikan teladan yang baik kepada sang anak, dan mengira bahwa mereka telah menunaikan segala apa yang telah dibebankan. Tetapi, keduanya harus menghubungkan anaknya dengan teladan pertama, Rasulullah saw. Yakni dengan memberi pelajaran sejarah kehidupan Rasulullah saw. tentang akhlak yang mulia, sesuai apa yang diperintahkan oleh beliau, riwayat Ath-Thabrani:
"Didiklah anak-anakmu tiga perkara, (di antaranya): cinta kepada Nabi mereka, dan cinta kepada sanak keluarganya. . . "
Sa'ad bin Abi Waqash ra. berkata:
"Kami mengajar anak-anak kami sejarah hidup Rasulullah saw. seperti kami mengajarkan kepada mereka surah dari Al-Qur'an".
Dengan demikian, sang anak terbentuk dalam sifat-sifat mulia dan sempurna dengan akhlak, keberanian dan keperkasaan, sehingga jika mereka dewasa tidak akan mengenal pemimpin dan tokoh, ikutan dan contoh yang tinggi, selain Muhammad saw.
Dan bagi kedua orangtua, hendaknya mereka menghubungkan anaknya dengan teladan para sahabat Rasulullah saw. dan orang-orang saleh terdahulu, termasuk orang-orang yang mengikuti jejaknya dengan baik, dan mengamalkan perintah Allah swt.Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka. (Q.S. 6:90)
Di samping itu, merealisasikan sabda Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dan Ad-Dailami:
Para sahabatku adalah bagaikan bintang-bintang. Dengan siapa saja dari antara mereka ikut, niscaya kamu dapat petunjuk.
Dan telah berlalu ucapan Abdullah bin Mas'ud:
Barang siapa mencari ikutan, maka hendaklah ia menjadikan para sahabat Rasulullah saw. sebagai ikutan .
Semua ini dimaksudkan agar anak mempunyai akhlak seperti akhlak orang-orang pilihan yang merupakan pendamping setia rasulullah saw., sehingga sang anak mengenal keutamaan, mengikuti jejak dan hati mereka terpaut untuk cinta kepada mereka.
Kedua orangtua, juga harus menyediakan untuk anaknya, sekolah yang cocok, teman bermain yang baik, kelompok yang sesuai, agar sang anak menerima pendidikan keimanan, moral, fisik, spiritual dan pendidikan mental. Maka, tidak masuk akal jika sang anak berada dalam lingkungan yang baik, untuk menyeleweng akidahnya, rusak moralnya, terganggu jiwanya, lemah fisiknya, dan terbelakang daya ilmiah dan budayanya. Tetapi ia akan sampai pada tingkatan kesempurnaan dalam kedalaman akidah, keluhuran moral, kekuatan fisik, kematangan mental dan pengetahuan.
Memang sulit bagi seorang ayah untuk menciptakan suasana yang baik untuk anak dalam suatu masyarakat dan lingkungan yang rusak. Tetapi, jika ia berupaya sekuat mungkin, memenuhi faktor-faktor yang sempurna dalam mempersiapkan pertumbuhan anak, baik segi iman, moral, mental, spiritual dan sosial, kemudian ternyata sang anak menyimpang dari apa yang telah digariskan, maka insya Allah, ia tidak bakal dituntut sesuatu di hadapan Allah.
Pendidikan dengan memberi teladan secara baik, dari kedua orangtua, teman bermain, pengajar, atau kakak, maka pendidikan ini merupakan faktor yang sangat memberikan bekas dalam memperbaiki anak, memberi petunjuk, dan mempersiapkannya untuk menjadi anggota masyarakat yang secara bersama-sama membangun kehidupan. Ini semua sangat memungkinkan untuk dilakukan oleh kedua orangtua kepada sang anak. Dan bagi keduanya, hendaknya mampu untuk menyediakan buah hatinya suasana yang baik, jika memang ada keinginan keras untuk memperbaiki dan merubah buah hatinya sebagai "malaikat" yang berjalan di antara umat manusia.
Dan hendaknya, kedua orangtua tidak mengabaikan, bahkan memusatkan perhatian pada upaya perbaikan anaknya yang terbesar merupakan faktor yang paling menonjol dalam memperbaiki anak-anaknya yang lain. Sebab, anak-anak yang di bawah umur, biasanya mengikuti apa yang dilakukan oleh sang kakak, bahkan memandangnya sebagai ikutan dalam segala sesuatu, dan mengikuti segala sifat moral dan adat kebiasaan sosialnya. Di sini, malapetaka akan lebih membesar jika sang adik melihat kakaknya berada dalam dekadensi moral, dan jika orang yang terlebih dahulu dilahirkan itu berada dalam kehinaan dan kerusakan. Tidak diragukan, bahwa anak-anak akan terpengaruh oleh mereka, akan mengikuti jejak mereka, dan menjadikan mereka sebagai ikutan.
Oleh karena itu, wajib bagi kedua orangtua untuk memusatkan perhatiannya kepada anaknya yang terbesar, kemudian kepada anak-anak yang di bawah usianya, agar sang sulung ini menjadi teladan yang baik bagi adik-adiknya.
Ketika kedua orangtua, menginginkan sang anak tumbuh dalam kejujuran, amanah, menjauhkan diri dari perbuatan yang tidak diridhai agama, kasih sayang, maka hendaklah kedua orangtua memberikan teladan yang baik dari diri mereka sendiri. Misalnya, dalam perbuatan kebajikan dan menjauhi kejahatan, menanggalkan kehinaan, mengikuti yang hak, meninggalkan yang batil, bersegera melakukan perbuatan luhur dan menjauhkan dari berbagai perbuatan hina.
Pada dasarnya, sang anak yang melihat orangtuanya berbuat dusta, tidak mungkin ia akan belajar jujur!
Sang anak, yang melihat kedua orangtuanya berkhianat, tidak mungkin ia belajar amanah!
Sang anak, yang melihat orangtuanya selalu mengikuti hawa nafsu, ia tidak mungkin akan belajar keutamaan!
Sang anak, yang mendengar orangtuanya berkata kufur, caci maki dan celaan, tidak mungkin ia akan belajar bertutur manis!
Sang anak, yang melihat kedua orangtuanya marah, bertegang urat dan emosi, tidak mungkin ia akan belajar sabar!
Sang anak, yang melihat kedua orangtuanya bersikap keras dan bengis, tidak mungkin ia akan belajar kasih sayang!
Demikianlah, sang anak akan tumbuh dalam kebaikan, akan terdidik dalam keutamaan akhlak jika ia melihat kedua orangtuanya memberikan teladan yang baik. Demikian pula sang anak akan tumbuh dalam penyelewengan dan berjalan di jalan kufur, fusuq dan maksiat, jika ia melihat kedua orangtuanya memberi teladan yang buruk. Apakah diharapkan bagi anak-anak untuk jadi manusia sempurna jika mereka bersusukan pada kekurangan-kekurangan ?
Tidak cukup bagi kedua orangtua untuk sekedar memberikan teladan yang baik kepada sang anak, dan mengira bahwa mereka telah menunaikan segala apa yang telah dibebankan. Tetapi, keduanya harus menghubungkan anaknya dengan teladan pertama, Rasulullah saw. Yakni dengan memberi pelajaran sejarah kehidupan Rasulullah saw. tentang akhlak yang mulia, sesuai apa yang diperintahkan oleh beliau, riwayat Ath-Thabrani:
أَدِّبُوْا أَوْلاَدَكُمْ عَلَى ثَلاَثِ خِصَاكَ ׃ مِنْهَا حُبُّ نَبِيِّكُمْ وَ حُبُّ آلِ بَيْتِهِ ٠٠٠
"Didiklah anak-anakmu tiga perkara, (di antaranya): cinta kepada Nabi mereka, dan cinta kepada sanak keluarganya. . . "
Sa'ad bin Abi Waqash ra. berkata:
كُنَّا نُعَلِّمُ أَوْلاَدَنَا مَغَازِى رَسُوْلِ اﷲِ صَلَّى اﷲُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَمَا نُعَلِّمُهُمْ السُّوْرَةَ مِنَ القُرْآنِ
"Kami mengajar anak-anak kami sejarah hidup Rasulullah saw. seperti kami mengajarkan kepada mereka surah dari Al-Qur'an".
Dengan demikian, sang anak terbentuk dalam sifat-sifat mulia dan sempurna dengan akhlak, keberanian dan keperkasaan, sehingga jika mereka dewasa tidak akan mengenal pemimpin dan tokoh, ikutan dan contoh yang tinggi, selain Muhammad saw.
Dan bagi kedua orangtua, hendaknya mereka menghubungkan anaknya dengan teladan para sahabat Rasulullah saw. dan orang-orang saleh terdahulu, termasuk orang-orang yang mengikuti jejaknya dengan baik, dan mengamalkan perintah Allah swt.
Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka. (Q.S. 6:90)
Di samping itu, merealisasikan sabda Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dan Ad-Dailami:
أَصْحَابِيْ كَالنُّجُوْمِ فَبِأَيِّهِمْ اقْتَدَيْتُمْ اِهْتَدَيْتُمْ٠
Para sahabatku adalah bagaikan bintang-bintang. Dengan siapa saja dari antara mereka ikut, niscaya kamu dapat petunjuk.
Dan telah berlalu ucapan Abdullah bin Mas'ud:
مَنْ كاَنَ مُتَأَسِّيًا فَلْيَتَأَسَّ بِأَصْحَابِ رَسُوْلِ اﷲِ صَلَّى اﷲُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ٠٠٠
Barang siapa mencari ikutan, maka hendaklah ia menjadikan para sahabat Rasulullah saw. sebagai ikutan .
Semua ini dimaksudkan agar anak mempunyai akhlak seperti akhlak orang-orang pilihan yang merupakan pendamping setia rasulullah saw., sehingga sang anak mengenal keutamaan, mengikuti jejak dan hati mereka terpaut untuk cinta kepada mereka.
Kedua orangtua, juga harus menyediakan untuk anaknya, sekolah yang cocok, teman bermain yang baik, kelompok yang sesuai, agar sang anak menerima pendidikan keimanan, moral, fisik, spiritual dan pendidikan mental. Maka, tidak masuk akal jika sang anak berada dalam lingkungan yang baik, untuk menyeleweng akidahnya, rusak moralnya, terganggu jiwanya, lemah fisiknya, dan terbelakang daya ilmiah dan budayanya. Tetapi ia akan sampai pada tingkatan kesempurnaan dalam kedalaman akidah, keluhuran moral, kekuatan fisik, kematangan mental dan pengetahuan.
Memang sulit bagi seorang ayah untuk menciptakan suasana yang baik untuk anak dalam suatu masyarakat dan lingkungan yang rusak. Tetapi, jika ia berupaya sekuat mungkin, memenuhi faktor-faktor yang sempurna dalam mempersiapkan pertumbuhan anak, baik segi iman, moral, mental, spiritual dan sosial, kemudian ternyata sang anak menyimpang dari apa yang telah digariskan, maka insya Allah, ia tidak bakal dituntut sesuatu di hadapan Allah.
Penyusun beranggapan bahwa pendidikan dengan memberi teladan secara baik, dari kedua orangtua, teman bermain, pengajar, atau kakak, maka pendidikan ini merupakan faktor yang sangat memberikan bekas dalam memperbaiki anak, memberi petunjuk, dan mempersiapkannya untuk menjadi anggota masyarakat yang secara bersama-sama membangun kehidupan. Ini semua sangat memungkinkan untuk dilakukan oleh kedua orangtua kepada sang anak. Dan bagi keduanya, hendaknya mampu untuk menyediakan buah hatinya suasana yang baik, jika memang ada keinginan keras untuk memperbaiki dan merubah buah hatinya sebagai "malaikat" yang berjalan di antara umat manusia.
Dan hendaknya, kedua orangtua tidak mengabaikan, bahkan memusatkan perhatian pada upaya perbaikan anaknya yang terbesar merupakan faktor yang paling menonjol dalam memperbaiki anak-anaknya yang lain. Sebab, anak-anak yang di bawah umur, biasanya mengikuti apa yang dilakukan oleh sang kakak, bahkan memandangnya sebagai ikutan dalam segala sesuatu, dan mengikuti segala sifat moral dan adat kebiasaan sosialnya. Di sini, malapetaka akan lebih membesar jika sang adik melihat kakaknya berada dalam dekadensi moral, dan jika orang yang terlebih dahulu dilahirkan itu berada dalam kehinaan dan kerusakan. Tidak diragukan, bahwa anak-anak akan terpengaruh oleh mereka, akan mengikuti jejak mereka, dan menjadikan mereka sebagai ikutan.
Oleh karena itu, wajib bagi kedua orangtua untuk memusatkan perhatiannya kepada anaknya yang terbesar, kemudian kepada anak-anak yang di bawah usianya, agar sang sulung ini menjadi teladan yang baik bagi adik-adiknya.
Si anak, ketika menemukan kedua orangtua dan pendidiknya suatu teladan yang baik dalam segala hal, maka ia telah meneguk prinsip-prinsip kebaikan yang membekas dalam jiwanya berbagai etika Islam.
Ketika kedua orangtua, menginginkan sang anak tumbuh dalam kejujuran, amanah, menjauhkan diri dari perbuatan yang tidak diridhai agama Ciffah), kasih sayang, maka hendaklah kedua orangtua memberikan teladan yang baik dari diri mereka sendiri. Misalnya, dalam perbuatan kebajikan dan menjauhi kejahatan, menanggalkan kehinaan, mengikuti yang hak, meninggalkan yang batil, bersegera melakukan perbuatan luhur dan menjauhkan dari berbagai perbuatan hina.
Pada dasarnya, sang anak yang melihat orangtuanya berbuat dusta, tidak mungkin ia akan belajar jujur!
Sang anak, yang melihat kedua orangtuanya berkhianat, tidak mungkin ia belajar amanah!
Sang anak, yang melihat orangtuanya selalu mengikuti hawa nafsu, ia tidak mungkin akan belajar keutamaan!
Sang anak, yang mendengar orangtuanya berkata kufur, caci maki dan celaan, tidak mungkin ia akan belajar bertutur manis!
Sang anak, yang melihat kedua orangtuanya marah, bertegang urat dan emosi, tidak mungkin ia akan belajar sabar!
Sang anak, yang melihat kedua orangtuanya bersikap keras dan bengis, tidak mungkin ia akan belajar kasih sayang!
Demikianlah, sang anak akan tumbuh dalam kebaikan, akan terdidik dalam keutamaan akhlak jika ia melihat kedua orangtuanya memberikan teladan yang baik. Demikian pula sang anak akan tumbuh dalam penyelewengan dan berjalan di jalan kufur, fusuq dan maksiat, jika ia melihat kedua orangtuanya memberi teladan yang buruk .
Apakah diharapkan bagi anak-anak untuk jadi manusia sempurna jika mereka bersusukan pada kekurangan-kekurangan ?
Tidak cukup bagi kedua orangtua untuk sekedar memberikan teladan yang baik kepada sang anak, dan mengira bahwa mereka telah menunaikan segala apa yang telah dibebankan. Tetapi, keduanya harus menghubungkan anaknya dengan teladan pertama, Rasulullah saw. Yakni dengan memberi pelajaran sejarah kehidupan Rasulullah saw. tentang akhlak yang mulia, sesuai apa yang diperintahkan oleh beliau, riwayat Ath-Thabrani:
أَدِّبُوْا أَوْلاَدَكُمْ عَلَى ثَلاَثِ خِصَاكَ ׃ مِنْهَا حُبُّ نَبِيِّكُمْ وَ حُبُّ آلِ بَيْتِهِ ٠٠٠
"Didiklah anak-anakmu tiga perkara, (di antaranya): cinta kepada Nabi mereka, dan cinta kepada sanak keluarganya. . . "
Sa'ad bin Abi Waqash ra. berkata:
كُنَّا نُعَلِّمُ أَوْلاَدَنَا مَغَازِى رَسُوْلِ اﷲِ صَلَّى اﷲُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَمَا نُعَلِّمُهُمْ السُّوْرَةَ مِنَ القُرْآنِ
"Kami mengajar anak-anak kami sejarah hidup Rasulullah saw. seperti kami mengajarkan kepada mereka surah dari Al-Qur'an".
Dengan demikian, sang anak terbentuk dalam sifat-sifat mulia dan sempurna dengan akhlak, keberanian dan keperkasaan, sehingga jika mereka dewasa tidak akan mengenal pemimpin dan tokoh, ikutan dan contoh yang tinggi, selain Muhammad saw.
Dan bagi kedua orangtua, hendaknya mereka menghubungkan anaknya dengan teladan para sahabat Rasulullah saw. dan orang-orang saleh terdahulu, termasuk orang-orang yang mengikuti jejaknya dengan baik, dan mengamalkan perintah Allah swt.Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka. (Q.S. 6:90)
Di samping itu, merealisasikan sabda Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dan Ad-Dailami:
أَصْحَابِيْ كَالنُّجُوْمِ فَبِأَيِّهِمْ اقْتَدَيْتُمْ اِهْتَدَيْتُمْ٠
Para sahabatku adalah bagaikan bintang-bintang. Dengan siapa saja dari antara mereka ikut, niscaya kamu dapat petunjuk.
Dan telah berlalu ucapan Abdullah bin Mas'ud:
مَنْ كاَنَ مُتَأَسِّيًا فَلْيَتَأَسَّ بِأَصْحَابِ رَسُوْلِ اﷲِ صَلَّى اﷲُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ٠٠٠
Barang siapa mencari ikutan, maka hendaklah ia menjadikan para sahabat Rasulullah saw. sebagai ikutan .
Semua ini dimaksudkan agar anak mempunyai akhlak seperti akhlak orang-orang pilihan yang merupakan pendamping setia rasulullah saw., sehingga sang anak mengenal keutamaan, mengikuti jejak dan hati mereka terpaut untuk cinta kepada mereka.
Kedua orangtua, juga harus menyediakan untuk anaknya, sekolah yang cocok, teman bermain yang baik, kelompok yang sesuai, agar sang anak menerima pendidikan keimanan, moral, fisik, spiritual dan pendidikan mental. Maka, tidak masuk akal jika sang anak berada dalam lingkungan yang baik, untuk menyeleweng akidahnya, rusak moralnya, terganggu jiwanya, lemah fisiknya, dan terbelakang daya ilmiah dan budayanya. Tetapi ia akan sampai pada tingkatan kesempurnaan dalam kedalaman akidah, keluhuran moral, kekuatan fisik, kematangan mental dan pengetahuan.
Memang sulit bagi seorang ayah untuk menciptakan suasana yang baik untuk anak dalam suatu masyarakat dan lingkungan yang rusak. Tetapi, jika ia berupaya sekuat mungkin, memenuhi faktor-faktor yang sempurna dalam mempersiapkan pertumbuhan anak, baik segi iman, moral, mental, spiritual dan sosial, kemudian ternyata sang anak menyimpang dari apa yang telah digariskan, maka insya Allah, ia tidak bakal dituntut sesuatu di hadapan Allah.
Pendidikan dengan memberi teladan secara baik, dari kedua orangtua, teman bermain, pengajar, atau kakak, maka pendidikan ini merupakan faktor yang sangat memberikan bekas dalam memperbaiki anak, memberi petunjuk, dan mempersiapkannya untuk menjadi anggota masyarakat yang secara bersama-sama membangun kehidupan. Ini semua sangat memungkinkan untuk dilakukan oleh kedua orangtua kepada sang anak. Dan bagi keduanya, hendaknya mampu untuk menyediakan buah hatinya suasana yang baik, jika memang ada keinginan keras untuk memperbaiki dan merubah buah hatinya sebagai "malaikat" yang berjalan di antara umat manusia.
Dan hendaknya, kedua orangtua tidak mengabaikan, bahkan memusatkan perhatian pada upaya perbaikan anaknya yang terbesar merupakan faktor yang paling menonjol dalam memperbaiki anak-anaknya yang lain. Sebab, anak-anak yang di bawah umur, biasanya mengikuti apa yang dilakukan oleh sang kakak, bahkan memandangnya sebagai ikutan dalam segala sesuatu, dan mengikuti segala sifat moral dan adat kebiasaan sosialnya. Di sini, malapetaka akan lebih membesar jika sang adik melihat kakaknya berada dalam dekadensi moral, dan jika orang yang terlebih dahulu dilahirkan itu berada dalam kehinaan dan kerusakan. Tidak diragukan, bahwa anak-anak akan terpengaruh oleh mereka, akan mengikuti jejak mereka, dan menjadikan mereka sebagai ikutan.
Oleh karena itu, wajib bagi kedua orangtua untuk memusatkan perhatiannya kepada anaknya yang terbesar, kemudian kepada anak-anak yang di bawah usianya, agar sang sulung ini menjadi teladan yang baik bagi adik-adiknya.
Posting Komentar untuk "Peran Orang Tua dalam Mendidik Anak Bermoral dan Beretika Islam"