Jahil terbagi ke dalam dua kategori berdasarkan ada atau tidak adanya pengetahuan tentang istilah-istilah ilmiah. Ada orang jahil yang tidak mengetahui istilah-istilah dan ada pula yang mengetahuinya.
Kelompok yang paling berbahaya adalah kelompok kedua. Sebab, jahil seperti ini akan membenarkan kejahilannya, mengemukakan berbagai dalih dan pembenaran dengan menggunakan istilah-istilah yang telah diketahui dan dipelajarinya. Bahkan, dikatakan bahwa seorang ulama terkemuka pernah berkata, "Aku tidak terima kalau para penuntut ilmu menggungjingku, tetapi aku dapat menerima kalau orang awam menggunjingku." Ketika ditanya sebabnya, ia menjawab, "Karena penuntut ilmu jika ditanya, mengapa menggunjing si fulan, maka ia akan mencari dalih untuk membela dirinya sehingga ia menuduhku fasik terlebih dahulu untuk membenarkan perbuatannya dari aspek syariat. Sebab, 'tidak ada dosa dalam menggunjing orang fasik. Adapun, orang awam kalau dikatakan kepadanya bahwa ucapannya merupakan pergunjingan, maka ia akan memohon ampunan kepada Allah SWT serta tidak mencari pembenaran dan menuduhkan kefasikan kepada pihak lain."
Kita semua mengalami keadaan ini. Kita berjalan di atas jalan ini, yang tidak diketahui kecuali oleh orang yang mengenal istilah-istilah untuk menjadi pembenaran terhadap segala perbuatan.
Perhatikanlah Iblis terkutuk ketika ia Allah SWT bertanya kepadanya: Apa yang menghalangimu untuk bersujud, kepada apa yang telah Aku ciptakan dengan tangan-Ku? [ QS Shad [38]: 75] Iblis tidak menjawab, "Aku memohon ampunan kepada Allah. Engkau telah memberikan perintah kepadaku, tetapi aku berbuat durhaka kepada-Mu." Akan tetapi, ia menolak dan bersikap sombong, dan ia termasuk orang-orang kafir. [ QS al-Baqarah [2]: 34] Ia mulai memperhatikan perbuatannya, lalu memberikan alasan dan dalih, la berkata : Aku adalah lebih baik darinya. Engkau telah menciptakanku dari api, sedangkan Engkau telah menciptakannya dari tanah. [ QS Shad [38]: 77] Semua ini pangkalnya adalah ilmu, tetapi ilmu yang tidak disertai akal.
Berdasarkan hal ini, ilmu dengan semata-mata ilmu dan hawzah dengan semata-mata hawzah bukan hal yang dipandang utama. Akan tetapi, sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa di antara kalian [QS al-Hujurat [49]: 13.], bukan "orang yang paling berilmu di antara kalian."
Kalau ditanya, mengapa kita berlajar? Mengapa kita mencari orang yang lebih berilmu? Jawabannya adalah kita, dengan pembicaraan ini, tidak ingin menafikan kebutuhan kita terhadap ilmu dan kelebihan dalam berilmu. Kelebihan dalam berilmu tentu diharapkan, tetapi dengan disertai ketakwaan. Oleh karena itu, setiap kali seseorang lebih berakal, maka ia lebih teguh [keimanannya]. Apabila Anda ingin mengetahui kadar akal seseorang, maka perhatikanlah perbuatannya. Sebab, kadar keteguhannya pada neraca-neraca syariat itulah akalnya. Janganlah Anda memperhatikan kadar pengetahuannya terhadap istilah-istilah ilmiah, karena istilah-istilah tidak tercegah bagi siapa pun. Siapa pun, termasuk orang-orang fasik dan kafir, dapat mempelajarinya melalui pelajaran di hawzah ilmiah. Bahkan, ia dapat menjadi seorang ahli fiqih, ahli ushul, filosof, mufasir, dan sebagainya.
Jadi, yang harus diwaspadai adalah seseorang menjadi ahli ushul, filosof, atau mufasir, tetapi dalam perilaku praktisnya ia adalah seorang jahil dan fasik atau kafir na'udzu billahi min dzalik.
Posting Komentar untuk "Jahil dan Jenis Orang Jahil, Manakah yang Berbahaya?"