Allamah ath-Thabathaba, dalam al-Mizan, berkata, "Ilmu akhlak adalah disiplin ilmu (fann) yang membahas pembawaan-pembawaan manusia yang berkaitan dengan kekuatan-kekuatan ketetumbuhan, kebinatangan, dan kemanusiaan untuk membedakan keutamaan dari keburukan agar, dengan berhias dan bersifat dengannya, manusia itu menyempurnakan kebahagiaan ilmiahnya. Dengan demikian, darinya muncul perbuatan-perbuatan yang mendatangkan pujian umum dan sanjungan indah dari masyarakat manusia."
Al-Mizan , karya Allamah ath-Thabathaba’i, jil. 1, hal. 370
Kata fann (disiplin ilmu) yang terdapat di dalam definisi ilmu, seperti kata "pembawaan-pembawaan" (malakat), yang beliau maksudkan adalah ungkapan lain dari bentuk-bentuk yang terpatri di dalam diri manusia. Pembawaan yang terpatri di dalam dirinya disebut malakah, sedangkan yang tidak terpatri disebut hal.
Selain itu, beliau juga menunjukkan bahwa pembawaan-pembawaan manusia berkaitan dengan tiga kekuatan yang terdapat di dalam dirinya, yaitu ketetumbuhan, kebinatangan, dan kemanusiaan, dan bahwa pentingnya ilmu akhlak adalah membedakan yang baik dari yang buruk di antara pembawaan-pembawaan ini agar dengan pembawaan baik itu manusia menyempurnakan kebahagiaan ilmiah dan amaliahnya.
Mengenal tiga kekuatan itu merupakan perkara penting untuk mengetahui definisi ilmu akhlak secara lebih baik.
Sebagian muhaqqiq mejelaskan kekuatan-kekuatan ini secara umum. Mereka mengatakan bahwajenis-jenis dan macam-macam kekuatan- kekuatan itu sebagai berikut.
Pertama, kekuatan-kekuatan lahiriah (al-quwa azh-zhahiriyyah), yaitu panca indera: sentuhan, penciuman, penglihatan, pendengaran, dan rasa.
Kedua, kekuatan-kekuatan batiniah (al-quwa al-bathiniyyah), yaitu beberapa kelompok berikut.
- Ketetumbuhan yang berjumlah empat macam, yaitu menarik, menahan, mencerna, dan mendorong.
- Kekuatan-kekuatan yang melayani yang berjumlah empat ma-cam, yaitu memberi makan, tumbuh, melahirkan, dan memberi bentuk.
- Kekuatan-kekuatan penginderaan di dalam batin yang berjumlah lima macam, yaitu fakultas sensasi kolektif {al-hiss al-musytarak), al-mutakhayyalah, al-wahm, al-hafizhali, dan al-mufakkirali.
Ketiga, Kekuatan-kekuatan penggerak (al-quwa al-muharrikah) yang terbagi ke dalam dua kelompok berikut.
- al-baitsali, yaitu syahwiyyah dan ghadhabiyyah.
- al-fa'ilah, yang darinya muncul dorongan untuk menggerakkan organ - organ.
Keempat, kekuatan-kekuatan yang bersifat akal (al-quwa al- aqliyyah) yang terbagi ke dalam empat tingkatan berikut.
- Kekuatan yang membedakan manusia dari binatang, yaitu ke-siapannya untuk menerima ilmu-ilmu teoretis dan karya-karya pemikiran.
- Kekuatan yang memasukkan eksistensi pada anak mumayyiz. Dengannya diketahui dharuriyyat, mumkinat, dan mumtaniat, seperti pengetahuan bahwa dua lebih besar daripada satu. Ia disebut at-tashawwurat wa at-tashdiqat adh-dharuriyyat.
- Kekuatan yang menghasilkan pengetahuan-pengetahuan yang berguna berupa pengalaman-pengalaman terhadap berjalannya berbagai keadaan. Orang yang memiliki sifat ini disebuta aqil (orang berakal), sedangkan yang tidak memilikinya disebut ghabi (orang dungu), yaitu makna-makna yang terkumpul di dalam otak (zhilin). Dengannya ia menyimpulkan tujuan-tujuan yang baik.
- Kekuatan yang dengannya seseorang mengenal hakikat berbagai hal, prinsip-prinsipnya, dan tempat-tempat pemutusnya sehingga ia memutuskan syahwat yang bersegera pada kelezatan yang tertunda. Dua yang pertama di ciptakan dan dua yang terakhir diusahakan. Amirul Mukminin 'Ali hiu Ahi Thalib a s. Berkata,
Kulihat akal ada duaYang tercetak dan terdengarYang terdengar tidak bergunaJika tidak tercetakSebagaimana matahari tak bergunaJika cahaya mata terhalang.