Terdapat dua disiplin ilmu yang dengannya peneliti dapat menjawab pertanyaan ini. Kedua disiplin ilmu itu adalah ilmu jiwa eksperimental dan ilmu jiwa filosofis. Di sini, kami tidak merasa penting untuk menjawabnya dengan pendekatan ilmu jiwa filosofis. Oleh karena itu, kami katakan: Allah SWT telah berkehendak secara azali untuk menciptakan berbagai maujud. Dia menjadikan sebagiannya memiliki akal tanpa syahwat dan ghadhab, sebagian lagi memiliki syahwat dan ghadhab tanpa akal, dan sebagian yang lain memiliki akal, syahwat, dan ghadhab.
Bagian pertama dari maujud ini adalah apa yang dikemukakan dalam beberapa ayat dan riwayat dengan nama "malaikat," sedangkan dalam kajian - kajian filsafat dinamai “akal” (‘uqul)
Bagian kedua dikhususkan pada binatang. Tidak semua binatang dalam kelompok ini sama. Pada sebagian binatang, syahwat mendominasi ghadhab, seperti pada babi, sementara keadaan sebaliknya terdapat pada binatang buas. Bagian ini dikhususkan bagi setiap yang memiliki syahwat dan ghadhab tanpa akal.
Bagian ketiga dikhususkan bagi manusia, yang padanya terdapat tiga kekuatan ini sekaligus, di mana Allah SWT meneiptakannya dalam bentuk ciptaan yang sebaik-baiknya. Sesungguhnya Kami telah menciptahan manusia dalam bentuk ciptaan yang sebaik-baiknya. [QS at-Tin [95]: 4]. Allah menjadikannya kemampuan memilih dalam menempuh jalan apa pun yang dipilihnya dari dua jalan, yaitu jalan kebaikan dan jalan keburukan.... Dan demi jiwa seta penyempurnaannya. Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu [jalan] kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikannya, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. [QS asy-Syams [91]: 7-10].
Apabila akalnya menguasai syahwat dan ghadhabnya serta menjadikan keduanya tunduk kepadanya maka ia naik di dalam tingaktan-tingkatan kesempurnaan hingga mencapai maqam-maqam yang tidak dapat dicapai bahkan oleh para malaikat yang didekatkan. Dalam menjelaskan kedudukan Rasulullah saw., Allah SWT berfirman: Kemudian, dia mendekat dan lebih dekat lagi sehingga berjarak dua busur atau lebih dekat lagi [QS an-Najm [53]: 8-9]. Hal itu tiada lain adalah karena manusia terus naik pada tingkatan-tingkatan kesempurnaan dan sampai ke maqam-maqam tersebut dengan adanya pertarungan dan keadan berdesak-desakan dalam perjalanannya dan ketidakberadaannya di alam para malaikat.
Adapun jika akalnya tunduk pada syahwat atau ghadhab-nya, maka ia menjadi seperti binatang, bahkan ia lebih sesat jalan. Tiadalah mereka itu kecuali seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalan.[ QS al-Furqan [25]: 44. Hal yang disesalkan Al quran dalam menyerupakan mereka dengan binatang ternak tiada lain karena mereka memiliki akal di samping memiliki syahwat dan ghadhab. Namun, mereka menyerahkannya sebagai tawanan kepada syahwat atau ghadhab mereka sehingga mereka terus-menerus turun di bawah tingkatan binatang dalam eksistensi ini.
Perincian Empat Kekuatan dalam Diri Manusia.
Para ulama menyebutkan empat kekuatan dalam diri manusia telah ditunjukkan sebelumnya secara garis besar sebagai berikut.
- Kekuatan akal (al-quwwah al-'aqliyyah), yang juga dinamai kekuatan al-malakiyyah, karena ia membawa manusia naik ke alam para malaikat, kesucian, bersuci, dan alam kedekatan Ilahi.
- Kekuatan syahwat (al-quwwah asy-syahwiyyah) yang disebutkan juga kekuatan al-bahimiyyah (kebinatangan) karena keberadaannya dalam bentuk yang lebih buruk daripada binatang.
- Kekuatan ghadhab (al-quwwah al-ghadhbiyyah) yang kadang-kadang bersinonim dengan sifat kebinatangan, karena ia merupakan kekutan yang dibekalkan pada binatang buas dan binatang-binatang berbahaya. Kedua kekuatan ini—yaitu kekuatan syahwat dan kekuatan ghadhab—adalah yang menarik manusia ke alam materi dan ke dunia yang hina ini.
- Kekuatan waham (al-quwwah al-wahmiyyah); kekuatan ini memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Kekuatan inilah yang membantunya dijalan yang benar atau jalan yang keliru sehingga ia mendapat berbagai fasilitas untuk merealisasikan apa yang diinginkan dan dipilihnya.
Kami telah menyinggung masing-masing dari kekuatan ini pada pembahasan sebelumnya. Di sini, yang ingin kami tunjukkan adalah dikemukakannya kekuatan-kekuatan ini dalam bentuk yang lebih terperinci dengan memperkenalkan dan menjelaskan tugas-tugasnya. Kami memulai dengan kekuatan syahwat sebelum yang lain pada artikel berikutnya.
Posting Komentar untuk "Apakah Manusia dan Diri Manusia Itu?"