Kebangkitan Manusia Setelah Kematian

Setelah semua makhluk hidup yang bernyawa mengalami kematian pada hari kehancuran alam semesta, maka Allah swt. menghidupkan kembali seperti semula. Makhluk yang pertama dibangkitkan terlebih dahulu ialah malaikat Israfil, karena ia ditugaskan untuk meniupkan seruan kedua kalinya dengan tiupan inilah mereka hidup kembali. Di dalam Al-Qur'an surat Az-Zumar (39) ayat 68 dikatakan sebagai berikut: . 

 Artinya:"Kemudian ditiup sekali lagi (sangkakala itu) maka seketika itu mereka bangun (dari kuburnya) menunggu (keputusan Allah)." Di dalam Al-Qur'an surat Yasin (36) ayat 51 juga disebutkan: 

Artinya: "Lalu ditiuplah sangkakala, maka seketika itu mereka keluar dari kuburnya (dalam keadaan hidup) menuju kepada Tuhannya". 

Berdasarkan ayat-ayat tersebut di atas, sudah jelas segala makhluk yang bernyawa segera hidup dan langsung dikumpulkan jadi satu, perlu menunggu pengadilan semenjak umat Nabi Adam sampai umat Nabi Muhammad saw. baik yang kafir maupun yang mukmin. Allah swt. membangkitkan seluruh makhluk berupa tubuh dan jiwa, di mana tulang-tulang yang telah rusak dan hancur akan kembali sebagaimana semula, bahkan tidak ada satu pun yang tersisi atau hilang. Di dalam Al-Qur'an surat Yasln (36) ayat 77-79 dikatakan sebagai berikut: 

"Dan tidakkah manusia memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setetes air (mani) ternyata dia menjadi musuh yang nyata! Dan dia membuat perumpamaan bagi Kami dan melupakan asai kejadiannya; Ia berkata "Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur luluh?". Katakanlah (Muhammad) "Yang akan menghidupkannya ialah Allah yang menciptakannya pertama kali. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk". 

Kehidupan hari kiamat itu dimulai dengan adanya baats yakni kebangkitan seluruh makhluk dan bergantinya seluruh alam. Segala realita dan ruang waktu yang terjadi dalam dimensi alam akhirat sangat berbeda sekali dengan realita dan ruang waktu alam fana yang lalu. 

Ibnu Abbas menjelaskan bahwa bumi yang berganti itu sebenarnya adalah bumi yang itu juga, hanya saja sifatnya yang berubah. Seperti halnya gunung-gunung berjalan meninggalkan bumi, lautan meluap dan bumi diratakan sehingga tak tampak kebangkitan pun (Ahmad Mustahafa Al-Maraghi. 

Demikian juga halnya dengan diri manusia, di atas bumi yang baru ini diri manusia dibangkitkan dari kubur disertai dengan pengambilan ruh manusia dalam tubuhnya yang asli, sebagaimana diri manusia kala hidup di dunia dalam artian manusia yang terdiri dari dua substansi yakni jiwa dan raga. Akan tetapi bagaimanakah sifat atau keadaan dari jiwa dan raga tersebut, tidak seorang pun yang dapat mengetahui dengan sebenarnya tentang pertumbuhan hidup yang kedua ini, sebab nyata-nyata berbeda sekali dengan taraf pertumbuhan yang pertama sewaktu dilahirkan di dunai. Di dalam Al-Qur'an surat Al-Waqi'ah (56) ayat 60-61 dikatakan sebagai berikut:

Artinya:"Kami telah menentukan kematian masing-masing kamu dan Kami tidak lemah untuk menggantikan kamu dengan orang-orang yang seperti kamu (di dunia) dan membangkitkan kamu kelak (di akhirat) dalam keadaan yang tidak kamu ketahui". 

Tidak diketahuinya wujud dan rupa manusia itu bukan berarti menujukkan suatu ketiadaan. Akan tetapi wujud dan rupa itu nantinya terlihat sesuai dengan bentuk amalannya di dunia yang diperbuat oleh seluruh anggota tubuhnya. Dalam artian, manusia kelak dihidupkan kembali oleh Allah disertai atsar-atsar perbuatannya yang telah dilakukan dulu ketika hidup di dunia. Dalam Al-Qur'an surat An-Nur (24) ayat 24 dijelaskan sebagaimana di bawah ini: 

Artinya: "Pada hari, (ketika) lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan 

Segolongan Mufassir (ahli tafsir) berpendapat, kesaksian di sini bukan kesaksian dengan lidah, melainkan kesaksian yang berarti menetapkan dan menjelaskan, sebab segala perkataan atau perbuatan yang dilakukan oleh manusia di dunia tercetak pada anggota tubuh yang melakukannya. Apabila yang tercetak ketika itu pada lidah, tangan dan kaki sudah sangat cukup untuk menetapkan kejahatan terhadap para penjahat dan orang zalim itu (Ahmad Mustahafa Al- Maraghi).