I'tikaf yang dinadzarkan adalah jenis i'tikaf yang ketiga, sebagaimana tersebut di atas. Dalam hal ini, apabila seseorang bernadzar melakukan i'tikaf dalam waktu tertentu secara bersinambung, maka dia tidak boleh keluar dari masjid, kecuali karena suatu hajat, seperti buang air, berwudhu' dan lain sebagainya. Maksudnya, kalau dia keluar karena alasan itu, maka perbuatannya itu tidaklah haram, dan tidak memutuskan kesinambungan i'tikafnya.
Adapun kalau keluarnya itu tanpa udzur/halangan, seperti berjalan-jalan, atau urusan lain yang tidak penting, maka hal itu haram dilakukan dan terputuslah kesinambungan i'tikaf. Dan oleh karenanya, wajib memulai lagi i'tikafnya dari awal.
Apabila bernadzar melakukan i'tikaf ketika sedang berpuasa, maka i'tikaf wajib dilakukan, karena hal itu lebih baik. Begitu pula, bila bernadzar melakukan i'tikaf sambil berpuasa, maka wajib pula hal itu dilakukan.
Adapun kalau orang yang bernadzar itu menentukan salah satu masjid untuk i'tikafnya, maka i'tikaf tidak mesti dilakukan di mesjid tersebut, dan tetap sah bila dia melakukannya di mesjid yang lain, sekalipun masjid yang telah ditentukan itu lebih baik. Tetapi, ini adalah untuk selain Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan Masjidil Aqsha. Untuk masjid-masjid ini, bila telah ditentukan salah satu di antaranya, maka i'tikaf mesti dilakukan di sana, karena keutamaan masjid-masjid tersebut, dan ibadat di sana pahalanya berlipat ganda. Namun demikian, Masjidil Haram bisa menggantikan kedua yang lain, tetapi tidak sebaliknya. Begitu pula, Masjid Nabawi di Madinah bisa menggantikan Masjidil Aqsha, tetapi tidak sebaliknya.