مَاالْعَارِفُ مَنْ اِذَا اَشَارَ وَجَدَ الْحَقَّ اَقْرَبَ اِلَيْهِ مِنْ اِشَارَتِهِ بَلِ الْعَارِفُ مَنْ لاَ اِشَارَةَ لَهُ لِفَنَائِهِ فِىْ وُجُوْدِهِ وَانْطِوَائِهِ فِىْ شُهُوْدِهِ٠
"Bukanlah orang yang arif, orang yang suka memberi isyarat, lalu mengatakan itulah wujud Al Haq (Allah Ta 'ala) yang sangat dekat dengannya dari isyaratnya sendiri. Akan tetapi orang yang bermakrifat sebenarnya tidaklah mempunyai isyarat apa pun karena kefanaannya dalam wujud Allah, ia pun tidak mampu melihat Allah."
Isyarat itu adalah suatu gerakan yang berkaitan dengan batin hamba bermakrifat, sifatnya kinayah. Beberapa paham tarikat berpendapat apabila seorang hamba yang taqarrub kepada Allah memberi semacam isyarat apabila menghadapi suatu masalah, atau ada yang menanyakan sesuatu kepadanya. Gerakan yang dilakukan seperti ini dianggap oleh manusia umumnya, adalah gerakan orang yang sudah tinggi makrifatnya. Seakan-akan isyarat itu adalah isyarat Allah. Cara seperti ini adalah cara para ahli tariqah yang merasa dekat dengan Allah, sehingga isyarat darinya dianggap benar. Ia pun merasa bahwasanya Allah swt lebih dekat kepadanya daripada isyaratnya sendiri.
Akan tetapi sebenarnya yang disebut orang yang bermakrifat itu tidaklah suka mempergunakan isyarat-isyarat, dan tidak merasa mempunyai isyarat, meskipun tidak terasa ia telah menyampaikan isyarat, akan tetapi ia tidak memandang isyarat itu sebagai yang wajib diyakini kebenarannya. Ia lebih memandang bahwa segala sesuatu adalah wujud Allah sendiri, dan sendiri fana dalam wujud Allah.
Sesungguhya manusia dalam arti yang luas, terikat dengan kehendak Allah. Ia tidak mampu memberi hidayah kepada manusia secara sempurna. Akan tetapi hamba yang makrifat hanya dapat memberi petunjuk sementara yang mengarah kepada kebaikan dan ketaatan. Kalaupun ada isyarat yang dianggap sebagai hal-hal yang luar biasa, tidaklah dapat dipastikan sebagai suatu yang tepat benar. Orang yang) arif dalam ketauhidan dan ilmu makrifatullah tidak berkesimpulan seperti itu. Karena pengertian seperti itu tidak berasal dari kearifan yang benar, akan tetapi merupakan ibarat yang halus untuk membantu agar terlaksananya sesuatu kebaikan dan ketaatan. Hamba Allah yang kuat dengan-Nya, lebih memilih jalan yang sesuai dengan akidah, sehingga ia tidak dianggap orang yang dapat mengetahui segala sesuatu yang belum dan akan terjadi. Sikap seperti ini adalah sikap orang-orang yang arif, agar terhindar dari sifat riya' yang dapat menimbulkan syirik.