Cincin tunangan
Pada bagian awal dari artikel tentang mahar dan pesta pernikahan dikatakan bahwa memakai cincin diperbolehkan bagi laki-laki dan wanita. Hal yang demikian merupakan hiasan yang dihalalkan oleh Allah SWT. Tetapi hal yang patut diketahui bahwa emas khususnya, tidak diperbolehkan bagi laki-laki memakainya karena terdapat larangan dari Rasulullah SAW. (H.R. Bukhari, Muslim dan Ahmad)
Rasulullah SAW melihat cincin emas pada seorang laki-laki lalu ia membuangnya dan berkata: "Salah seorang di antara kalian menyandarkan diri pada bara api neraka lalu ia meletakkan di atas tangannya." (H.R. Muslim) dan Beliau berkata tentang emas dan sutera: "Kedua hal ini haram bagi kaum laki-laki dari umatku dan halal bagi kaum perempuannya. (H.R.Ahmad dan Ibnu Majah)
Realitas ini menjadi tradisi buruk yang telah mengakar pada mayoritas masyarakat dan telah menjadi fenomena kemajuan dan peradaban pada mayoritas suami isteri. Ini merupakan tradisi buruk pada pelaminan pengantin dimana di hadapan para tamu dan di tempat pelaminan yang tinggi, pengantin laki-laki memakaikan cincin pada pengantin wanita demikian pula sebaliknya di hadapan kelompok penari.
Tradisi ini lahir dari peradaban Barat. Ia lebih dekat pada hukum haram karena adanya keserupaan dengan musuh-musuh Islam. Bahkan keharamannya menjadi lebih kuat bila pelakunya memiliki keyakinan yang merusak akidah.
Ia berarti mengikuti tradisi orang kafir juga. Sesungguhnya yang demikian menjadikan anda termasuk umat Nasrani. Hal itu kembali kepada kebiasaan klasik dimana pengantin laki-laki meletakkan cincin di ujung jari jempol kiri pengantin wanita seraya berkata: Dengan nama Tuhan, kemudian ia memindahkan dengan meletakkannya di jari telunjuk dan berkata: Demi anak laki-laki, kemudian meletakkannya kembali di ujung jari tengah dan berkata: Dengan nama ruh kudus, dan berkata: Amin. Ia meletakkannya untuk yang terakhir kali di jari manis sampai menetap di sana.
Sebagian orang meyakini bahwa mengerjakan hal tersebut akan mendapatkan keberkahan, kasih sayang dan keselarasan antara kedua pasangan serta kebahagiaan abadi. Tiada daya dan upaya kecuali hanya milik Allah.
Menebar uang dan permen serta barang - barang lainnya
Para ulama mendefinisikan "al Nasyar" (baca: menebar) dengan kegiatan yang dilakukan oleh kerabat kedua pengantin berupa menebar uang atau lainnya sebagai ungkapan kegembiraan. Masyarakat, baik kaum wanita maupun anak-anak pada umumnya berdesak-desakan untuk mendapatkannya. Lalu terjadilah perkelahian demi mendapatkannya.
Hal ini dilarang sebagaimana terdapat dalam sebuah Hadits Abdullah bin Yazid al Anshari ia berkata: Nabi Muhammad SAW melarang menabur uang dan sejenisnya. (H.R. Bukhari)
Ibnu Qudamah berkata: AlNasyar biasanya terjadi desak- desakan dan pembunuhan.
Barangkali uang yang dilemparkan akan diambil orang yang tidak disukai oleh tuan rumah karena kerakusan, ketamakan dan kehinaan diri. Orang yang rendah hati biasanya menjaga dirinya dari desak-desakan dalam mengambil makanan, seperti yang dilakukan oleh masyarakat kecil. Karena hal ini merupakan kehinaan. Dan Allah SWT menyukai hal-hal yang mulia. Perbedaan terjadi dalam hukum 'makruhnya'. Sementara dalam masalah 'kebolehan- nya' tidak ada perbedaan, demikian pula mengambilnya, karena hal tersebut merupakan satu jenis harta-harta yang 'mubah' seperti harta-harta lainnya.
Imam Syaukani berkata: Hadits-hadits tentang 'pelarangannya' telah tetap dan menuntut 'haram' seluruh jenis perampasan. Ibnu Hajar berkata: Imam Malik dan sekelompok ulama memakruhkan mengambil harta dari penebaran uang pada pesta pernikahan.
Fitnah laki-laki dan perempuan yang dilakukan oleh kedua pengantin berupa memamerkan tubuh, ciuman dan rangkulan serta hal-hal lainnya di hadapan para tamu yang dapat memunculkan hawa nafsu dan keburukan lainnya akibat dari tradisi buruk ini, dan hal-hal yang abstrak biasanya lebih besar.
Menghabiskan waktu
Waktu yang digunakan oleh ulama salaf yaitu untuk hal- hal yang diridlai oleh Allah SWT, karena mereka tahu bahwa mereka akan dimintakan tanggung jawab di hadapan Tuhan. Mereka benar-benar menjaga waktu dan usia mereka untuk hal-hal bermanfaat. Tetapi kita justru menyia-nyiakan waktu dengan begadang, bermain, duduk-duduk dan berbicara tentang sesuatu yang tidak bermanfaat. Kita perlu hati-hati terhadap nikmat yang besar ini. Ini terjadi di malam-malam yang penuh dengan kegembiraan dan keduniawian.
Aku sangat memperhatikan bahwa waktu adalah sesuatu yang indah.
Aku melihatnya demikian mudah anda menyia-nyiakan Yang lebih besar lagi adalah kehilangan waktu shalat subuh setelah seharian begadang. fidak ada daya upaya kecuali milik Allah.
Kehilangan kesungguhan
Mereka mengikuti ego dan memaksa untuk melakukan pekerjaan yang tidak mampu untuk dilakukan pada rnalam yang penuh dengan kegembiraan itu. Apabila mereka lelah karena kecapaian, mereka akan meninggalkan ibadah dan kewajiban-kewajiban lainnya.
Bertepuk tangan dan bersiul
Keduanya adalah tradisi jahiliyah saat agama Islam mengingkarinya, karena hal tersebut menutup diri dari Allah SWT. Permainan yang diharamkan dan menyerupai pelaku maksiat. Allah SWT mencela dan mengingkari kedua tradisi ini:
"Sembahyang mereka di sekitar Baitullah itu, tidak lain hanyalah siulan dan tepuk tangan." (Q.S.Al Anfal:35)
Kata "alMuka" berarti siulan dan kata "tashdiah" berarti bertepuk tangan.