Wahai saudaraku para suami. Cara ini adalah fenomena buruk dan menyakitkan. Janganlah hidupmu terbendung dengan Hal seperti ini. Perbuatan maksiat membawa dampak buruk bagi pasangan dan kehidupan anda, dan akan nampak pada anda hal-hal berikut, di antaranya:
Sifatnya. Misalnya, ia akan datang pada seseorang, lalu ia meminta seribu, dua ribu atau bahkan kurang lebih demikian lalu ia berjanji mengembalikan di akhir bulan. Berlalu satu bulan, dua bulan satu tahun dan dua tahun dan barang kali orang yang berhutang akan mengingkari hutang tersebut dengan alasan ketidakjelasan atau memperlambat.
Dalam sebuah Hadits: "Memperlambat pembayaran hutang bagi yang mampu merupakan satu kedzaliman." (H.R. Muttafaq Alaih)
Terdapat ancaman bagi orang yang memungut harta dengan niat tidak mengembalikan. Nabi bersabda:
"Barang siapa yang mengambil harta orang lain lalu ia niat untuk mengembalikannya, maka Allah SWT akan membayarnya dan barang siapa mengambil harta orang lain dengan niat merusaknya, maka Allah SWT akan merusaknya juga." (H.R. Imam Bukhari)
Mereka meremehkan hal ini seakan mereka cerdas:
"Dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja, Padahal dia pada sisi Allah adalah besar." (Q.S.An Nur:15)
Hak-hak Allah agung tetapi seorang manusia terkadang keluar dari jalur tersebut lalu bertaubat. Sementara hak-hak kepada hamba Allah, seseorang tidak dapat lari untuk melaksanakannya sebelum tiba satu hari dim ana seseorang yang tidak melunasi hutang-hutang, menggantikannya dengan kebaikan dan keburukan sebagaimana dikatakan oleh Rasulullah SAW. (H.R. Bukhari)
Allah SWTberfirman:
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya." (Q.S.An Nisa': 58)
Bahkan seorang yang mati syahid dengan hartanya merupakan kelebihan besar, pahala yang besar serta derajat yang tinggi yang tidak diberikan kepada pemeluk agama lainnya. Argumentasinya adalah sabda Rasulullah SWT:
"Seorang syahid akan diampuni seluruh dosa-dosanya kecuali hutang." (H.R. Muslim)
Hutang adalah salah satu penyebab siksa kubur. Barang siapa yang meremehkan hutang, ia mengambil tanpa niat melunasi dan memperlambat, itu adalah kebodohan sebagaimana dikatakan oleh para ulama, karena tingkah lakunya sudah tidak dapat dipercaya.
Rasulullah tidak mau menshalati seseorang yang memiliki hutang sampai ia melunasinya kecuali setelah terjadinya ekspansi negara-negara Islam. Rasulullah SAW lah yang membayar hutang mereka lalu menshalatinya. Terdapat sebuah Hadits: "Bahwa seorang laki-laki wafat dan ia memiliki hutang dua Dirham, lalu para sahabat meminta agar Rasulullah SAW menshalatinya. Rasulullah SAW bertanya, apakah mayat ini memiliki hutang? Mereka menjawab: Ya, Rasulullah SAW berkata, kalian saja yang menshalatinya. Lalu seseorang dari kaum Anshar menanggung hutang mayat tersebut. Kemudian Rasulullah SAW baru mau menshalatinya. Esok harinya Rasulullah SAW bertanya kembali: Apakah sudah kau lunasi hutangnya? Ia menjawab: Sudah. Dalam satu riwayat, Rasulullah SAW bersabda: Sekarang kulitnya telah dingin, maksudnya di liang lahat." (H.R.Ahmad, Hakim, Abu Daud dan Ibnu Hiban)
"Apabila anda memperlambat satu hak- hak orang lain padahal anda mampu maka esok harinya anda akan melunasi hutang tersebut dengan kebangkrutan Allah SWT menyukai satu hari bagi hamba-Nya
Melontarkan kesukaan pada orang lain."
Di sini terdapat dua kisah yang akan aku kemukakan untuk melihat bagaimana para pendahulu kita melaksanakan amanat dan menjaga hak orang lain.
Kisah pertama:
Seseorang membeli sebidang tanah kepada orang lain. Pembeli menemukan sebongkah emas pada tanah tersebul lalu ia mengambilnya kemudian pergi menemui penjual dan berkata kepadanya,"Ambillah emas anda, aku hanya membeli tanah dan anda dan tidak membeli yang lain." Penjual berkata,"Aku telah menjual tanah dan seisinya (masing-masing ingin pasrah dan bersifat wara' )." Lalu keduanya meminta petunjuk kepada seorang hakim yang berkata kepada keduanya,"Apakah kalian berdua memiliki anak?" Salah seorang menjawab,"Ya, aku mempunyai seorang anak laki-laki." Yang lain menjawab,"Aku mempunyai seorang anak perempuan. Hakim tersebut kemudian berkata kembali. Kawinkanlah anak laki-laki anda dengan anak perempuan menggunakan harta ini. Dan sisanya untuk merekaberdua. Lalu keduanya sepakat dan melakukannya. (H.R. Bukhari dan Muslim dari Hadits Abu Hurairah)
Kisah kedua:
Rasulullah SAW menyebutkan bahwa seseorang dari kaum Bani Israil meminjam hutang kepada orang lain sebesar seribu Dirham. Pemilik uang berkata, "Datangkan padaku saksi-saksi yang akan menyaksikan transaksi ini." Ia menjawab,"Cukup Tuhan yang menjadi saksi." Pemilik uang berkata lagi, "Datangkan padaku orang yang menjamin," Ia menjawab,"Allah SWT cukup menjadi jaminannya." Pemilik uang berkata,"Anda benar." Lalu ia memberikan kepadanya hutang seribu Dirham dengan batas waktu tertentu.
Orang tersebut dengan menyeberangi lautan kembali ke kampung halamannya. Ketika jatuh tempo, maka orang tersebut harus mengembalikan hutang karena ia menjadikan Allah SWT sebagai saksi dan jaminannya. Ia mencari perahu untuk menyeberang tetapi ia tak mendapatinya. Ia mulai ketakutan lalu ia mengambil tanah dan memasukkan uang seribu Dirham itu disertai dengan surat dari pemilik hutang tersebut (tanah digunakan agar surat tidak rusak terkena air laut). Kemudian ia meletakkan uang dan surat dalam sebongkah kayu di laut dan berkata,"Ya Tuhan, sesungguhnya kau tahu bahwa aku telah berhutang kepada Si fulan seribu Dirham, ia meminta kepadaku jaminan, lalu aku katakan, cukup Allah SWT saja yang menjadi penjamin. Ia meminta kepadaku saksi, aku katakan cukup Allah yang menjadi tuntutanku. Aku telah berusaha untuk mencari perahu, tetapi aku tidak mendapatkannya. Aku titipkan harta ini." Setelah melempar kayu ke laut dan kayu tersebut terapung, ia kembali mencari perahu. Sementara di seberang, pemberi hutang sedang menunggunya karena yang berhutang tersebut berjanji membayarnya tepat waktu. Tiba- tiba, kayu yang dilemparkan oleh pemilik hutang berada di hadapan pemberi hutang lalu diambilnya untuk keluarganya untuk dijadikan kayu bakar. Ketika ia membelahnya, ia menemukan uang dan secarik kertas berisi surat dari orang yang berhutang. Tak lama kemudian orang yang berhutang datang dengan membawa uang seribu Dirham dengan anggapan bahwa kayu tersebut tidak sarnpai sebelumnya. Orang yang berhutang tersebut meminta maaf karena terlambat, Demi Allah aku mencari perahu untuk menemui anda, tetapi aku tidak menjumpainya. Pemilik harta berkata, Apakah kau telah mengirim kepadaku sesuatu? Ia menjawab,"Ya." Pemberi hutang berkata: Allah SWT telah menyampaikan sesuatu yang anda titipkan pada kayu tersebut.